Mabuk Cinta
Pagi ini ayamku berkokok keras sekali
Seperti memaki bangunkan aku dari mimpi
Daram diram diram dararam diram dararam
Hari ini pacarku yang cantik telah kembali
Melelehkan hatiku yang s’lama ini mati suri
Aku bahagia, sekali lagi ku jatuh cinta
Hari istimewa, kar’na kau kembali percaya padaku
Woo… hari ini aku bahagia
Kau kembali
Woo… hari ini aku bahagia
Jatuh cinta lagi
Wangi bunga, hangat mentari
Semua jelas kurasakan asyik sekali
Rasa benci, sakit hati
Terbang menghilang, jauh pergi
Aku bahagia…
Denganmu lagi ku jatuh cinta
Hari istimewa, kar’na kau kembali percaya padaku
Jika aku tahu dari dulu saja
Aku tak mau khianati kamu
Jika aku tahu begini rasanya
Aku mau bahagia sampai mati
Woo… hari ini aku bahagia
Kau kembali
Woo… hari ini aku bahagia
Jatuh cinta lagi
Uuh… hari ini aku bahagia
Kau kembali
Uuh… hari ini aku bahagia
Jatuh cinta lagi
Ku mabuk cinta
Ku mabuk cinta
Lagi-lagi mabuk… lagi-lagi cinta
Bolak-balik jatuh… bolak-balik cinta
Ku mabuk cinta
Ku mabuk cinta
Lagu Satu
jalani hidup
tenang tenang, tenanglah seperti karang
sebab persoalan bagai gelombang
tenanglah tenang, tenanglah sayang
tak pernah malas
persoalan yang datang hantam kita
dan kita tak mungkin untuk menghindari
semuanya sudah suratan
Oh, matahari
masih setia
menyinari hidup kita
tak kan berhenti, tak kan berhenti menghangati hati kita
sampai tanah ini inginkan kita kembali
sampai kejenuhan mampu merobek-robek hati ini
sebentar saja
aku pergi meninggalkan
membelah langit
punguti bintang
untuk kita jadikan hiasan
tenang tenang, tenanglah sayang
semuanya sudah suratan
tenang tenang, sepeti karang
bintang bintang jadikan hiasa
berlomba kita dengan sang waktu
jenuhkah kita jawab sang waktu
bangkitlah kita tunggu sang waktu
tenanglah kita menjawab waktu
seperti karang tenanglah…..
seperti karang tenanglah….
Aku Bukan Pilihan
Kini Ku mengungkap tanya, siapakah dirinya
Yang mengaku kekasihmu itu
Aku tak bisa memahami
Ketika malam tiba
Ku rela kau berada
Dengan siapa kau melewatinya
Aku tak bisa memahami
Aku lelaki tak mungkin menerima bila
Ternyata kau mendua, membuatku terluka
Tinggalkan saja diriku, yang tak mungkin menunggu
Jangan pernah memilih, aku bukan pilihan
Selalu terungkap tanya, benarkan kini ada
Wanita yang kukenal hatinya
Aku tak bisa memahami
Tak perlu memilihku
Aku lelaki, bukan tuk dipilih
Ibu
Ribuan kilo jalan yang kau tempuh
Lewati rintang untuk aku anakmu
Ibuku sayang masih terus berjalan
Walau tapak kaki, penuh darah… penuh nanah
Seperti udara… kasih yang engkau berikan
Tak mampu ku membalas…ibu…ibu
Ingin kudekat dan menangis di pangkuanmu
Sampai aku tertidur, bagai masa kecil dulu
Lalu doa-doa baluri sekujur tubuhku
Dengan apa membalas…ibu…ibu….
Jangan Tutup Dirimu
Dari hati yang paling dalam
Kudendangkan…sebuah
lagu temani sepi
Sejenak iringi nurani
Ada jarak diantara kita
Selimuti sekian waktu
t’lah tersita
Ingin kubilang jarak
terbentang….semoga
Datanglah kau kekasih
Dekap aku erat-erat
Jangan buang pelukku
yang tulus
Biarkan hujan turun
Basahi jiwa yang halus
Jangan tutup dirimu
Buat apa kau diam saja
Bicaralah agar aku
semakin tau
Warna dirimu duhai permata
Kau mimpiku…
aku tak bohong
Seperti yang kau kira
Seperti yang s’lalu kau duga
Pintaku kau percayalah
usah ragu
Datanglah kau kekasih
Dekap aku erat-erat
Jangan campakkan pelukku
yang tulus
Biarkan hujan turun
Basahi jiwa yang kering
Jangan tutup dirimu
Antara Aku, Kau dan Bekas Pacarmu
Tabir gelap yang lalu hinggap
Lambat laun mulai terungkap
Labil tawamu tak pasti tangismu
Jelas membuat Aku sangat ingin mencari
Apa yang tersembunyi dibalik manis senyummu
Apa yang tersembunyi dibalik bening dua matamu
Dapat kutemui mengapa engkau tak pasti
Lalu aku coba untuk mengerti
Saat engkau tiba disimpang jalan
Lalu engkau bimbang untuk tentukan
Arah mana tempat tujuan
Jalan gelap yang kau pilih
Penuh lubang dan mendaki
Jalan gelap yang kau pilih
Penuh lubang dan mendaki
Bung Hatta
Tuhan terlalu cepat semua
Kau panggil satu-satunya yang tersisa
proklamator tercinta
jujur lugu dan bijaksana
mengerti apa yang terlintas dalam jiwa
rakyat Indonesia
hujan air mata dari pelosok negeri
saat melepas engkau pergi
berjuta kepala tertunduk haru
terlintas nama seorang sahabat
yang tak lepas dari nam
terbayang baktimu
terbayang jasamu
terbayang jelas jiwa
sederhanamu
bernisan bangga
berkafan doa
dari kami yang merindukan orang
sepertimu
Entah
Entah mengapa aku tak berdaya
waktu kau bisikkan,
"Jangan aku kau tinggalkan"
tak tahu di mana ada getar terasa
waktu kau katakan
"Kubutuh dekat denganmu"
seperti biasa aku diam tak bicara
hanya mampu pandangi
bibir tipismu yang menari
seperti biasa aku tak sanggup berjanji
hanya mampu katakan:
"Aku cinta kau saat ini"
entah esok hari
entah lusa nanti
entah
sungguh mati betina
aku tak mampu beri sayang yang cantik
seperi kisah cinta di dalam komik
sungguh mati betina
buang saja angan angan itu
lalu cepat peluk aku
lanjutkan saja langkah kita
rasalah….
rasalah….
apa yang terasa
Buku Ini Aku Pinjam
Biar tau… biar rasa…
Cinta ini milik kita
Di kantin depan kelasku
Disana kenal dirimu
Yang kini tersimpan di hati
Jalani kisah sembunyi
Di halte itu ku tunggu
Senyum manismu kekasih
Usai dentang bel sekolah
Kita nikmati yang ada
Seperti hari yang lain
Kau senyum tersipu malu
Ketika ku sapa engkau
Genggamlah jari genggamlah hati ini
Memang usia kita muda
Namun cinta soal hati
Biar mereka bicara
Telinga kita terkunci
Biar tau… biar rasa…
Maka tersenyumlah kasih
Tetap langkah… jangan hentikan
Cinta ini milik kita
Buku ini aku pinjam
Kan ku tulis sajak indah
Hanya untukmu seorang
Tentang mimpi-mimpi malam
Cinta ini milik kita…
Yang Terlupakan
Denting piano kala jemari menari
Nada merambat pelan di kesunyian malam
Saat datang rintik hujan bersama sebuah bayang
Yang pernah terlupakan
Hati kecil berbisik untuk kembali padanya
Seribu kata menggoda seribu sesal di depan mata
Seperti menjelma waktu aku tertawa
Kala memberimu dosa
Na….na….na….na O….maafkanlah
Na….na….na….na O….maafkanlah
Rasa sesal di dasar hati diam tak mau pergi
Haruskah aku lari dari kenyataan ini
Pernah ku mencoba tuk sembunyi…
Namun senyummu tetap mengikuti…
Rinduku
Tolong rasakan ungkapan hati
rasa saling memberi
agar semakin erat hati kita
jalani kisah yang ada
*
ku tak pernah merasa jemu
jika kau selalu disampingku
begitu nyanyian rinduku
terserah apakah katamu
rambutmu matamu bibirmu kurindu
senyummu candamu tawamu kurindu
beri aku waktu sedetik lagi
menatap wajahmu
esok hari ini atau nanti
mungkin tak kembali
Back to *
rambutmu matamu bibirmu kurindu
senyummu candamu tawamu kurindu
Ujung Aspal Pondok Gede
di kamar ini aku dilahirkan
di bale bambu buah tangan bapakku
di rumah ini aku dibesarkan
dibelai mesra lentik jari ibuku
nama dusunku ujung aspal pondok gede
rimbun dan anggun
ramah senyum penghuni dusunku
kambing sembilan motor tiga
bapak punya
ladangnya luas habis sudah sebagai gantinya
sampai saat tanah moyangku
tersentuh sebuah rencana
demi serakahnya kota
terlihat murung wajah pribumi
terdengar langkah hewan bernyanyi
di depan masjid
samping rumah wakil pak lurah
tempat dulu kami bermain
mengisi cerahnya hari
namun sebentar lagi
angkuh tembok pabrik berdiri
satu persatu sahabat pergi
dan tak kan pernah kembali
Ijinkan Aku Menyayangimu
Andai kau ijinkan
Walau sekejap memandang
Kubuktikan padamu
Aku memiliki rasa
Cinta yang ku pendam
Tak sempat aku nyatakan
Karena kau telah memilih
Menutup pintu hatimu
Ijinkan aku membuktikan
Inilah kesungguhan rasa
Ijinkan aku menyayangimu
Sayangku ooh
Dengarkanlah isi hatiku
Cintaku ooh
Dengarkanlah isi hatiku
Bila cinta tak menyatukan kita
Bila kita tak mungkin bersama
Ijinkan aku tetap menyayangimu
Sayangku ooh
Dengarkanlah isi hatiku
Cintaku ooh
Dengarkanlah isi hatiku
Aku sayang padamu
Ijinkan aku membuktikan
Kesaksian
aku mendengar suara
jerit makhluk terluka
luka, luka
hidupnya luka
orang memanah rembulan
burung sirna sarangnya
sirna, sirna
hidup redup
alam semesta luka
banyak orang
hilang nafkahnya
aku bernyanyi
menjadi saksi
Senandung Lirih
Kau wanita terindah
Yang pernah kutaklukkan
Kau kenapa kau pergi
Kenapa kau pergi
Kau wanita terhebat
Yang pernah memelukku
Kau kenapa kau pergi
Kenapa kau pergi
Helai udara disekitarku
Senandung lirih namamu
Tiap sudut kota yang ku datangi
Senandung lirih namamu
Kau wanita termegah
Yang pernah kudapatkan
Kau kemana kau pergi
Kemana kau pergi
Semoga kau temukan apa yang kau cari
Yang tak kau dapatkan dari aku
Semoga kau temukan apa yang kau cari
Yang tak kau dapatkan dari aku
Helai udara disekitarku
Senandung lirih namamu
Kemana pun kau akan melangkah
Aku yang selalu mengenangmu
Kemana pun kau akan melangkah
Aku yang selalu mengenangmu
La la la la la
La la la la la
La la la la la
Ooh
Galang Rambu Anarki
Galang rambu anarki anakku
lahir awal januari menjelang pemilu
galang rambu anarki dengarlah
terompet tahun baru menyambutmu
galang rambu anarki ingatlah
tangisan pertamamu ditandai bbm
membumbung tinggi (melambung)
maafkan kedua orangtuamu
kalau tak mampu beli susu
bbm naik tinggi
susu tak terbeli orang pintar tarik subsidi
mungkin bayi kurang gizi (anak kami)
galang rambu anarki anakku
cepatlah besar matahariku
menangis yang keras, janganlah ragu
tinjulah congkaknya dunia buah hatiku
doa kami di nadimu
Kisah Motorku
Hei bapak kopral saya datang mau lapor
Tadi malam waktu saya sedang molor
Telah kehilangan sepeda motor
Dirumah teman saya yang bermata bolor
Baik anak muda kuterima laporanmu
Tapi mengapa kau lapor hari sudah bedug lohor
Juga kenapa kau lapor
Kok hanya pakai celana kolor
Tunggu saja sebulan nanti bapak beri kabar
Sekarang engkau boleh pulang
Lama kutunggu kabar dari bapak kopral
Kenapa nggak nongol-nongol
Sehingga gua dongkol
Lalu aku pergi menuju kantor polisi
Tapi nggak jadi
Sebab kabel listrik perut saya kortsleting
Oh kiranya saya lupa setor tadi pagi
Terpaksa sore hari saya baru pergi Kontrol
Ternyata sepeda motor ada di garasi
Kantor polisi
Sudah tak beraki
Sudah tak berlampu
Tutup tengki hilang
Kaca spion kok melayang
Dia bilang waktu diketemukan
Sudah demikian
Memang tak beraki kok
Memang tak berlampu kok
Tutup tengki hilang
Kaca spion kok melayang
Bolehkah motor ini saya bawa pulang bapak kopral?
Oh tentu saja boleh engkau bawa pulang
Asal engkau tahu diri
Mbok terima kasih
Imitasi
Join join dong aku kita kumpul duit
Dana siap kita berangkat
Pakaian rapi celana potongan nabi
Taplak meja dirombak jadi dasi
Pergi kita cari sasaran
Malam ingin melepas keresahan
Lihat Poppy pakai rok mini
Lihat Nancy pakai bikini
Tapi sayang sudah di booking papi papi
Otakku tegang begitupun kawan sejalan
Cepat putar haluan
Tancap gas kita ngacir
Pergi ke taman lawang
Paginya Totok malamnya Titik
Paginya Sunarto malam Sunarti
Paginya Ahmad malamnya Asye
Paginya Ismet malam Isye
Aku melongo persis kebo bego
Jidat mengkerut persis jidat Darto
Lihat itu potongan habisnya mirip perempuan
Joni Kesiangan
Habis sebulan dia baru gajian
Joni kesiangan bersiul tanda girang
Dapat cium sayang dari istrinya
Yang merengek manja
Minta kacamata penutup papaya
Janjikan papaya
Janjikan papaya
Joni kesal lalu masuk kamar
Si istri datang mengajak senam malam
Ogah ah Joni sudah bosan
Istri yang sekarang
Jempolnya ketombean
Mpok Tati tante seberang jalan
Sudah menjanjikan Joni tuk bermalam
Dengan imbalan telur setengah matang
Tengah malam Joni asik berkencan
Tak ingat pintu depan
Di gedor gedor orang
Ha ha hansip datang
Membawa pentungan
Joni kelimpungan masuk kolong ranjang
Joni kesiangan
Generasi Frustasi
Generasiku banyak yang frustasi
Broken home istilah bule bule luar negeri
Mereka muak lihat papi mami bertengkar
Mereka jijik lihat papi mami selalu keluar
Ada urusan yang tak masuk diakal
Mami sibuk cari bujangan
Papi sibuk cari perawan
Timbang kesal lebih baik aku berhayal
Jadi orang besar seperti Hitler yang tenar
Jadi orang tenar persis Carter juragan kacang
Mata cekung badan persis capung
Tingkah sedikit bingung pikiran mirip mirip orang linglung
Rambut selalu kusut disuruh selalu manggut manggut
Duduk di sudut eh kasihan itu tubuh tinggal tulang sama kentut
Hei mister gelek
Lo tega mata gua kok nggak bisa melek
Hei mister gelek
Duit gopek gua kira cepek
Hei mister gelek
Perut laper ada tape pas gua sikat asem asem
Ndak taunya telek
Dongeng Sebelum Tidur
Jika sepasang monyet tidur
Jadi buyut moyangku
Jika buyut moyangku tidur
Jadi kakek dan nenekku
Jika kakek dan nenek tidur
Jadi ayah dan ibu
Dan jika ayah dan ibu tidur
Jadi sebiji kepala yaitu kepalaku
Sedangkan waktu aku yang tidur
Nggak jadi apa apa
Yang jadi cuma beberapa pasang kecoak
Dikolong tempat tidurku
Dan seribu armada kutu
Diatas sprei belang bentong kasurku
Walaupun mereka itu kecoak dan kutu
Tetapi mereka tetap darah dagingku
Maka dari itu saya minta dengan amat sangat
Jangan semprotkan baygon sayang
Anakku yang paling tua
Bernama Kecoak Idi Amin
Lahir di Cengkareng
Eh badannya kerempeng
Matanya sedikit jereng
Kalau berjalan seperti Gareng
Anakku Idi Amin orang kaya di Cengkareng
Senang pakai mobil mentereng
Banyak yang tahu mobil si Amin itu mobil curian
Tapi maklum si Amin kebal kerangkeng
Aku benci aku benci sama si Amin
Habis si Amin suka nempeleng
Tapi cuma berani sama tukang kacang goreng
Itu dulu seribu tahun yang lalu
Kini cerita anakku yang nomer dua
Perempuan lho
Cantik molek, manja, seksi lahir di Madura
Sekolah di Karawang
Minum jamunya wah jangan ditanya
Dari jamu galian singset sari rapet
Sampai jamu terlambat datang bulan
Tak pernah ketinggalan
Putriku cantik, putriku molek
Putriku pandai memasak
Dari bistik, spaghetti, rendang ayam, cap cay goreng, udang rebus
Sampai rendang jengkol dia bisa
Tapi mengapa belum juga
Datang lamaran?
Oh iya, hampir saya lupa
Putriku mempunyai dua kekurangan
Yang mungkin itu sebabnya
Putriku vakum dalam dunia percintaan
Putriku memang anggun
Tapi sayang kepala putriku sebesar bola kasti
Itu satu
Dan yang kedua
Putriku tidak boleh kena air
Hayo kenapa?
( Dia alergi? ) bukan, ( Kutu air? ) bukan, ( Ambeien? ) bukan
Ayan
Anakku yang paling bontot pemain sepak bola
Pernah dikirim berguru atau dikirim tamasya ke Brazilia
Enam bulan disana
Begitu pulang kok keok eh kalah semua
Jaman Edan
Hai teman katanya jaman ini kemajuan
Sampai si om gendut dan rambut ubanan
Berani berpacaran
Dengan pembantunya sampai naik ranjang
Ranjang goyang
Hai teman katanya jaman ini pembangunan
Para tante pun tak mau ketinggalan
Mencari pasangan
Dengan mahasiswa yang kurang biaya
Kuliahnya yang tertunda
Kalau ada gadis jaman sekarang
Jangan heran kalau tidak perawan
Para pelajar pun jadi edan edanan
Kalau pusing belajar cari hiburan
Di tempat pelacuran
Oh oh oh we yo
Jaman edan
Jaman jaman edan
Jaman saiki jaman edan
Sampeyan edan aku melok edan
Ini ramalan dari nenek moyang
Jayabaya yang kelahiran Bengawan
Hai teman di jaman ini memang banyak penipuan dan pengangguran
Terpaksa Yance Mince berjualan
Daging karet tiruan
Oh di taman Lawang demi kepuasan
Hidung belang
Hai teman jangan sampai kita pun ketinggalan
Cepat cepat kau cari kesempatan
Di dalam kesempitan
Untuk melemaskan segala ketegangan
Oh pikiran yang bukan bukan
Suatu kali eh pernah aku kehilangan
Celana Levi’s yang semata wayang
Itu juga belinya di tukang loakan
Telah hilang melayang disamber orang
Waktu di jemuran
Oh oh oh we yo
Maling sialan
Maling maling sialan
Dia nggak pikir itu barang orang
Ada lagi maling gede gedean
Dia nekat embat duit ‘jut - ‘jutan
Dia nggak mikir itu duit haram
Inget inget dong sama gelandangan
Berani amat ente sama kutukan Tuhan
Maling yang ini memang kebangetan
Ada maling hoi maling jemuran
Di sono maling di sini maling
Maling maling hei elu sialan
Pie-Pie
Koyo ngene rasane
Dadi wong ora duwe
Ngalor ngidul di ece
Karo kancane dewe
Pie pie pie
Ora wero
Pie pie pie pie pie
Ora ngerti
Pie pie pie
Ora wero
Pie pie pie pie pie
Ora ngerti
Pengamen
Permisi tuan-tuan
Ini suara pengamen yang bisa rekaman
If you know me
If you know me
Ladies and gentleman ( baby )
Kulo niki urip saking hasil ngamen
Tenan mas
And biasa parkir
And biasa parkir
Dulunya di proyek Senen ( asoy )
Waktu Malari ngungsi ke blok M
Waktu Malari terpaksa ngungsi ke blok M
Cita cita sih dulu ane kepengen
Jadi mentri atau presiden ( teksi )
Pasti punya gedong di bilangan Menteng
Eh mana tahan
Kagak kesampean ane pengen njajal
Jadi pengawas kendaraan
Sekali semprit duit orang melayang
Sekali semprit duit orang melayang
Parkiran tuan
Dasar sial nasib ane
Masih kepengen main kucing kucingan ( baby )
Terpaksa demi hidup beta ngamen
Oho di jalanan ( ya Tuhan )
Eh kok ada bandit bandit
Yang bisa lolos dari tahanan ( gile )
Mungkin si Ipir dan si Hansoy
Asik ngintipin orang pacaran
Ai mohon sorry
Ai mohon sorry
Hadirin serta para pendengar dimana saja berada
Kalau tersinggung
Jangan hamba jadi sasaran ( kasihan )
Bisa berabe om
Bisa berabe
Ini muka kalau masuk kurungan
Pasti berantakan kena bogem tuan
Pasti berantakan kena bogem tuan
Hei memang sial hidup bujangan
Kalau masih jadi pengangguran
Jangankan mau pacaran
Eh buat makan duit juga musti pas pasan
Eh pernah gua ngamen di restoran
Yang makan cuek malah gua diusir sama gonggongan anjing sialan
Tapi untungnya waktu ada anak kecil liwat
Dia iseng malah dia baek ngasih gua duit jigoan
Eh jangan cengengesan
Jangan cengengesan
Sori mulut gue udah kesemutan
Tangan capek eh eh kantong minta sokongan
Yah kalau sudi tuan tuan
Tuan yang dermawan
Berilah sumbangan
Asal cukup buat ongkos hari tua
Eh lumayan gua udah bisa rekaman
Ambulance Zig Zag
Deru ambulance
Memasuki pelataran rumah sakit
Yang putih berkilau
Di dalam ambulance tersebut
Tergolek sosok tubuh gemuk
Bergelimang perhiasan
Nyonya kaya pingsan
Mendengar kabar
Putranya kecelakaan
Dan para medis
Berdatangan kerja cepat
Lalu langsung membawa korban menuju ruang periksa
Tanpa basa basi
Ini mungkin sudah terbiasa
Tak lama berselang
Supir helicak datang
Masuk membawa korban yang berkain sarung
Seluruh badannya melepuh
Akibat pangkalan bensin ecerannya
Meledak
Suster cantik datang
Mau menanyakan
Dia menanyakan data si korban
Di jawab dengan
Jerit kesakitan
Suster menyarankan bayar ongkos pengobatan
Ai sungguh sayang korban tak bawa uang
Suster cantik ngotot
Lalu melotot
Dan berkata “Silahkan bapak tunggu di muka!”
Hai modar aku
Hai modar aku
Jerit si pasien merasa kesakitan
Hai modar aku
Hai modar aku
Jerit si pasien merasa diremehkan
Ibu (1980)
Menjelang saat kelahiran anak
Detik akhir Ibu hidup dan mati
Namun saat seperti itu yang ia tunggu
Oh hmm
Betapa besar pengorbanannya
Sembilan bulan lamanya menanti
Dengan beban yang ia tanggung sendiri
Doa puji pada-Nya mohon selamat
Oh hmm
Tak pernah terlupa setiap saat
Dan ia pun selalu berdoa
Bergunalah bagi nusa dan bangsa
Dan bukan menjadi sampah negara
Kata kata itu terucap selalu
Sejak akhir hingga binasa
Ku renung selalu
Aku menyesal pernah kecewakan hatinya
Mak
Mak perut Udin keroncongan
Belum makan dari tadi malam
Mak beliin dong Inah pakaian untuk seragam
Inah cuma punya sepasang
Itu juga sudah penuh tambal
Inah malu sama teman teman
Mak beliin dong buku tulis keluh Ujang
Buku kemarin yang Mak belikan
Sudah habis terisi pelajaran
Baik anakku kan Mak penuhi permintaan kalian
Asal Bapak sudah pulang
Baik anakku kan Mak penuhi permintaan kalian
Asal Bapak sudah pulang
Tiba tiba pintu depan diketuk orang
Mang Mamat teman sekerja Ayahnya datang
Membawa kabar
Tentang malapetaka yang menimpa Ayahnya
Dia tertiban beton dari atas bangunan
Kini dia terbujur lesu diatas kasur rumah sakit
Si Ibu bingung harus bagaimana
Mak kenapa Ayah kok belum pulang ?
Tanya ketiga putra putrinya
Si Ibu bingung harus menjawab apa
Mak nanti kalau Ayah sudah pulang
Pasti membawa banyak uang
Bisa membeli nasi Udin tak lapar lagi
Bisa membeli baju untuk seragam
Inah tak malu lagi
Bisa membeli buku tulis untuk Ujang
Kata ketiga putra putrinya
Yang tidak tahu bahwa Ayahnya terkena musibah
Si Ibu bingung harus menjawab apa
Si Ibu bingung harus menjawab apa
Menangis dia
Terbayang jelas wajah suaminya
Dan terpikir soal biaya pengobatan suaminya
Yang terlalu mahal bagi ukuran pekerja kasar
Yang terlalu mahal bagi ukuran pekerja kasar
Terngiang jelas permintaan putra putrinya
Yang tak mungkin bisa terkabulkan
Si Ibu bingung harus bagaimana
Si Ibu bingung harus bagaimana
Si Ibu bingung harus bagaimana
Menangis dia
Dalam kalut
Ia selalu mengharap uang mandor suaminya
Untuk keperluan anaknya
Untuk biaya pengobatan suaminya
Tapi si mandor pelit
Waktu si Ibu meminta pertolongan si mandor suaminya
Yang rupanya mandor itu bandot tertawa genit
Dalam otak si Ibu terselip
Pikiran yang sangat sempit
Sebab keluarga yang saya ceritakan itu pailit
Dan amat sangat memerlukan duit
Dengan perantara tubuh molek si Ibu
Keperluan anaknya dan biaya pengobatan suaminya
Bisa terpenuhi
Si Ibu tersenyum
Si Ibu tersenyum
Si Ibu tersenyum
Melihat keluarganya bisa kembali seperti semula
Sekalipun hati si Ibu amat tersiksa
Si Ibu tersenyum
Melihat keluarganya bisa kembali seperti semula
Sekalipun hati si Ibu tersiksa
Gaya Travolta
Go go go goyang
Gaya Travolta kaum remaja
Seperti
Mince, Dince, Ance, Luce
Mabok disko yang merajalela di ibukota
Lagi lagi gengsi yang mereka tonjolkan
Tante tante dan si om senang
Tak mau ketinggalan
Di jalanan pun dia raja
Pinggulnya bergoyang
Sebuah bemo datang dari belakang
Menubruk pantat tante
Keringat mengucur
Make up nya luntur
Si tante kecebur lumpur
Pemborong Jalan
Deru mesin motor jelas terdengar
Mengarung jalan penuh lubang
Baru kemarin selesai diaspal
Terkena hujan kok jerawatan?
Oh oh kasihan
Bayar pajak mahal
Banyak jalan
Seperti comberan
Pemborong berpengalaman tertawa
Berteman pipa topi baja
Bercanda dengan istri paling mudah
Tak ingat jalan dan pekerja
Oh oh kasihan
Nasib pekerja jalan
Tenaga hilang
Gaji tidak berimbang
Inspirasi
Sore itu aku duduk sendiri
Duduk termenung
Dipinggir kali yang sepi
Bukannya ku putus asa
Kan bunuh diri
Apalagi korban permainan cinta
Patah hati
Pura pura aku jadi pemusik
Duduk disitu ku menciptakan lagu
Syair telah tersusun rapi
Diotakku
Tiba tiba aku dikejutkan
Dengan suara
Sendu aneh lucu
Dan kucarilah suara itu
Kulihat kanan dan kiri
Jebulnya om Pasikom lagi
Beraksi
Eh pantesan saya kira
Pisang goreng pisang goreng
Dibuang di kali
Warna kuning kabul kabul
Jalan sendiri
Eh pantesan saya kira
Pisang goreng pisang goreng
Dibuang di kali
Warna kuning kabul kabul
Jalan sendiri
Inspirasi berantakan
Hilang semua
Bencana Alam
Sekian manusia resah menatap wajah sesamanya
Duka karena bencana
Petaka menimpa diri dan dalam hatinya berkata
Besarkah dosa hamba ?
Menjelang saat ajal daku membayang
Gapai tangan minta
Tolong semua
Bencana alam melandanya
Kehendak yang kuasa
Peringatan kah bagi kita ?
Manusia di dunia
Karena kita tlah saling cinta harta benda dan kuasa
Tanpa pandang kebenaran
Dan tanpa pandang keadilan
Bencana alam melandanya
Tiada seorangpun kuasa menekan
Bencana alam melandanya
Miskin kaya kana petaka yang sama
Akhirnya ku merenung pula
Mengapa bencana alam meraja ?
Oh oh aku tak kuasa
Mungkinkah kau merenung juga ?
Mengapa bencana alam meraja ?
Oh oh ampunilah yang kuasa
Oh oh ampunilah semua
Aku Berjalan
Aku berjalan diatas jembatan
Waktu hari siang
Tengah keramaian kota
Kupandang kebawah
Berhimpit gubuk liar
Tempat tinggal gelandangan
Tampak anak kecil gundul
Tenang menggaruk koreng
Ditepi sungai yang kotor
Diseberang sana aku melihat
Seorang ibu duduk
Sedang melamun
Kan adakah masa depan yang cerah?
Bagi orang seperti dia
Kan tegakah melihat saudara kita?
Hidup menderita
Surat Dari Paman Di Desa
Kubaca surat dari paman di desa
Berdebar hati
Sepetak tanah paman di desa di gusur
Sakit hatinya tak berdaya
Hanya ada Menangis
Si buyung kecil meronta
Seakan ingin berontak
Tanah warisan yang hanya sepetak itu
Mengapa pula harus di gusur
Alasan
Satu pengumuman
Buat pemuda dan pemudi
Yang tercinta
Dan tersayang
Bila bapak ibu pergi
Ibu pamit arisan
Dan bapak pamit rapat kerja
Itu tandanya engkau harus waspada
Lebih baik kau tegur saja
Ibu arisan berapa jam
Bapak rapat berapa bulan
Sebab dijaman sekarang
Penipuan maju di segala bidang
Jaman modern katanya
Arisan lha kok sepuluh jam
Anehnya bersolek lima jam
Di salon sri bahenol
Nyeksi...ongkosnya seharga mercy
Jaman modern katanya
Rapat lha kok sepuluh hari
Anehnya bawa mobil pribadi
Wajah berseri-seri
Tampak girang sekali
Tanda tanya pasti dalam hatimu...
Tahukah kau kawan
Arisan singkatan
Aku rindu sama Anton
Arisan singkatan
Aku rindu sama Anton
Rapat kerja singkatan
Rapat empat mata
Kerumah Jamilah, Jaitun, janda muda
Rapat kerja singkatan
Rapat empat mataKerumah Jamilah, Jaitun, janda muda
22 Januari
Dua dua Januari
Kita berjanji
Coba saling mengerti
Apa di dalam hati
Dua dua Januari
Tidak sendiri
Aku berteman iblis
Yang baik hati
Jalan berdampingan
Tak pernah ada tujuan
Membelah malam
Mendung yang selalu datang
Kudekap erat
Kupandang senyummu
Dengan sorot mata yang keduanya buta
Lalu kubisikkan
Sebaris kata kata putus asa
Sebentar lagi hujan
Dua buku teori
Kau pinjamkan aku
Tebal tidak berdebu
Kubaca selalu
Empat lembar fotomu
Dalam lemari kayu
Kupandang dan kujaga
Sampai kita jemu
WANITA TIRUAN
Lihat teman dipinggir jalan
Dibawah sinar bulan
Semua berjajaran
Wanita tiruan
Oh... kasihan...
Mince, Sonya, Betty dan Mona
Cat bibir merah muda
Rambut pirang kribo tebal
Padat bodinya
Merangsang juga...
Paha putih diobralnya
Agar si om senang
Tertarik dan memandang
Tercengang...
Tiba tiba patroli datang
Semua lari tunggang langgang
Beha palsu berterbangan
Sepatu Susy ketinggalan...
Iki piye iki... iki piye iki... iki piye iki piye.....
PERJALANAN
Hari telah jauh siang
Ketika baru datang
Lama ku diperjalanan
Hampir sembilan jam berada
Di bis tua sialan
Pergi pukul tiga malam
Berjejalnya penumpang
Duduk disampingku seorang
Nenek yang tak mau diam
Panas kuping pantat pegal
Ingin kencing malu bilang
Bau bensin aku mual
Nenek muntah banyak benar
Tiga Bulan
Tiga bulan lamanya kau dalam penjara
Teman
Seratus butir telur ayam di pasar
Hilang engkau ganyang
Palu keras bapak hakim berbunyi tegas
Terbayang
Bibir sumbing gigi rompal dapat kupastikan
Malah engkau tawan
Tiga bulan lamanya kah tuan ditahan
Nikmat benar
Seratus juta uang negara terbang melayang
Masuk kantong tuan
Palu kayu bapak hakim berbunyi pelan
Terdengar sumbang
Dalam rumah dalam penjara tiada beda
Coba bayangkan teman
Dalam rumah dalam penjara tiada beda
Coba bayangkan teman
Bangunlah Putra Putri Pertiwi
Sinar matamu tajam namun ragu
Kokoh sayapmu semua tahu
Tegap tubuhmu tak kan tergoyahkan
Kuat jarimu kala mencengkeram
Bermacam suku yang berbeda
Bersatu dalam cengkerammu
Angin genit mengelus merah putihku
Yang berkibar sedikit malu malu
Merah membara tertanam wibawa
Putihmu suci penuh karisma
Pulau pulau yang berbencar
Bersatu dalam kibarmu
Terbanglah garudaku
Singkirkan kutu kutu di sayapmu
Berkibarlah benderaku
Singkirkan benalu di tiangmu
Hei jangan ragu dan jangan malu
Tunjukkan pada dunia
Bahwa sebenarnya kita mampu
Mentari pagi sudah membumbung tinggi
Bangunlah putra putri ibu pertiwi
Mari mandi dan gosok gigi
Setelah itu kita berjanji
Tadi pagi esok hari atau lusa nanti
Garuda bukan burung perkutut
Sang saka bukan sandang pembalut
Dan coba kau dengarkan pancasila itu
Bukanlah rumus kode buntut
Yang hanya berisi harapan
Yang hanya berisi khayalan
Doa Pengobral Dosa)
Disudut dekat gerbong
Yang tak terpakai
Perempuan ber make up tebal
Dengan rokok ditangan
Menunggu tamunya datang
Terpisah dari ramai
Berteman nyamuk nakal
Dan segumpal harapan
Kapankah datang
Tuan berkantong tebal
Habis berbatang batang
Tuan belum datang
Dalam hati
Resah menjerit bimbang
Apakah esok hari
Anak anakku dapat makan
Oh Tuhan beri
Setetes rezeki
Dalam hati yang bimbang berdoa
Beri terang jalan anak hamba
Kabulkanlah Tuhan
Sarjana Muda
Berjalan seorang pria muda
Dengan jaket lusuh dipundaknya
Disela bibir tampak mengering
Terselip sebatang rumput liar
Jelas menatap awan berarak
Wajah murung semakin terlihat
Dengan langkah gontai tak terarah
Keringat bercampur debu jalanan
Engkau sarjana muda
Resah mencari kerja
Mengandalkan ijazahmu
Empat tahun lamanya
Bergelut dengan buku
Tuk jaminan masa depan
Langkah kakimu terhenti
Didepan halaman sebuah jawatan
Terjenuh lesu engkau melangkah
Dari pintu kantor yang diharapkan
Terngiang kata tiada lowongan
Untuk kerja yang didambakan
Tak perduli berusaha lagi
Namun kata sama kau dapatkan
Jelas menatap awan berarak
Wajah murung semakin terlihat
Engkau sarjana muda
Resah tak dapat kerja
Tak berguna ijazahmu
Empat tahun lamanya
Bergelut dengan buku
Sia sia semuanya
Setengah putus asa dia berucap... maaf ibu...
Si Tua Sais Pedati
Bergerak perlahan dengan pasti
Di jalan datar yang berlumpur
Sesekali terdengar geletar cemeti
Diiringi teriakan lantang
Si tua sais pedati
Gerak pedati sebentar berhenti
Tampak si tua sais pedati
Mulai membuka bungkusan nasi
Yang dibekali
Sang istri
Gerak pedati lalu jalan lagi
Singgah disetiap desa
Tanpa ragu ragu tanpa malu malu
Napas segar terhembus dari sepasang lembu
Yang tak pernah merasakan sesak polusi
Dia tak pernah memerlukan
Dia tak pernah membutuhkan
Solar dan ganti oli bensin dan ganti busi
Apalagi charge aki
Dia tak pernah kebingungan
Dia tak pernah ketakutan
Akan kata orang tentang gawatnya
Krisis energi
Gerak pedati dan lenguh lembu
Seember rumput dan geletar cemeti
Seakan suara adzan yang dikasetkan
Sementara itu sang bilal (gawat)
Pulas mendengkur
Puing I
Puing berserakan disegenap penjuru
Bekas pertempuran
Bau amis darah sisa asap mesiu
Sesak napasku
Mayat mayat bergeletakan
Tak terkubur dengan layak
Dan burung burung bangkai
Menatap liar
Dan burung burung bangkai
Berdansa senang
Diujung sana banyak orang kelaparan
Diujung lainnya wabah busung menyerang
Disudut sana banyak orang kehilangan
Disudut lainnya bayi bertanya bimbang
Mama kapan ayah pulang?
Mama sebab apa perang?
Mayat mayat bergeletakan
Tak terkubur dengan layak
Dan burung burung bangkai
Menatap liar
Dan burung burung bangkai
Berdansa senang
Banyak jatuh korban
Dari mereka
Yang tak mengerti apa apa
Suara tangis terdengar dari bekas reruntuhan
Seorang ibu muda yang baru melahirkan
Lama meratapi sesosok tubuh mayat suaminya
Dan burung burung bangkai
Menatap liar
Dan burung burung bangkai
Berdansa senang
Tinggi peradaban teknologi berkembang
Senjata hebat terciptakan
Sarana pembantaian semakin bisa diwujudkan
Oh mengerikan
Berhentilah jangan salah gunakan
Kehebatan ilmu pengetahuan
Untuk menghancurkan
Dan burung burung bangkai
Menatap liar
Dan burung burung bangkai
Berdansa senang
Ambisi
Langkahmu pelan tertatih
Dengan denyut nadi nyaris terhenti
Namun jangan padam ambisi
Rambutmu kusut tak rapi
Melekat di tubuh sejuta daki
Namun jangan padam ambisi
Namun jangan padam ambisi
Tak berkaki
Coba untuk berlari
Tak berjari
Cengkeram berulang kali
Keinginan dihati
Sinar terang lampu merkuri
Pasti akan engkau dapati
Tentu berbekal ambisi
Tentu tak tinggal ambisi
Tak bermata
Pandang dunia dengan jiwa
Tak bertelinga
Jangan cepat kecewa
Tak berkaki Coba untuk berlari
Tak berjari
Cengkeram berulang kali
Keinginan dihati
Opiniku
Manusia sama saja dengan binatang
Selalu perlu makan
Namun caranya berbeda
Dalam memperoleh makanan
Binatang tak mempunyai akal dan pikiran
Segala cara halalkan demi perut kenyang
Binatang tak pernah tahu rasa belas kasihan
Padahal disekitarnya petani berjalan pincang
Namun kadang kala ada manusia
Seperti binatang ( kok bisa ? )
Bahkan lebih keji
Dari binatang macan
Tampar kiri kanan alasan untuk makan
Padahal semua tahu dia serba kecukupan
Intip kiri kanan lalu curi jatah orang
Peduli sahabat kental kurus kering kelaparan
Manusia sama saja dengan binatang
Selalu perlu makan
Namun caranya berbeda
Dalam memperoleh makanan
Namun kadang kala ada manusia
Seperti binatang
Bahkan manusia lebih keji
Dari binatang
Guru Umar Bakri)
Tas hitam dari kulit buaya
Selamat pagi berkata bapak Umar Bakri
Ini hari aku rasa kopi nikmat sekali
Tas hitam dari kulit buaya
Mari kita pergi memberi pelajaran ilmu pasti
Itu murid bengalmu mungkin sudah menunggu
Laju sepeda kumbang dijalan berlubang
Selalu begitu dari dulu waktu jaman Jepang
Terkejut dia waktu mau masuk pintu gerbang
Banyak polisi bawa senjata berwajah garang
Bapak Umar Bakri kaget apa gerangan?
“Berkelahi pak!” jawab murid seperti jagoan
Bapak Umar Bakri takut bukan kepalang
Itu sepeda butut dikebut lalu cabut kalang kabut (Bakri kentut)
cepat pulang
Busyet... standing dan terbang
Umar Bakri Umar Bakri
Pegawai negeri
Umar Bakri Umar Bakri
Empat puluh tahun mengabdi
Jadi guru jujur berbakti memang makan hati
Umar Bakri Umar Bakri
Banyak ciptakan menteri
Umar Bakri
Profesor dokter insinyurpun jadi
(Bikin otak orang seperti otak Habibie)
Tapi mengapa gaji guru Umar Bakri
Seperti dikebiri
Bakri Bakri
Kasihan amat loe jadi orang
Gawat
Tarmijah Dan Problemnya
Cerita duka pembantu rumah tangga
Harga Tarmijah sebulan delapan ribu rupiah
Di pagi buta sedang pulas tidur kita
Neng Tarmijah sudah bangun lalu bekerja
Siapkan sarapan
Bersihkan halaman
Siapkan pakaian
Seragam sekolah untuk anak majikan
Setelah beres Tarmijah dipanggil nyonya
Pergi ke pasar belanja ini hari
Asin sedikit Tarmijah di caci maki
Masakan lezat tak pernah di puji
Oh sudah pasti keki
Namun hanya disimpan dalam hati
Di malam minggu anak majikan berdandan
Sambut sang pacar itu suatu kewajiban
Nona Tarmijah tak mau ketinggalan
Lalu berdandan siap untuk berkencan
Nyonya majikan lihat Tarmijah berkencan
Di muka rumah terhalang pagar halaman
Nyonya naik pitam
Tarmijah kena hantam
Nyonya naik pitam
Tarmijah kena hantam
Tarmijah K.O.
Tarmijah K.O.
Obat Awet Muda
Tante tante yang kesepian
Bertingkah seperti perawan
Berlomba lomba mencari pasangan
Persis oplet tua yang cari omprengan
Di ujung jalan
Saling berebut cari muatan
Slop dasi gaun model Paris
Eye shadow parfum impor
Duduk dibelakang stir mobil Mercedes
Pasangannya seorang pemuda
Yang jimatnya melebihi dosis
Sebesar burung belibis
Hey aku mendesis
Tuan yang merasa hidung belang
Keranjingan main perempuan
Tak peduli itu istri orang
Yang penting bisa ngasah pedang
Warisan dari nenek moyang
Pedang tajam wanita ditendang
Jangan nyonya ingat dong suami
Jangan tuan ingat anak istri
Jawab mereka apa ?
Justru itu harus kami lakukan
Mengapa harus dilakukan ?
Ndak tau ?
Karena itu karena itu
Obat awet muda
Tak Biru Lagi Lautku
Hamparan pasir
Tampak putih berbuih
Kala sisa ombak merayap
Hamparan pasir
Terasa panas menyengat
Di telapak kaki yang berkeringat
Camar camar hitam
Terbang rendah melayang
Di sekitar perahu nelayan
Daun kelapa
Elok saat melambai
Mengikuti arah angin
Tampak ombak
Kejar mengejar menuju karang
Menampar tubuh pencari ikan
Semilir angin berhembus
Bawa dendang unggas laut
Seperti restui jala nelayan
Gurau mereka
Oh memang akrab dengan alam
Kudengar dari kejauhan
Dan batu batu karang
Tertawa ramah bersahabat
Memaksa aku tuk bernyanyi
Tampak ombak
Kejar mengejar menuju karang
Menampar tubuh pencari ikan
Semilir angin berhembus
Bawa dendang unggas laut
Seperti restui jala nelayan
Itu dahulu
Berapa tahun yang lalu
Cerita orang tuaku
Sangat berbeda
Dengan apa yang ada
Tak biru lagi lautku
Tak riuh lagi camarku
Tak rapat lagi jalamu
Tak kokoh lagi karangku
Tak buas lagi ombakmu
Tak elok lagi daun kelapaku
Tak senyum lagi nelayanku
Tak senyum lagi nelayanku
Isi Rimba Tak Ada Tempat Berpijak Lagi
Raung buldozer gemuruh pohon tumbang
Berpadu dengan jerit isi rimba raya
Tawa kelakar badut badut serakah
Tanpa HPH berbuat semaunya
Lestarikan alam hanya celoteh belaka
Lestarikan alam mengapa tidak dari dulu
Oh mengapa
Oh jelas kami kecewa
Menatap rimba yang dulu perkasa
Kini tinggal cerita
Pengantar lelap si buyung
Bencana erosi selalu datang menghantui
Tanah kering kerontang banjir datang itu pasti
Isi rimba tak ada tempat berpijak lagi
Punah dengan sendirinya akibat rakus manusia
Lestarikan hutan hanya celoteh belaka
Lestarikan hutan mengapa tidak dari dulu
Saja
Oh jelas kami kecewa
Mendengar gergaji tak pernah berhenti
Demi kantong pribadi
Tak ingat rejeki generasi nanti
Sapuku Sapumu Sapu Sapu
Tukang sapu kuli PU besar jasamu
Oh kawan
Dengan sapu ganyang sampah dan debu
Tuk sesuap makan
Hari panas hari hujan memang tantangan
Siapa bilang bukan
Namun tugas tetap jalan absen gaji melayang
Maklum kuli harian
Pernahkah tuan pikirkan
Jasa mereka
Pernahkah tuan renungkan
Harga keringatnya
Tukang sapu bawa sapu masuk di kantor
Bersihkan yang kotor
Cukong kotor mandor koruptor semua yang kotor
Awas kena sensor
Tukang sapu bawa sapu juga disapu
Kok bisa begitu
Istri iri lihat tetangga punya barang baru
Akupun begitu
Inilah manusia
Dengan segala macam warna hidupnya
Tuk mencapai bahagia
Semua jalan ditempuhnya
Semoga Kau Tak Tuli Tuhan
Begitu halus tutur katamu
Seolah lagu termerdu
Begitu indah bunga-bungamu
Diatas karya sulam itu
Tampilkan kebajikan seorang ibu
Dengarlah detak jantung benihku
Yang ku tanam dirahimmu
Seakan pasrah menerima
Semua warna yang kita punya
Segala rasa yang kita bina
Kuharap kesungguhanmu
Kaitkan jiwa bagai sulam dikarya itu
Kuharap keikhlasanmu
Sirami benih yang kutabur ditamanmu
Oh jelas
Rakit pagar semakin kuat
Tak goyah
Walau diusik unggas
Pintaku pada Tuhan mulia
Jauhkan sifat yang manja
Bentuklah segala warna jiwanya
Diantara lingkup manusia
Diarena yang bau busuknya luka
Bukakan mata pandang dunia
Beri watak baja padanya
Kalungkan tabah kala derita
Semoga kau tak tuli Tuhan
Dengarlah pinta kami sebagai orang tuanya
Kuharap kesungguhanmu
Kaitkan jiwa bagai sulam dikarya itu
Kuharap keikhlasanmu
Sirami benih yang kutabur ditamanmu
Oh jelas
Rakit pagar semakin kuat
Tak goyah
Walau diusik unggas
Siang Pelataran SD Sebuah Kampung
Sentuhan angin waktu siang
Kibarkan satu kain bendera usang
Di halaman sekolah dasar
Di tengah hikmat anak desa nyanyikan lagu bangsa
Bergemalah
Tegap engkau berdiri walau tanpa alas kaki
Lantang suara anak anak disana
Kadar cinta mereka tak terhitung besarnya
Walau tak terucap namun bisa kurasa
Bergemalah
Ya ha ha hau
Harapan tertanam
Ya ha ha hau
Tonggak bangsa ternyata tak tenggelam
Dengarlah nyanyi mereka kawan
Melengking nyaring menembus awan
Lihatlah cinta bangsa di dadanya
Peduli usang kain bendera
Jendela Kelas
Duduk dipojok bangku deretan belakang
Didalam kelas penuh dengan obrolan
Selalu mengacau laju khayalan
Dari jendela kelas yang tak ada kacanya
Dari sana pula aku mulai mengenal
Seraut wajah berisi lamunan
Bibir merekah dan merah selalu basah
Langkahmu tenang kala engkau berjalan
Tinggi semampai gadis idaman
Kau datang membawa
Sebuah cerita
Darimu itu pasti lagu ini tercipta
Darimu itu pasti lagu ini tercipta
Dari jendela kelas yang tak ada kacanya
Tembus pandang ke kantin bertalu rindu
Datang mengetuk pintu hatiku
Kau datang membawa
Sebuah cerita
Darimu itu pasti lagu ini tercipta
Darimu itu pasti lagu ini tercipta
catatan:
pada kaset atau CD, lagu ini ditulis dengan judul "Jendela Kelas I". Sebenarnya itu salah cetak, angka I disitu dimaksud take ke-I, bukan kelas I. Dan pembetulan ini sudah pernah direvisi oleh Iwan Fals sendiri pada waktu dia akan membawakan lagu ini pada live show di sebuah TV swasta beberapa waktu yang lalu.
Puing II
Perang perang lagi
Semakin menjadi
Berita ini hari
Berita jerit pengungsi
Lidah anjing kerempeng
Berdecak keras beringas
Melihat tulang belulang
Serdadu boneka yang malang
Tuan tolonglah tuan
Perang dihentikan
Lihatlah ditanah yang basah
Air mata bercampur darah
Bosankah telinga tuan
Mendengar teriak dendam
Jemukah hidung tuan
Mencium amis jantung korban
Jejak kaki para pengungsi
Bercengkrama dengan derita
Jejak kaki para pengungsi
Bercerita pada penguasa
( Bercerita pada penguasa )
Tentang ternaknya yang mati
Tentang temannya yang mati
Tentang adiknya yang mati
Tentang abangnya yang mati
Tentang ayahnya yang mati
Tentang anaknya yang mati
Tentang neneknya yang mati
Tentang pacarnya yang mati
( Tentang ibunya yang mati )
Tentang istrinya yang mati
Tentang harapannya yang mati
Perang perang lagi
Mungkinkah berhenti
Bila setiap negara
Berlomba dekap senjata
Dengan nafsu yang makin menggila
Nuklir pun tercipta
( nuklir bagai dewa )
Tampaknya sang jenderal bangga
Dimimbar dia berkata
Untuk perdamaian (bohong)
Demi perdamaian (bohong)
Guna perdamaian (bohong)
Dalih perdamaian (bohong)
Mana mungkin
Bisa terwujudkan
Semua hanya alasan
Semua hanya bohong besar
Nyanyianmu
Kau petik gitar nyanyikan lagu
Perlahan usap hatiku
Terucap janji ku untukmu
Tenggelam ku di tembangmu
Tulikanlah kedua telingaku
Butakanlah kedua bola mataku
Agar tak kulihat dan kudengar
Kedengkian yang mungkin benam
Memang aku jatuh
Dalam cengkeramanmu
Sunggu aku minta
Teruskanlah kau bernyanyi
Kan ku dengar itu pasti
Teruskanlah kau bernyanyi
Dan jangan lagumu terhenti
Kereta Tiba Pukul Berapa
Hilang sabar dihati
Dan tak terbendung lagi waktu itu
Lama memang kutunggu
Kedatanganmu sobat karibku
Datang telegram darimu
(Tiba kabar darimu)
Dua hari yang lalu (tunggu aku)
Di stasiun kereta itu pukul satu
Kupacu sepeda motorku
Jarum jam tak mau menunggu maklum rindu
Traffic light aku lewati
Lampu merah tak peduli jalan terus (asik)
Didepan (dimuka) ada polantas
Wajahnya begitu buas
Tangkap aku
Tawar menawar harga pas tancap gas
Sampai stasiun kereta pukul setengah dua
Duduk aku menunggu tanya loket dan penjaga
Kereta tiba pukul berapa?
Biasanya kereta terlambat
Dua jam mungkin biasa (rusak lo)
Biasanya kereta terlambat
Dua jam cerita lama
Salah Siapa
Kala surya kan tiba
Tuk menyinari semua
Isi alam semesta
Embun pagi gelisah
Enggan untuk berpisah
Ingin lenyapkan hati yang resah
Jauh jauh kau datang
Hanya untuk memandang
Betapa indah alam
Sekejap kau terdiam
Saat senja kan jelang
Tangis perpisahan tak tertahan
Oh
Adakah semua ini Engkau ciptakan
Berapa dosa yang telah ia lakukan
Tiada damai di hati ia rasakan
Siapa kan menjawabnya?
Jika ia ingin bertanya
Salahku dimana?
Tunjukkan dimana?
Yang ini salah siapa?
Celoteh Camar Tolol Dan Cemar
Api menjalar dari sebuah kapal
Jerit ketakutan
Keras melebihi gemuruh gelombang
Yang datang
Sejuta lumba lumba mengawasi cemas
Risau camar membawa kabar
Tampomas terbakar
Risau camar memberi salam
Tampomas Dua tenggelam
Asap kematian
Dan bau daging terbakar
Terus menggelepar dalam ingatan
Hatiku rasa
Bukan takdir tuhan
Karena aku yakin itu tak mungkin
Korbankan ratusan jiwa
Mereka yang belum tentu berdosa
Korbankan ratusan jiwa
Demi peringatan manusia
Korbankan ratusan jiwa
Mereka yang belum tentu berdosa
Korbankan ratusan jiwa
Demi peringatan manusia
Bukan bukan itu
Aku rasa kita pun tahu
Petaka terjadi
Karena salah kita sendiri
Datangnya pertolongan
Yang sangat diharapkan
Bagai rindukan bulan
Lamban engkau pahlawan
Celoteh sang camar
Bermacam alasan
Tak mau kami dengar
Di pelupuk mata hanya terlihat
Jilat api dan jerit penumpang kapal
Tampomas sebuah kapal bekas
Tampomas terbakar di laut lepas
Tampomas tuh penumpang terjun bebas
Tampomas beli lewat jalur culas
Tampomas hati siapa yang tak panas
Tampomas kasus ini wajib tuntas
Tampomas koran koran seperti amblas
Tampomas pahlawanmu kurang tangkas
Tampomas cukup tamat bilang naas
Asmara Tak Secengeng Yang Aku Kira
Bekas tapak tapak sepatu
Yang kupakai selalu ikuti
Kemana ku berjalan
Debu dan keringat
Yang ada diatas kulit tubuh ini
Saksi bisu bahwasannya
Tak mudah dan tak segampang
Yang selama ini aku sangka tentang asmara
Cermin di segala tempat
Sahabat terdekat
Tak pernah terlambat
Menampung setiap ungkapan
Mendekap semua keluhan
Meraih suka
Menangkap tawa
Merebut duka
Satu cerita dua manusia
Terlibat dalam amuk asmara
Satu cerita yang memang ada
Tak mungkin mati jelas abadi
Selama manusia hidup dalam alam ini
Maafkan kalau ku salah duga
Ternyata asmara itu
Tak mudah tak gampang dan tak secengeng
Yang kukira yang kusangka
Sumbang
Kuatnya belenggu besi
Mengikat kedua kaki
Tajamnya ujung belati
Menghujam di ulu hati
Sanggupkah tak akan lari
Walau akhirnya pasti mati
Di kepala tanpa baja
Di tangan tanpa senjata
Ah itu soal biasa
Yang singgah didepan mata kita
Lusuhnya kain bendera dihalaman rumah kita
Bukan satu alasan untuk kita tinggalkan
Banyaknya persoalan yang datang tak kenal kasihan
Menyerang dalam gelap
Memburu kala haru dengan cara main kayu
Tinggalkan bekas biru lalu pergi tanpa ragu
Memburu kala haru dengan cara main kayu
Tinggalkan bekas biru lalu pergi tanpa ragu
Setan setan politik
Kan datang mencekik
Walau dimasa paceklik
Tetap mencekik
Apakah selamanya politik itu kejam ?
Apakah selamanya dia datang tuk menghantam ?
Ataukah memang itu yang sudah digariskan
Menjilat, menghasut, menindas, memperkosa hak hak sewajarnya
Maling teriak maling
Sembunyi balik dinding
Pengecut lari terkencing kencing
Tikam dari belakang
Lawan lengah diterjang
Lalu sibuk (kasak kusuk) mencari kambing hitam
Selusin kepala tak berdosa
Berteriak hingga serak didalam negeri yang congkak
Lalu senang dalang tertawa
Ya ha ha
Berikan Pijar Matahari
Terhimpit gelak tertawa
Diselah meriah pesta
Seribu gembel ikut menari
Seribu gembel terus bernyanyi
Keras melebihi lagu tuk berdansa
Keras melebihi gelegar halilintar
Yang ganas menyambar
Kuyakin pasti terlihat
Dansa mereka begitu dekat
Kuyakin pasti terdengar
Nyanyi mereka yang hingar bingar
Seolah kita tidak mau mengerti
Seolah kita tidak mau perduli
Pura buta dan pura tuli
Mari kita hentikan
Dansa mereka
Dengan memberi pijar matahari
Dengan memberi pijar matahari
Terkurung gedung gedung tinggi
Wajah murung yang hampir mati
Biarkan mereka iri
Wajar bila mencaci maki
Napas terasa sesak bagai terkena asma
Nampak merangkak degup jantung keras berdetak
Setiap detik sepertinya hitam
Tak sanggup aku melihat
Lukamu kawan dicumbu lalat
Tak kuat aku mendengar
Jeritmu kawan melebihi dentum meriam
Neraka Yang Asyik
Oh oh oh kenikmatanmu
Oh oh oh memanggil hasratku
Bangkitkan khayal biru
Memacu rindu dan nafsu
Oh oh oh kau wanita cantik
Oh oh oh neraka yang asyik
Diantara gerakmu
Janjikan surga dan madu
Setiap jengkal tubuhnya
Adalah kemesraan
Namun mampu runtuhkan dunia
Hanya dengan senyumnya
Oh oh oh setan yang menarik
Oh oh oh rumit juga unik
Semua punya cerita
Yang sama tapi berbeda
Oh oh oh keindahannya
Oh oh oh kelembutannya
Hadirkan cinta dendam
Damai dan sengketa
Setiap jengkal tubuhnya
Adalah kemesraan
Namun mampu runtuhkan dunia
Hanya dengan senyumnya
Jalan Yang Panjang Berliku
Jalan panjang yang berliku
Jalan lusuh dan berbatu
Namun kuharus mampu menempuh
Bersama beban dibatinku
Kudatang berlumur debu
Kupergi bersama bayu
Diantara gelisah dan ragu
Kucoba untuk tetap kukuh
Tiadakah tempat kuberteduh
Dikala luka membiru
Segenggam harapan dalam jiwa
Hilang punah tiada kesan
Dikegelapan
Kumenanti Seorang Kekasih
Bila mentari bersinar lagi
Hatiku pun ceria kembali (asyik)
Kutatap mega tiada yang hitam
Betapa indah hari ini
Kumenanti seorang kekasih
Yang tercantik yang datang dihari ini
Adakah dia akan selalu setia
Bersanding hidup penuh pesona harapanku
Jangan kau tak menepati janji
Datanglah dengan kasihmu
Andai kau tak datang kali ini
Punah harapanku
Sunatan Massal
Bukan lantaran kerjaan brutal
Ujungnya daging harus dipenggal
Di bumi insan makin berjejal
Hingga terjadi sunatan massal
Tersenyum ramah si bapak mantri
Kerja borongan dapat rejeki
Berbondong bondong bocah sekompi
Mesti dipotong ya disunatin
Si bapak mantri bukannya bengis
Meskipun tampak sedikit sadis
Kerinyut hidung bocah meringis
Sedikit tangis anunya diiris
Buyung menginjak masa remaja
Seiring doa ayah dan bunda
Sebagai bekal masa depannya
Agar menjadi anak yang berguna
Hei sunatan massal
Aha aha
Sunatan massal
Aha aha
Ditonton orang berjubal jubal
Banyak tercecer sepatu dan sandal
Hei hari bahagia
Aha aha
Bersuka ria
Aha aha
Ada yang berjoget tari India
Stambul cha-cha dan tari rabana
Hei sunatan massal
Aha aha
Ditonton orang
Sunatan massal berjubal jubal
Banyak tercecer sepatu dan sandal
Barang Antik
Berjalan tersendat
Diantara sedan sedan licin mengkilat
Dengan warna pucat
Dan badan penuh cacat sedikit berkarat
Hei oplet tua dengan bapak sopir tua
Cari penumpang dipinggiran ibukota
Sainganmu mikrolet, bajai dan bis kota
Kini kau tersingkirkan oleh mereka
Bagai kutu jalanan
Di tengah tengah kota metropolitan
Cari muatan
Untuk nguber setoran sisanya buat makan
Hei oplet tua dengan bapak sopir tua
Cari penumpang dipinggiran ibukota
Sainganmu mikrolet, bajai dan bis kota
Kini kau tersingkirkan oleh mereka
Berjalan zig zag ngebut
Nggak peduli walau mobil sudah butut
Suara bising ribut
Yang keluar dari knalpotmu bagai kentut
Hei oplet tua dengan bapak sopir tua
Cari penumpang dipinggiran ibukota
Sainganmu mikrolet, bajai dan bis kota
Kini kau tersingkirkan oleh mereka
Oh bapak tua
Pemilik oplet tua
Tunggu nanti di tahun dua ribu satu
Mungkin mobilmu
Jadi barang antik
Yang harganya selangit
Oh bapak tua
Pemilik oplet tua
Tunggu nanti di tahun dua ribu satu
Mungkin opletmu
Jadi barang nyentrik
Yang harganya selangit
Tante Lisa
Dirumah megah ada seorang nyonya
Ramping bodinya
Lagaknya centil dan tak mau kalah
Dengan gadis remaja
Melirik matanya
Bila melihat pemuda
Yang gagak perkasa
Apalagi dia orang kaya
Hei tante Lisa
Wajahmu kini semakin mempesona
Hei tante Lisa
Setahun sudah kau jadi janda
Perceraian terjadi
Gara gara sang suami
Tak tahan melihat
Tante Lisa bercumbu dengan tetangga
Hei tante Lisa
Wajahmu kini semakin mempesona
Hei tante Lisa
Setahun sudah kau jadi janda
Hei tante Lisa
Banyak tuan tuan berkencan bersamamu
Hei tante Lisa
Lihat usiamu yang semakin tua
Jangan Bicara
Jangan bicara soal idealisme
Mari bicara berapa banyak uang dikantong kita
Atau berapa dahsyatnya
Ancaman yang membuat kita terpaksa onani
Jangan bicara soal nasionalisme
Mari bicara tentang kita yang lupa warna bendera sendiri
Atau tentang kita yang buta
Bisul tumbuh subur diujung hidung yang memang tak mancung
Jangan perdebatkan soal keadilan
Sebab keadilan bukan untuk diperdebatkan
Jangan cerita soal kemakmuran
Sebab kemakmuran hanya untuk anjing si tuan Polan
Lihat disana
Si Urip meratap
Di teras marmer direktur murtad
Lihat disana
Si Icih sedih
Diranjang empuk waktu majikannya menindih
Lihat disana
Parade penganggur
Yang tampak murung ditepi kubur
Lihat disana
Antrian pencuri
Yang timbul sebab nasinya dicuri
Jangan bicara soal runtuhnya moral
Mari bicara tentang harga diri yang tak ada arti
Atau tentang tanggung jawab
Yang kini dianggap sepi
Serdadu
Isi kepala di balik topi baja
Semua serdadu pasti tak jauh berbeda
Tak peduli perwira bintara atau tamtama
Tetap tentara
Kata berita gagah perkasa
Apalagi sedang kokang senjata
Persetan siapa saja musuhnya
Perintah datang karang pun dihantam
Serdadu seperti peluru
Tekan picu melesat tak ragu
Serdadu seperti belati
Tak dirawat tumpul dan berkarat
Umpan bergizi titah bapak menteri
Apakah sudah terbukti ?
Bila saja masih ada buruknya kabar burung
Tentang jatah prajurit yang di kentit
Serdadu seperti peluru
Tekan picu melesat tak ragu
Serdadu seperti belati
Tak dirawat tumpul dan berkarat
Lantang suaramu otot kawat tulang besi
Susu telur kacang hijau ekstra gizi
Runtuh dan tegaknya keadilan negeri ini
Serdadu harus tahu pasti
Serdadu baktimu kami tunggu
Tolong kantongkan tampang serammu
Serdadu rabalah dada kami
Gunakan hati jangan pakai belati
Serdadu jangan mau di suap
Tanah ini jelas meratap
Serdadu hoi jangan lemah syahwat
Nyonya pertiwi tak sudi melihat
Maaf Cintaku
Ingin kuludahi mukamu yang cantik
Agar kau mengerti bahwa kau memang cantik
Ingin kucongkel keluar indah matamu
Agar engkau tahu memang indah matamu
Harus kuakui bahwa aku pengecut
Untuk menciummu juga merabamu
Namun aku tak takut untuk ucapkan
Segudang kata cinta padamu
Mengertilah
Perempuanku
Jalan masih teramat jauh
Mustahil berlabuh
Bila dayung tak terkayuh
Maaf cintaku
Aku menggurui kamu
Mengertilah
Perempuanku
Jalan masih teramat jauh
Mustahil berlabuh
Bila dayung tak terkayuh
Maaf cintaku
Aku nasehati kamu
Maaf cintaku
Aku menggurui kamu
Maaf cintaku
Aku nasehati kamu
Maaf cintaku
Aku menggurui kamu
Tolong Dengar Tuhan
Oh Tuhan
Apakah kau dengar?
Jerit umatmu
Diselah tebalnya debu
Oh Tuhan
Adakah kau murung?
Melihat beribu wajah berkabung
Disisa gelegar Galunggung
Oh Tuhan
Tamatkan saja
Cerita pembantaian orang desa
Yang jelas hidup tak manja
Oh Tuhan
Katanya engkau maha bijaksana
Tolong Galunggung pindahkan ke kota
Dimana tempat segala macam dosa
Berat beban kau datangkan
Pada mereka disana
Cela apa nista apa
Hingga engkau begitu murka
Sungguh ku tak mengerti
Hingar tangis karena adabmu
Setiap detik duka berpadu
Semakin keras jerit tak puas
Dari mereka yang resah bertanya
Adilkah keputusanmu?
Acap kali rintih memaki
Setiap duka tuding Ilahi
Jangan salahkan kecewa kami
Bosan dalam irama takdirmu
Walau ku tak terganggu
Bukankah kau maha tahu
Pengasih penyayang
Namun mengapa selalu saja
Itu hanya cerita
Oh Tuhan
Tolong hentikan
Oh Tuhan
Dengar rintihan
Amuk lahar yang datang hanguskan bumi
Tinggalkan arang penghuni desa pergi
Gemuruh batu hancurkan saudaraku
Ulurkan tangan bantulah sesamamu
Tuhan
Salah apakah mereka?
Asmara dan Pancaroba
Awan hitam semakin legam
Hujan panas silih berganti
Gelombang panas menyengat bumi
Insan merintih tak berhenti
Rintih tangis di malam hari
Jerit pilu menyayat kalbu
Wajah sendu menanti pagi
Hujan badai berhenti
Kicau burung ramai bernyanyi
Tanda musim berganti
Kasihku kan datang berlari
Menjemput hatiku yang sepi
Kini ku bersama kembali
Seperti dahulu berseri
Asmaraku yang telah pergi
Kini bersemi lagi
Azan Subuh Masih Di Telinga
Ketika fajar menjelang
Terlihat dia melangkah enggan
Seirama dengan dendang subuh
Yang singgah di hati keruh
Sempit jalan berdesak bangunan
Memandang sinis mendakwa bengis
Perempuan satu dan hitamnya waktu
Dihapusnya gincu dengan ujung baju
Dibuangnya dengus birahi sejuta tamu
Hari pagi menyambut kau kembali
Mengusap nadi mengelus hati
Sesal di hatimu kian mengganggu
Kau reguk habis semua doa doa
Dari surau depan rumah yang kau sewa
Tak terasa surya duduk di kepala
Azan subuh masih di telinga
Terdengar renyah tawa gadis sekolah
Menyibak tabir cerita lama
Didepan retaknya cermin yang telah usang
Menari dia seperti dahulu
Terdengar pelan ketuk pintu
Tegur anakmu buyarkan lamunan
Perempuan satu kian terbelenggu
Dihapusnya gincu dengan ujung baju
Dibuangnya dengus birahi sejuta tamu
Berkacalah Jakarta
Langkahmu cepat seperti terburu
Berlomba dengan waktu
Apa yang kau cari belumkah kau dapati
Diangkuh gedung gedung tinggi
Riuh pesta pora sahabat sejati
Yang hampir selalu saja ada
Isyaratkan enyahlah pribadi
Lari kota Jakarta lupa kaki yang luka
Mengejek langkah kura kura
Ingin sesuatu tak ingat bebanmu
Atau itu ulahmu kota
Ramaikan mimpi indah penghuni
Jangan kau paksakan untuk berlari
Angkuhmu tak peduli
Luka di kaki
Jangan kau paksakan untuk tetap terus berlari
Bila luka di kaki belum terobati
Berkacalah Jakarta
Lari kota Jakarta lupa kaki yang luka
Mengejek langkah kura kura
Ingin sesuatu tak ingat bebanmu
Atau itu ulahmu kota
Ramaikan mimpi indah penghuni
Jangan kau paksakan untuk berlari
Angkuhmu tak peduli
Luka di kaki
Jangan kau paksakan untuk tetap terus berlari
Bila luka di kaki belum terobati
Berkacalah Jakarta
Rindu Tebal
Sewindu sudah lamanya waktu
Tinggalkan tanah kelahiranku
Rinduku tebal kasih yang kekal
Detik ke detik bertambah tebal
Pagi yang kutelusuri
Riuh tak bernyanyi
Malam yang aku jalani
Sepi tak berarti
Saat kereta mulai berjalan
Rinduku tebal tak tertahankan
Terlintas jelas dalam benakku
Makian bapak usir ku pergi
Hanya menangis yang emak bisa
Dengan terpaksa kutinggalkan desa
Seekor kambing kucuri
Milik tetangga tuk makan sekeluarga
Bapak tak mau mengerti
Hilang satu anak tuk harga diri
Aku pergi meninggalkan coreng hitam dimuka bapak
Yang membuat malu keluargaku
Kuingin kembali mungkinkah mereka mau terima
Rinduku
Maafkan semua kesalahanku
Kursi kereta yang pasti tahu
Sugali
Sua sua sua suara berita
Tertulis dalam koran
Tentang seorang lelaki yang sering keluar masuk bui
Jadi buronan polisi
Dar der dor suara senapan
Sugali anggap petasan
Tiada rasa ketakutan punya ilmu kebal senapan
Semakin lupa daratan
Lihat sugali menari
Di lokasi WTS kelas teri
Asik lembur sampai pagi
Usai garong hambur uang peduli setan
Di di du Di du da di du
Di di du di du du
Di di du Di du da di du
Di du da di du di da di du di da du
Ramai gunjing tentang dirimu
Yang tak juga hinggap rasa jemu
Suram hari depanmu
Rasa was was mata beringas
Menunggu datang peluru yang panas
Di waktu hari naas
Oh bisik jangkrik ditengah malam
Tenggelam dalam suara letusan
Kata berita di mana mana
Tentang Sugali tak tenang lagi dan lari sembunyi
Tar ter tor suara senapan
Sugali anggap petasan
Tiada rasa ketakutan punya ilmu kebal senapan
Sugali makin keranjingan
Lihat sugali menari
Di lokasi WTS kelas teri
Asik joget sampai lecet
Genit gelitik cewek binal paling busyet
Nak
Jauh jalan yang harus kau tempuh
Mungkin samar bahkan mungkin gelap
Tajam kerikil setiap saat menunggu
Engkau lewat dengan kaki tak bersepatu
Duduk sini nak dekat pada bapak
Jangan kau ganggu ibumu
Turunlah lekas dari pangkuannya
Engkau lelaki kelak sendiri
Siang Seberang Istana
Seorang anak kecil bertubuh dekil
Tertidur berbantal sebelah lengan
Berselimut debu jalanan
Rindang pohon jalan menunggu rela
Kawan setia sehabis bekerja
Siang di seberang sebuah istana
Siang di seberang istana sang raja
Kotak semir mungil dan sama dekil
Benteng rapuh dari lapar memanggil
Gardu dan mata para penjaga
Saksi nyata yang sudah terbiasa
Tamu negara tampak terpesona
Mengelus dada gelengkan kepala
Saksikan perbedaan yang ada
Sombong melangkah istana yang megah
Seakan meludah diatas tubuh yang resah
Ribuan jerit didepan hidungmu (matamu)
Namun yang ku tahu tak terasa mengganggu
Gema azan ashar sentuh telinga
Buyarkan mimpi sikecil siang tadi
Dia berdiri malas melangkahkan kaki
Diraihnya mimpi digenggam tak dilepaskan lagi
Kaum Urbanis
Bersama mereka ku datang
Perempuan penjual kembang
Anak ganas dan pasanda
Menuju negeri yang penuh dengan peraturan
Sedang keadaan tak pernah menjadi mapan
Bukalah pintu dan jendela
Dengarkanlah nyanyian kami
Penari Jalanan
Berbedak dan bergincu
Menutupi mukanya yang berkerut
Selendang biru dipundaknya
Melengkapi dandanannya
Seorang penari jalanan
Menawarkan senyumnya
Pada orang yang melingkarinya
Menari dan menyanyi
Diiringi gamelan tua
Sementara anaknya tertidur dibuai lagu ibunya
Penari jalanan yang terbuang dijalanan
Menari dan menyanyi setiap malam
Keringat menghapus bedakmu
Tinggallah wajah yang tua
Diremangnya sinar lampu
Ketika anaknya terbangun
Dilihat ibunya masih menari
Lalu dia tertidur kembali
Berjanji pada diri sendiri
Kelak untuk menggantikan ibunya
Penari jalanan yang terbuang dijalanan
Menari dan menyanyi setiap malam
Keringat menghapus bedakmu
Tinggallah wajah yang tua
Diremangnya sinar lampu
Warijem Dan Tukiman
Ini kisah percintaan asli
Antara Tukiman dan Warijem
Status Warijem perawan sexy yang merangsang
Status Tukiman duda bulukan yang serampangan
Cinta mereka bersemi
Dibawah jembatan Semanggi
Disaksikan dengus mesin
Yang melintas diatas kepala
Senyum Warijem tak pernah hilang tebuang
Senyum Tukiman dibalik kumis melintang
Cinta mereka bersemi
Di dinding nurani Semanggi
Bulan bintang
Dingin malam
Desir angin
Lampu taman
Saksikan Warijem
Saksikan Tukiman
Warijem Tukiman
Disaksikan malam
Saksikan Warijem
Saksikan Tukiman
Warijem Tukiman
Disaksikan malam
Sayang cinta kasih mereka
Tak dapat dilanjutkan
Sebab sepasukan hansip keburu turun tangan
Tukiman Warijem diseret kemanan
Karena ketahuan main gelut-gelutan
Di rerumputan
Timur Tengah II / Bakar
Tuhan tolong dengarkan
Nyanyian pinggir jalan
Malam dibawah bulan
Dalam waktu yang rawan
Marah dibawah tanah
Dilangit ada merah
Menuju satu arah
Bakar bakar
Disana ada bohong
Disana ada mayat
Disana ada suara
Bom bom
Raut muka resah
Orang orang susah
Ada banyak mata
Buta
Resah luka kaki
Semakin menjadi
Ada banyak kuping (telinga)
Tuli
Malam hampir pagi
Debu jalan datang lagi
Malam hampir pagi
Bising mesin bunyi lagi
Malam hampir pagi
Kelicikan mulai lagi
Malam hampir pagi
Teriakku hilang lagi
Serenade
Aku ingin nyanyikan lagu
Buat orang orang yang tertindas
Hidup di alam bebas
Dengan jiwa yang terpapas
Dengan jiwa yang terpapas
Kenapa harus takut pada matahari ?
Kepalkan tangan dan halau setiap panasnya
Kenapa harus takut pada malam hari ?
Nyalakan api dalam hati usir segala kelamnya
Aku ingin nyanyikan lagu
Bagi kaum kaum yang terbuang
Kehilangan semangat juang
Terlena dalam mimpi panjang
Ditengah hidup yang bimbang
Kenapa harus takut pada matahari ?
Kepalkan tangan dan halau setiap panasnya
Kenapa harus takut pada malam hari ?
Nyalakan api dalam hati usir segala kelamnya
Di lorong lorong lorong jalan
Di kolong kolong kolong jembatan
Di kaki kaki kaki lima
Di bawah menara
Kau masih mendekap derita
Kau masih mendekap derita
Kenapa harus takut pada matahari ?
Kepalkan tangan dan halau setiap panasnya
Kenapa harus takut pada malam hari ?Nyalakan api dalam hati usir segala kelamnya
Aku ingin nyanyikan lagu
Tanpa kemiskinan dan kemunafikan
Tanpa air mata dan kesengsaraan
Agar dapat melihat surga
Agar dapat melihat surga
Kenapa harus takut pada matahari ?
Kepalkan tangan dan halau setiap panasnya
Kenapa harus takut pada malam hari ?
Nyalakan api dalam hati usir segala kelamnya
Senandung Istri Bromocorah
Nak berhentilah
Jangan sekolah bapakmu sudah tak kerja
Nak jangan menangis
Memang begini keadaannya
Pangkalan jatah ditoko toko dan diparkiran
Sudah bukan milik bapak lagi
Nak mari berdoa
Agar bapak selamat dari penembakan
Berita gencar
Disetiap lembaran koran
Tentang dibunuhnya para bromocorah
Maafkan bapakmu anakku
Yang tak bisa membesarkanmu
Jangan kau benci bapakmu
Entah bagaimana masa depanmu
Entah bagaimana hari depanmu
Oh anakku
Jangan kau ikuti jejak bapakmu
Nak mari berdoa
Agar bapak selamat dari penembakan
Berita gencar
Disetiap lembaran koran
Tentang dibunuhnya para bromocorah
Maafkan bapakmu anakku
Yang tak bisa membesarkanmu
Jangan kau benci bapakmu
Entah bagaimana masa depanmu
Entah bagaimana hari depanmu
Oh anakku
Jangan kau ikuti jejak bapakmu
2 Menit 10 Detik
Yang menangis di ketiakku
Engkaukah itu perempuanku?
Diamlah diamlah
Berhentilah berhentilah
Sebentar
Yang tertawa di nganga luka
Engkaukah itu betinaku?
Puaskah hatimu?
Teruslah tertawa
Hingar
Kupaksa Untuk Melangkah
Kulangkahkan kakiku yang rapuh
Tinggalkan sepi kota asalku
Saat pagi buta
Sandang gitar usang
Ku coba menantang
Keras kehidupan
Datangi rumah rumah tak jemu
Petik tali tali senar gitarku
Dari tenda ke tenda
Warung yang terbuka
Lantang nyanyikan lagu
Oh memang kerjaku
Tak pasti jalur jalan hidup
Ku tunggu putaran roda nasib
Ku coba paksakan untuk melangkah
Sementara
Kerikil kerikil tajam menghadang
langkahku
Krisis Pemuda
Bermacam macam tuduhan
Yang menimpa pemuda
Bermacam macam sindiran
Menyelimuti hidup pemuda
Tak ada yang mau mengerti
Akan segala kemampuannya
Dan tak ada yang mau peduli
Mengapa sampai jadi korban
Kelinci kelinci percobaan
Semua sibuk dengan kekayaan
Semua sibuk dengan alasan
Seakan melepas kasih sayangnya
Dimana kusumbangkan tenaga
Demi laju bangun negara
Tapi tak sempat ku berbicara
Lowongan kerja tak kudapatkan
Sistim koneksi
Sistim famili
Merajalela di setiap instansi
Sistim koneksi
Sistim famili
Merajalela di setiap instansi
Oh oh oh oh
Krisis pemuda
Melanda negeri tercinta (Indonesia)
Oh oh oh oh
Krisis pemuda
Melanda negeri tercinta (Indonesia)
Kembang Pete
Kuberikan padamu
Setangkai kembang pete
Tanda cinta abadi
Namun kere
Buang jauh jauh
Impian mulukmu
Sebab kita tak boleh
Bikin uang palsu
Kalau diantara kita jatuh sakit
Lebih baik tak usah ke dokter
Sebab ongkos dokter disini
Terkait di awan tinggi
Cinta kita cinta jalanan
Yang tegar mabuk di persimpangan
Cinta kita cinta jalanan
Yang sombong menghadap keadaan
Semoga hidup kita bahagia
Semoga hidup kita sejahtera
Semoga hidup kita bahagia
Semoga hidup kita sejahtera
Kuberikan untukmu
Sebuah batu akik
Tanda sayang batin
Yang tercekik
Rawat baik baik
Walau kita terjepit
Dari kesempatan
Yang semakin sempit
Cinta kita cinta jalanan
Yang tegar mabuk di persimpangan
Cinta kita cinta jalanan
Yang sombong menghadap keadaan
Semoga hidup kita bahagia
Semoga hidup kita sejahtera
Semoga hidup kita bahagia
Semoga hidup kita sejahtera
Semoga hidup kita bahagia
Semoga hidup kita sejahtera
Semoga hidup kita bahagia
Semoga hidup kita sejahtera
P.H.K.
Lelaki renta setengah baya
Geram di trotoar jalan
Saat panas tikam kepala
Seorang buruh disingkirkan
Bising mesin menyulut resah
Masih bisa engkau pendam
Canda anak istri dirumah
Bangkitkan kau untuk bertahan
Oh yaya Oh yaya Oh Yaa
Oh yaya Oh yaya Oh Yaa
Pesangon yang engkau kantongi
Tak cukup redakan gundah
Tajam pisau kepalan tangan
Antar kau ke pintu penjara
Oh yaya Oh yaya Oh Yaa
Oh yaya Oh yaya Oh Yaa
Sedanau nanah dari matamu
Tak mampu jatuhkan hati mereka
Serimba luka didalam jiwa
Juga tak berarti
Hitam benak kini mulai akrab
Hitam benar isi hari harimu
Kau tafakur dibalik jeruji pengap
Kau menjerit coba melawan
Nona
Sudah cukup jauh
Perjalanan ini
Lewati duka lewati tawa
Lewati segala persoalan
Kucoba berkaca
Pada jejak yang ada
Ternyata aku sudah tertinggal
Bahkan jauh tertinggal
Bodohnya diriku
Tak percaya padamu
Lalu sempat aku berfikir
Untuk tinggalkan kamu
Nona maafkan aku
Nona peluklah aku
Nona begitu perkasanya dirimu
Yakiniku
Nona marahlah padaku
Nona
Nonaku
Aku tak peduli
Apa kata mereka
Hari ini engkau disini
Esok tetap disini
Nona maafkan aku
Nona peluklah aku
Nona begitu perkasanya dirimu
Yakiniku
Nona marahlah padaku
Nona Nonaku
Nona maafkan aku
Nona nona nona nonaku
Nona nona nona nonaku
Perempuan Malam
Perempuan malam mandi di kali
Buih buih busa sampo ketengan
Di atas kepala lewat kereta
Yang berjalan lamban nakal menggoda
Disambut tawa renyah memecah langit
Dengus kereta semakin hening
Semua noda coba dibersihkan
Namun masih saja terlihat kotor
Karena kereta kirimkan debu
Yang datang tak mampu ia tepiskan
Perempuan malam kenakan handuknya
Setelah usap seluruh tubuhnya
Hangatkan tubuh di cerah pagi
Pada matahari
Keringkan hati yang penuh tangis
Walau hanya sesaat
Segelas kopi sebatang rokok
Segurat catatan yang tersimpan
Perempuan malam menunggu malam
Untuk panjangnya malam
Perempuan malam diikat tali
Di hidup di mimpi di hatinya
Aku hanya lihat dari jembatan
Tanpa mampu untuk melepaskan
Perempuan malam dipinggir jerami
Nyanyikan doa nyalakan api
Perempuan malam dipinggir jerami
Nyanyikan doa nyalakan api
14 April 2006
Pinggiran Kota Besar
Pinggiran kota besar
Nafasmu makin bingar
Kudengar dari sini
Bagai nyanyiannya oh
Cerobong asap pabrik
Berlomba ludahi langit
Barisan mobil besar
Gelisah angkut barang
Ada kabar engkau tuli
Pinggiran kota besar
Kulihat tidur mendengkur
Diranjang banyak orang
Peduli kau bermimpi
Selagi cukup nyenyak
Asiknya buang kotoran
Lukai hari kami
Cemari hati ini
Ada kabar engkau buta
Sungai kotor bau dan beracun
Penuh limbah kimia
Kita mandi mencuci disana
Lihatlah lihatlah
Ikan ikan pergi atau mati
Tak kulihat yang pasti
Kau yang tidur bangunlah segera
Lihatlah lihatlah
Telanjang anak kecil
Berenang disungai kotor
Tertawa riang bercanda
Sambil menggaruk koreng
Pinggiran kota besar
Merasa tidur terganggu
Beranjak dari ranjang
Tutup pintu jendela
Nutup pintu jendela
Sungai kotor bau dan beracun
Penuh limbah kimia
Kita mandi mencuci disana
Lihatlah lihatlah
Ikan ikan pergi atau mati
Tak kulihat yang pasti
Kau yang tidur bangunlah segera
Lihatlah lihatlah
Hitam kaliku
Hitam legam hatiku
Legam hariku
Legam hitam kaliku
Bento
Namaku Bento rumah real estate
Mobilku banyak harta berlimpah
Orang memanggilku boss eksekutif
Tokoh papan atas atas segalanya
Asyik
Wajahku ganteng banyak simpanan
Sekali lirik oke sajalah
Bisnisku menjagal jagal apa saja
Yang penting aku senang aku menang
Persetan orang susah karena aku
Yang penting asyik sekali lagi
Asyik
Khotbah soal moral omong keadilan
Sarapan pagiku
Aksi tipu tipu lobying dan upeti
Woow jagonya
Maling kelas teri bandit kelas coro
Itu kantong sampah
Siapa yang mau berguru datang padaku
Sebut tiga kali namaku Bento Bento Bento
Asyik
Condet
Kubuka jendela
Sapa angin pagi
Ringan kau melangkah
Songsong hidup ini
Hela lenguh lembu
Halau burung burung
Bocah tawa riang
Canda di kali yang jernih
Bila malam
Tembang di purnama
Yang memberi semangat
Hidup esok hari
Kubuka jendela
Maki angin pagi
Berat kau melangkah
Tuk dapatkan kesempatan
Roda teknologi
Enyahkan pedati
Bias rumah kaca
Lubangi paru bumi
Syair Ronggowarsito
Jerit dan keringat
Gemuruhnya Rolling Stones
Api revolusi
Haruskah padam
Digantikan figur yang tak pasti
Eseks eseks udug udug (Nyanyian Ujung Gang)
Menangis embun pagi yang tak lagi bersih
Jubahnya yang putih tak berseri ternoda
Daun daun mulai segan menerima
Apa daya tetes embun terus berjatuhan
Mengalir sungai sungai plastik jantung kota
Menjadi hiasan yang harusnya tak ada
Udara penuh dengan serbuk tembaga
Topeng topeng pelindung harus dikenakan
Ini desaku
Ini kotaku
Ini negeriku
Ya
Robot robot bernyawa tersenyum menyapaku
Selamat datang kawan di belantara batu
Kulanjutkan melangkah antara bising malam
Mencari tempat mencari harapan
Aku melihat
Aku bertanya
Aku terluka
Ya
Wahai kawan hei kawan bangunlah dari tidurmu
Masih ada waktu untuk kita berbuat
Luka di bumi ini milik bersama
Buanglah mimpi mimpi
Buanglah mimpi mimpi
Buanglah mimpi mimpi
Buanglah mimpi mimpi
Buanglah mimpi mimpi
Buanglah mimpi mimpi
Air Mata Api
Aku adalah lelaki tengah malam
Ayahku harimau ibuku ular
Aku dijuluki orang sisa sisa
Sebab kerap merintih kerap menjerit
Temanku gitar temanku lagu
Nyanyikan tangis marah dan cinta
Temanku niat temanku semangat
Yang kian hari kian berkarat semakin berkarat
Aku berjalan orang cibirkan mulut
Aku bicara mereka tutup hidung
Aku tersinggung peduli nilai nilai
Aku datangi dengan segunung api
Mereka lari ke ketiak ibunya
Ku tak peduli marahku menjadi
Mereka lari ke meja ayahnya
Aku tak mampu tenagaku terkuras
Lelaki tengah malam terkulai di tepi malam
Lelaki tengah malam terkulai di tepi malam
Orang sisa sisa menangis
Orang sisa sisa menangis
Air matanya
Air matanya
Air matanya
Api
Aku berjalan orang cibirkan mulut
Aku bicara mereka tutup hidung
Aku tersinggung peduli nilai nilai
Aku datangi dengan segunung api
Mereka lari ke ketiak ibunya
Ku tak peduli marahku menjadi
Mereka lari ke meja ayahnya
Aku tak mampu tenagaku habis terkuras
Lelaki tengah malam terkulai di tepi malam
Lelaki tengah malam terkulai di tepi malam
Orang sisa sisa menangis
Orang sisa sisa menangis
Air matanya
Air matanya
Air matanya
Api
Perjalanan Waktu
Pagi telah datang
Matahari datang
Jelata lewati hari
Bersetubuh dengan waktu
Wajah wajah legam
Matanya membara
Membakar bayangan palsu
Peti mati diatas langit
Oh mereka dihantam kenyataan
Oh mereka teriak!
Orang orang kalah
Tak bisa bicara
Tanyakan pada dunia
Benarkah mereka kalah
Benarkah mereka kalah
Menanti batas
Batas segala yang tidak ada batasnya
Menanti akhir
Akhir segala yang tidak ada akhirnya
Waktu berlalu
Waktu berpacu
Doa doa apa saja
Caci maki apa saja
Doa doa apa saja
Caci maki apa saja
Doa doa apa saja
Caci maki apa saja
Doa doa apa saja
Caci maki apa saja
Mata Dewa
Diatas pasir senja pantai Kuta
Saat kau rebah di bahu kiriku
Helai rambutmu halangi khusukku
Nikmati ramah mentari yang pulang
Seperti mata dewa
Seperti mata dewa
Seperti mata dewa
Seperti mata dewa
Aku berdiri tinggalkan dirimu
Waktu sinarnya jatuh di jiwaku
Gemuruh ombak sadarkan sombongku
Ajaklah aku wahai sang perkasa
Seperti mata dewa
Seperti mata dewa
Seperti mata dewa
Seperti mata dewa
Yang menangis tinggalkan diriku
Yang menangis lupakanlah aku
Yang menangis tinggalkan diriku
Yang menangis lupakanlah aku
Senja di hati
Lidah gelombang jilati batinku
Belaian karang sampai kejantungku
Jingga matahari ajak aku pergi
Kasihku tulus setulus indahmu
Seperti mata dewa
Seperti mata dewa
Seperti mata dewa
Seperti mata dewa
Yang menangis tinggalkan diriku
Yang menangis lupakanlah aku
Yang menangis tinggalkan diriku
Yang menangis lupakanlah aku
Senja di hati
Seperti mata dewa
Seperti mata dewa
Senja di hati
Seperti mata dewa
Senja di hati
Seperti mata dewa
Senja di hati
Bongkar
Kalau cinta sudah di buang
Jangan harap keadilan akan datang
Kesedihan hanya tontonan
Bagi mereka yang diperkuda jabatan
Oh oh ya oh ya oh ya bongkar
Oh oh ya oh ya oh ya bongkar
Sabar sabar sabar dan tunggu
Itu jawaban yang kami terima
Ternyata kita harus ke jalan
Robohkan setan yang berdiri mengangkang
Oh oh ya oh ya oh ya bongkar
Oh oh ya oh ya oh ya bongkar
Oh oh ya oh ya oh ya bongkar
Oh oh ya oh ya oh ya bongkar
Penindasan serta kesewenang wenangan
Banyak lagi teramat banyak untuk disebutkan
Hoi hentikan hentikan jangan diteruskan
Kami muak dengan ketidakpastian dan keserakahan
Dijalanan kami sandarkan cita cita
Sebab dirumah tak ada lagi yang bisa dipercaya
Orang tua pandanglah kami sebagai manusia
Kami bertanya tolong kau jawab dengan cinta
Oh oh
Oh oh ya oh ya oh ya bongkar
Oh oh ya oh ya oh ya bongkar
Oh oh ya oh ya oh ya bongkar
Oh oh ya oh ya oh ya bongkar
Kok bisa? Bisa kok!
Potret
Orang orang resah
Berlomba kejar nafkah
Demi anak bini
Demi sesuap nasi
Kuno kuno memang
Memang memang kuno
Namun kenyataan
Kita butuh soal itu
Uang dimana uang?
Nasi dimana nasi?
Uang dimana uang?
Nasi dimana nasi?
Seperti binatang
Bila lapar menerjang
Seperti kereta
Nafasnya terdengar
Lidahnya terjulur
Syahwatnya siap lentur
Soal harga diri
Sudah tak berarti
Uang dimana uang?
Nasi dimana nasi?
Uang dimana uang?
Nasi dimana nasi?
Pergi kau! Jangan nasehati aku oh ya!
Pergi kau! Aku mau uangmu oh ya!
Pergi kau! Jangan menggurui aku oh ya!
Pergi kau! Aku mau nasimu oh!
Anak anak kecil tengadahkan tangan
Mainkan tamborin gapai masa depan
Tanah lahirku aku cinta kau
Bumi darahku aku cium engkau
Nocturno
Aku rasa hidup tanpa jiwa
Orang yang miskin ataupun kaya
Sama ganasnya terhadap harta
Bagai binatang didalam rimba
Kini pikiranku kedodoran
Dilanda permainan yang brutal
Aku dengar denyut kesadaran
Tanganku capek mengetuk pintu
Sialan!
Sialan!
Jaman edan tanpa kewajaran
Gambar iklan jadi impian
Akal sehat malah dikeluhkan
Monyet sinting minta persenan
Sialan!
Sogokan!
Sialan!
Sogokan!
Aku panggil kamu jiwaku
Kugapai kamu dikegelapan
Jadilah kamu bintangku
Jadilah kamu samuraiku
Sialan!
Sogokan!
Godaan!
Sialan!
Sogokan!
Godaan!
Sialan!
Godaan!
Sialan!
Cinta
Orang bicara cinta
Atas nama Tuhannya
Sambil menyiksa membunuh
Berdasarkan keyakinan mereka
Orang bicara cinta
Atas nama Tuhannya
Sambil menyiksa membunuh
Berdasarkan keyakinan mereka
Air mengalir
Angin berhembus
Hening
Hening
Hening
Doa doa bergema
Mata menetes darah
Satu lagi korban jatuh
Tradisi lenyap dihisap marah
Tuhan ya Tuhan
Namamu disebutkan
Disaat hidup
Waktu sengsara
Dipintu mati
Tuhan ya Tuhan
Tuhan ya Tuhan
Tuhan ya Tuhan
Tuhan ya Tuhan
Tuhan ya Tuhan
Tuhan ya Tuhan
Cinta
Cinta ya cinta
Namamu diagungkan
Disaat hidup
Waktu sengsara
Dipintu mati
Cinta ya cinta
Cinta ya cinta
Cinta ya cinta
Cinta ya cinta
Cinta ya cinta
Cinta ya cinta
Tuhan
Sang Petualang
Laut biru begitu lapang
Dan gelombang menghalau bosan
Petualang bergerak tenang
Melihat diri untuk pergi lagi
Ya sejenak hanya sejenak
Ia membelai semua luka
Yang sekejap hanya sekejap
Ia merintih pada samudera
Sebebas camar engkau berteriak
Setabah nelayan menembus badai
Seikhlas karang menunggu ombak
Seperti lautan engkau bersikap
Petualang merasa sunyi
Sendiri di hitam hari
Petualang jatuh terkapar
Namun semangatnya masih berkobar
Petualang merasa sepi / merasa sunyi
Sendiri dikelam hari
Petualang jatuh terkulai
Namun semangatnya bagai matahari
Sebebas camar engkau berteriak
Setabah nelayan menembus badai
Seikhlas karang menunggu ombak
Seperti lautan engkau bersikap
Ya sang petualang terjaga
Ya sang petualang bergerak
Ya sang petualang terkapar
Ya sang petualang sendiri
Oh Ya!
Andaikata aku di mobil itu
Tentu tidak di bus ini
Seandainya aku rumah itu
Tentu tidak di gubuk ini
A a a andaikata
Se se se seandainya
Oh ya!
Kalau saja aku jadi direktur
Tentu tidak jadi penganggur
Umpamanya aku dapat lotere
Tentu saja aku tidak kere
Ka ka ka kalau saja
U u u umpamanya
Oh ya!
Oh ya! Ya nasib
Nasibmu jelas bukan nasibku
Oh ya! Ya takdir
Takdirmu jelas bukan takdirku
Oh ya! Ya nasib
Nasibmu jelas bukan nasibku
Oh ya! Ya takdir
Takdirmu jelas bukan takdirku
Aku bosan
A a a andaikata
Se se se seandainya
Ka ka ka kalau saja
U u u umpamanya
Oh ya!
Oh ya! Ya nasib
Nasibmu jelas bukan nasibku
Oh ya! Ya takdir
Takdirmu jelas bukan takdirku
Oh ya! Ya nasib
Nasibmu jelas bukan nasibku
Oh ya! Ya takdir
Takdirmu jelas bukan takdirku
La la la
La la la
La la la la la la la la la la la la la
La la la
La la la
La la la la la la la la la la la la la
Kantata Takwa
Malam khusuk menelan tahajjudku
Lidah halilintar menjilat batinku
Mentari dan cakrawala kenyataan hidup
Hanya padaMulah kekuasaan kekal
Ingatlah Allah yang menciptakan
Allah tempatku berpegang dan bertawakal
Allah maha tinggi dan maha esa
Allah maha lembut
Lindungilah dari ganas dan serakah
Lindungilah aku dari setan kehidupan
Berikan mentariMu sinar takwa
Ya ampunilah dosa
Gerhana matahari kuasaMu
Bumi langit manusia ciptaanMu
Hari kiamat ada di tanganMu
Aku bersujud
Bunga Trotoar
Bunga bunga kehidupan
Tumbuh subur di trotoar
Mekar liar dimana mana
Langkah langkah garang datang
Hancurkan wanginya kembang
Engkau diam tak berdaya
Bungaku
Bunga liar
Bungaku
Bunga trotoar
Menggelar aneka barang
Menggelar mimpi yang panjang
Kaki lima menggelar resah
Diemperan toko besar
Koar mulutmu berkobar
Kaki lima makin menjalar
Bungaku
Bunga liar
Bungaku
Bunga trotoar
Bungaku
Bunga liar
Bungaku
Bunga trotoar
Bungaku
Bunga liar
Bungaku
Bunga trotoar
Bungaku
Bunga liar
Bungaku
Bunga trotoar
Bagai jutaan srigala
Menyerbu kota besar
Tempat asal adalah neraka
Tolong beri tahu aku
Bagaimana caranya ?
Nasib tak pernah berpihak
Bungaku
Bunga liar
Bungaku
Bunga trotoar
Bungaku
Bunga liar
Bungaku
Bunga trotoar
Ya liar
Bunga trotoar
Liar liar liar liar
Bungaku bungaku bungaku
Bunga trotoar
Bunga liar
Bunga liar
Bunga liar
Para kurcaci diinjak mati
Para kurcaca nyanyi tralala
Para kurcaci bersedih hati
Para kurcaca ha ha ha ha ha ha
Para kurcaci diinjak mati
Para kurcaca nyanyi tralala
Para kurcaci bersedih hati
Para kurcaca ha ha ha ha ha ha
Badut
Dut badut badut badut badut badut badut
Jaman sekarang
Mong omong omong omong omong omong omong omong
Sembarang
Ditelevisi
Dikoran koran
Didalam radio
Diatas mimbar
Nggut manggut manggut manggut manggut manggut manggut
Seperti badut
Ya iya iya iya iya iya iya
Ya iya iya
Ho ho ho!
Ho ho ho ho ho ho ho
Ho ho ho!
Ho ho ho ho ho ho ho
Peragawati peragawan
Senyam senyum seperti badut
Penyanyi dan pemusik
Bintang film nampang seperti badut
Ditelevisi
Dikoran koran
Didalam radio
Diatas mimbar
Ku aku aku aku aku aku aku
Seperti kamu
Mu kamu kamu kamu kamu kamu kamu
Seperti badut
Ho ho ho!
Ho ho ho ho ho ho ho
Ho ho ho!
Ho ho ho ho ho ho ho
Ho ho ho!
Dut badut badut badut badut badut badut
Jaman sekarang
Mong omong omong omong omong omong omong omong
Sembarang
Ditelevisi
Dikoran koran
Didalam radio
Diatas mimbar
Para pengaku intelek
Tingkah polahnya lebihi badut
Kaum pencuri tikus
Politikus palsu saingi badut
Ho ho ho!
Ho ho ho ho ho ho ho
Ho ho ho!
Intro
Dalam gelap berjalan
Membelah belantara akal
Sendiri…Sendiri…
Selalu sendiri
Pada terang kumerenung
Mencari kesejatian
Mencari…Mencari….
Selalu mencari
Pada ruang
Pada waktu
Aku ingin datang
Pada ruang
Pada waktu
Aku ingin datang
Gitar kayu kumainkan
Suaranya lahirkan tanya
Bertanya…Bertanya….
Selalu bertanya
Orang Orang Kalah
Malam yang gelap mencekik bumi
Anjing menggonggong bayi merintih
Orang dipaksa saling memojokkan
Buta langkah buta mata hatinya
Hati yang menganga
Kosong tak berdarah
Tidak bercahaya
Manusia sembunyi dibalik wajahnya
Kata kata suci berubah makna
Hukum rimba telah menjadi dewa
Siapa kalah terkubur hidupnya
Mayat mayat hidup
Sumbang suaranya
Dimana tempatnya?
Mereka yang telah kalah
Terkapar tak berdaya
Mencoba mengucap doa
Berserakan dijalan menjadi srigala
Orang kalah
Jangan dihina
Dengan cinta
Kita bangunkan
Dikamar aku berkaca
Tampak wajah yang asing
Mentertawakanku
Aku terdiam
Aku merasa
Pernah juga kalah
Siang yang kering terasa menyiksa
Hati yang kering terlunta lunta
Hentikan caci maki tak berguna
Dimata tuhan kita tak berbeda
Dengarlah suara
Mengajak kita
Berbagi duka
Mereka yang pernah kalah
Belum tentu menyerah
Memang jangan menyerah
Masih banyak lagi yang bisa dikerjakan
Orang kalah
Jangan dihina
Dengan cinta
Kita bangunkan
Dikamar aku berkaca
Tampak wajah yang asing
Mentertawakanku
Aku terdiam
Aku merasa
Aku terdiam
Aku terdiam
Aku terdiam
Aku terdiam
Aku merasa
Pernah juga kalah
Rajawali
Satu sangkar dari besi
Rantai kasar pada hati
Tidak merubah rajawali
Menjadi burung nuri
Rajawali
Rajawali
Satu luka perasaan
Maki puji dan hinaan
Tidak merubah sang jagoan
Menjadi makhluk picisan
Rajawali
Rajawali
Rajawali
Rajawali
Burung sakti diangkasa
Lambang jiwa yang merdeka
Pembela kaum yang papa
Penggugah jiwa lara
Rajawali
Rajawali
Rajawali
Rajawali
Jiwa anggun teman sepi
Jiwa gagah pasti diri
Sejati
Bertahan pada godaan
Prahara atau topan
Keberanian
Setia kepada budi
Setia pada janji
Kegagahan
Menembus kabut malam
Menguak cadar fajar
Mendatangi matahari
Memberi inspirasi
Mendaki… Mendaki
Meninggi…. Meninggi
Bersemi…..Bersemi
Mendaki…..Mendaki
Untuk Bram
Panji panji putih putih
Berkibar setengah tiang
Burung burung merpati
Menebarkan melati
Lampu suci dinyalakan
Dalang tua berdoa
Wayang kayon diletakkan
Lakon mulai dilakukan
Rahasia dibeberkan
Peristiwa dijelaskan
Bayangan dihidupi
Cermin hati dibagi
Alam semesta
Menerima perlakuan sia sia
Diracun jalan napasnya
Diperkosa kesuburannya
Rayat menilai
Menerima penderitaan curang
Digusur jalan hidupnya
Digoda kemakmurannya
Lakon selesai
Penonton pulang kerumahnya
Membawa hati yang bertanya tanya tanya
Siapa tadi yang menjadi korban
Dijawabnya tanya tanya
Pertanyaan abadi ditanyakan lagi
Tanyakan tanyakan tanyakan tanyakan
Pertanyaan abadi ditanyakan lagi
Ditanyakan ditanyakan ditanyakan
Air Mata
Disini kita bicara
Dengan hati telanjang
Lepaslah belenggu
Sesungguhnya lepaslah
Sesuatu yang hilang
Sudah kita temukan
Walau mimpi ternyata
Kata hati nyatanya
Bagaimanapun aku harus kembali
Walau berat aku rasa kau mengerti
Simpanlah rindumu jadikan telaga
Agar tak usai mimpi panjang ini
Air mata nyatanya
Sampai berapa lama
Kita akan bertahan
Bukan soal untuk dibicarakan
Mengalirlah
Mengalirlah
Mengalirlah
[+/-]
Balada Pengangguran
Balada Pengangguran
Iwan Fals, Jockie, Jabo & WS Rendra (Album Kantata Takwa 1990)
O, apa jadinya?
E, ini apa?
O, apa jadinya?
E, aku lesu?
Dibolak balik dinalar nalar
Tanpa logika oh ya!
Diraba raba diterka terka
Tidak terduga oh ya!
Misteri ijazah tidak ada gunanya
Ketekunan tidak ada artinya
Pembangunan oh!
Pengangguran ya!
Ya ha ha ha
Oh ya!
Penerangan oh!
Kegelapan ya!
Putus asa oh ya
Oh ya o!
Akan merampok takut penjara
Menyanyi tidak bisa
Bunuh diri ku takut neraka
Menangis tidak bisa
Kaki lima oh!
Kaki lima ya!
Kaki lima oh!
Oh ya!
Makan debu huh!
Makan debu iya!
Ya janji palsu
Oh ya!
Dibolak balik dinalar nalar
Tanpa logika oh ya!
Diraba raba diterka terka
Tidak terduga oh ya!
Menghutang lalu lagi menghutang
Tahu tahu menipu
Pembangunan oh!
Pengangguran ya!
Pengangguran oh!
Oh ya!
Penyuluhan oh!
Kegelapan ya!
Putus asa oh!
Oh ya!
Menghutang lalu lagi menghutang
Tahu tahu menipu
Pembangunan oh!
Pengangguran ya!
Pengangguran oh!
Oh ya!
Menghutang lalu lagi menghutang
Tahu tahu menipu
Penyuluhan oh!
Kegelapan ya!
Putus asa oh!
Oh ya!
Menghutang lalu lagi menghutang
Tahu tahu menipu
Pembangunan oh!
Pengangguran ya!
Pengangguran oh!
Oh ya!
Menghutang lalu lagi menghutang
Tahu tahu menipu
Robot Bernyawa
Lihatlah itu ya disana
Orang berkumpul bising suaranya
Wajahnya merah dibakar marah
Sang dewa nasib sedang berduka
Didepan pabrik minta keadilan
Hanyalah janji membumbung tinggi
Tuntutan mereka membentur baja
Terus bekerja atau di PHK
Inilah lagu orang tak berdaya
Mencoba mempertanyakan haknya
Dituduh pengacau kerja
Dianggap pahlawan kesiangan
Bisa berbahaya
Jangan bertanya jangan bertingkah
Robot bernyawa teruslah bekerja
Sapi perahan dijaman moderen
Mulut dikunci tak boleh bicara
Didepan pabrik minta keadilan
Hanyalah janji membumbung tinggi
Tuntutan mereka membentur baja
Terus bekerja atau di PHK
Inilah lagu orang tak berdaya
Mencoba mempertanyakan haknya
Dituduh pengacau kerja
Dianggap pahlawan kesiangan
Bisa berbahaya
Inilah nasib orang orang bawah
Tidur berjajar menciptakan mimpi indah
Bekerja terus bekerja
Mencoba membalik nasib
Ternyata susah
Gelisah
Anak muda diujung jalan
Petik gitar jilati malam
Mata merah hatinya berdarah
Sebab apa tiada yang mau tahu
Pada kelelawar ia mengadu
Pada lampu lampu jalan sandarkan angan
Pada nada nada lontarkan marah
Pada alam raya ia berterus terang
Aku gelisah
Orang tua diremang remang
Cari teman hamburkan uang
Senyum ramah tak ada dirumah
Sebab apa tiada yang mau tahu
Pada kelelawar ia mengadu
Pada lampu lampu jalan sandarkan angan
Pada nada nada lontarkan marah
Pada alam raya ia berterus terang
Aku gelisah
Aku gelisah
Gelisah jiwa bagai prahara
Orang muda orang tua
Penuh amarah membabi buta
Gelisah hidup penjara dunia
Penjara dunia
Padang gelisah panas membara
Hutan gelisah memagar hidup
Gelisah langit muntahkan badai
Kebimbangan lahirkan gelisah
Jiwa gelisah bagai halilintar
Aku gelisah
Aku gelisah
Orang orang saling bertengkar
Untuk apa bukan soal lagi
Keserakahan sudah menjadi nabi
Kekuasaan adalah jalan keluar
Pada kelelawar ia mengadu
Pada lampu lampu jalan sandarkan angan
Pada nada nada lontarkan marah
Pada alam raya ia berterus terang
Aku gelisah
Aku gelisah
Orang muda penuh luka
Terkoyak nasib tertikam gelisah
Membalik hidup menerkam nasib
Gelisah badan gelisah tidur
Lingkaran gelisah lingkaran setan
Menggelinding menggelinding
Datang dan pergi
Memagar hidup
Adakah orang tidak gelisah
Gelisah gelisah dunia gelisah
Aku gelisah
Aku gelisah
Aku gelisah
Paman Doblang
Paman Doblang paman Doblang
Mereka masukkan kamu kedalam sel yang gelap
Tanpa lampu tanpa lubang cahaya
Oh pengap
Ada hawa tak ada angkasa ( terkucil )
Temanmu beratus ratus nyamuk semata ( terkunci )
Tak tahu kapan pintu akan terbuka
Kamu tak tahu dimana berada
Paman Doblang paman Doblang
Apa katamu?
( ...Ketika haus aku minum air dari kaleng karatan
Sambil bersila aku mengarungi waktu
Lepas dari jam, hari dan bulan Aku dipeluk oleh wibawa... )
Tidak berbentuk, tidak berupa, tidak bernama
Aku istirahat disini
Tenaga gaib memupuk jiwaku
Paman Doblang paman Doblang
Di setiap jalan menghadang mastodon dan srigala
Kamu terkurung dalam lingkaran
Para pangeran meludahi kamu dari kereta kencana
Kaki kamu dirantai kebatang karang
Kamu dikutuk dan disalahkan tanpa pengadilan
Paman Doblang paman Doblang
Bubur di piring timah didorong dengan kaki kedepanmu
Paman Doblang paman Doblang
Apa katamu?
Kesadaran adalah matahari
Adalah matahari adalah matahari
Kesabaran adalah bumi
Adalah bumi adalah bumi
Keberanian menjadi cakrawala
Menjadi cakrawala menjadi cakrawala
Dan perjuangan
Adalah pelaksanaan kata kata
Adalah pelaksanaan kata kata
Kesadaran adalah matahari
Adalah matahari adalah matahari
Paman Doblang paman Doblang
Apa katamu?
Sangkala
Apa yang kan terjadi?
Ketika sosok sangkala
Diberi ruang tuk berkuasa
Kebanggaan nan semu
Kemegahan dalam penantian
Rusaknya tata kehidupan bumi
Bayi bayi menjerit
Menerawang maki kerakusan
Akal tanpa nurani
Apa yang kan terjadi?
Apa yang terjadi nanti?
Waktu kian meranggas
Arus berbalik menghantam
Awan hitam kematian
Mata saling memandang
Semua bertanya tanya
Berkata kata tanpa suara
Apa yang kan terjadi?
Apa yang terjadi kini?
Sangkala menyeringai
Menelan bumi ini
CENDRAWASIH
Sayap sayap cinta bagaikan cendrawasih
Kabarkan berita duka alam raya
Hati bumi luka anak durhaka
Terjungkal merintih menghiba
Rindu tergoda oleh tembok
Dendam menampakkan wajah gelap
Tetes air mata para malaikat
Berjatuhan kelahan berdebu
Tak hirau akan kesuburan
Kering menindas nurani
Ha ha…Ha ha….Ha ha….Ha ha
Sayap sayap cinta bagaikan cendrawasih
Kabarkan cerita menyayat
Bulan berdengung didalam bayangan
Menghadirkan rupa yang tajam
Dibibir tebing kelam tinggi
Lirih terdengar angin berdoa
Gairah harum lembut kebebasannya
Laksana aroma bunga hutan
Tercium dari puncak gunung
Gemetar sadar terancam
Sayap sayap cinta bagaikan cendrawasih
Di buru luka karena keindahannya
Kesadaran bersinar dengan merdeka
Nyanyi jiwa melebihi tanya
Ada apa gerangan wahai cendrawasih ?
Lingkar matamu hitam letih batinmu
Beratkah deritamu wahai cendrawasih ?
Murung paruhmu kicaukan keluh
Ada apa gerangan ?
Sayap sayap cinta membela bianglala
Sayap sayap cinta membela cakrawala
Sayap sayap cinta membela nuraninya
Pulang Kerja
Kucing hutan ibu dan anak berang berang
Tikus salju dan harimau kumbang berwarna coklat
Mereka berkelahi untuk kehidupan
Yang aku rasakan adalah keseimbangan
Kucing hutan lari karena kalah berkelahi
Ibu berang berang pulang kerumah
Kucing hutan bertemu tikus salju
Ibu berang berang bercanda dengan anak anaknya
Karena lapar kucing hutan menerkam tikus salju
Tikus salju malah mendapatkan teman
Kucing hutan yang gagal gagal lagi
Tikus salju biasa saja sudah nasibnya selamat
Dari balik bukit dikaki cemara
Aku melihat mulut harimau berlumuran darah
Kucing hutan yang gagal ia terkapar
Akhirnya mati
Sudah takdir harimau mendatangi berang berang
Tetapi berang berang sudah pulang
Sementara tikus salju entah pergi kemana
Harimau itu kesepian
Aku terkesima
Aku terkesima
Aku terkesima terkesima
Duhai langit
Duhai bumi
Duhai alam raya
Kuserahkan ragaku padamu
Duhai ada
Duhai tiada
Duhai cinta
Ku percaya
Ada
Ada yang ada
Ada yang tak ada
Nyatanya ada
Nyatanya tak ada
Antara ada
Antara tak ada
Ada antara
Diantara ada dan tak ada
Ada yang ada
Ada yang tak ada
Nyatanya ada
Nyatanya tak ada
Antara ada
Antara tak ada
Ada antara
Diantara ada dan tak ada
Hanya tak terasa ada disana
Hanya tak terasa ada disini
Hanya tak terasa apa yang dirasa
Ada dan tak ada mungkin tak berbeda
Ada yang ada
Ada yang tak ada
Nyatanya ada
Nyatanya tak ada
Antara ada
Antara tak ada
Ada antara
Diantara ada dan tak ada
Antara ada disini
Rasa disini
Ada antara disana
Dimana rasa?
Antara ada disini
Nalar disini
Ada antara disana
Dimana nalar?
Ada dan tak ada
Nyatanya ada
Menari dan bernyanyilah
Langit dan bumi nyatanya ada
Tapi tersimpan di cakrawala
Mencetak Sawah
Kubaca koran pagi sambil ngopi
Ada kabar menarik hati
Konglomerat akan mencetak sawah
Diatas tanah milik siapa?
Aku jadi berpikir
Untuk apa berupaya membuat sawah?
Sebab tanah ini tak lagi berkah
Tak lagi ramah
Semua akan sia sia
Karena kami tak lagi makan nasi
Dari bumi pertiwi ini
Dari keringat pak tani
Tanah tanah suburmu
Sudah menjadi ranjang industri
Menjadi ayunan ambisi ambisi
Demi gengsi demi aksi
Untuk apa sawah sawah
Pak taniku sudah pergi
Menjadi pejalan kaki yang sepi
Untuk Yani
Rembulan tenang dan bisu
Anak bangsa berjalan
Berdesakan bagai tikus di jalan yang licin
Berdesakan bertanya pada masa silam
Apa nasib buni pertiwi?
Angin subuh memupuri
Tubuh tubuh hitam dengan kabut
Rembulan bisu napasnya mengalir tenang
Wahai kenyataan alam
Wahai kenyataan diri
Wahai kenyataan zaman
Apa nasib bumi pertiwi?
Rembulan tenang dan bisu
Anak bangsa bergerak
Berdesakan didalam kereta malam
Berdesakan dari desa desa ke kota
Apa nasib bumi pertiwi?
Wahai kenyataan alam
Wahai kenyataan diri
Wahai kenyataan zaman
Apa nasib bumi pertiwi?
Wahai kenyataan alam
Wahai kenyataan diri
Wahai kenyataan zaman
Apa nasib bumi pertiwi?
Rembulan tenang dan bisu
Anak bangsa berbaris
Berharapan didepan gerbang pendidikan
Berharapan bermimpi tentang masa depan
Apa nasib bumi pertiwi?
Wahai kenyataan alam
Wahai kenyataan diri
Wahai kenyataan zaman
Apa nasib bumi pertiwi?
Wahai kenyataan alam
Wahai kenyataan diri
Wahai kenyataan zaman
Apa nasib bumi pertiwi?
Koran - Koranku
Aku baca koran ada dalang mainkan wayang
Didalam koran banyak wayang ingin jadi bintang
Ku baca koran belum juga selesai persoalan
Didalam koran semakin jernih kaca kehidupan
Engkau koranku
Sementara kehidupan masih harus berputar
Sementara masih banyak orang terpaksa bertahan
Menunggu mendengar melihat apa yang kan terjadi
Koran koran berikanlah kami jawaban yang pasti
Engkau koranku
Seharusnya kau buka pintu pintu dunia
Menceritakan apa saja yang sebenarnya
Jadilah engkau api penyadaran
Kehidupan
Jadilah engkau api penyadaran
Sang kebenaran haruslah dijaga dan dikabarkan
Jangan putar balikkan cerita
Jangan jungkir balikkan berita
Jangan putar balikkan cerita
Jangan jungkir balikkan berita
Jangan putar balikkan cerita
Jangan jungkir balikkan berita
Jangan putar balikkan cerita
Jangan jungkir balikkan berita
Alam Malam
Malam malam terjebak didalam keraguan
Mana utara mana selatan?
Melihat ketegangan melihat kegelapan
Melihat banyak pertanyaan
Apa? Siapa? Mengapa? Orang orang bingung
Apa? Siapa? Mengapa? Jangan bingung bingung
Biar saja suka suka
Jangan hiraukan mereka biar saja
Biar saja suka suka
Jangan hiraukan mereka biar saja
Alam malam Alam malam Alam maya da da
Alam malam
Alam malam Alam malam Alam maya da da
Alam malam
Menjadi anak alam lahir diujung malam
Bumi bunda bapak angkasa
Merasakan udara membawa peristiwa
Merenungkan pengalaman
Apa? Siapa? Mengapa? Orang orang bingung
Apa? Siapa? Mengapa? Jangan bingung bingung
Biar saja suka suka
Jangan hiraukan mereka biar saja
Biar saja suka suka
Jangan hiraukan mereka biar saja
Biar saja suka suka
Jangan hiraukan mereka biar saja
Mendengar lagu baru nyanyikan lagu lama
Bermain bersama sama
Menemu kebebasan membebaskan temuan
Mengalami kekosongan
Apa? Siapa? Mengapa? Orang orang bingung
Apa? Siapa? Mengapa? Jangan bingung bingung
Biar saja suka suka
Jangan hiraukan mereka biar saja
Biar saja suka suka
Jangan hiraukan mereka biar saja
Alam malam Alam malam Alam maya da da
Alam malam
Alam malam Alam malam Alam maya da da
Alam malam
Hei apa yang dicari? Tak usah cari cari
Semuanya ada disini
Dimana kehidupan disitulah jawaban
Jawabannya nyanyikanlah
Nyanyi Menyanyi Nyanyikan
Indonesia Raya
Bingung Merenung Merenung
Menjadi gunung
Bingung Mengalir Mengalir
Menjadi air
Bingung Merenung Merenung
Menjadi gunung
Mengalir Mengalir Mengalir
Menjadi air
Biar saja suka suka
Jangan hiraukan mereka biar saja
Bingung Merenung Merenung
Menjadi gunung
Mengalir Mengalir Mengalir
Menjadi air
Mengalir Mengalir Merenung
Menjadi gunung
Alam malam Alam malam Alam maya da da
Alam malam
Alam malam Alam malam Alam maya da da
Alam malam
Alam malam Alam malam Alam maya da da
Alam malam
Alam malam Alam malam Alam maya da da
Alam malam
Proyek 13
Meskipun kurang paham tentang radiasi
Meskipun kurang paham tentang uranium
Meskipun kurang paham tentang plutonium
Ku tahu radioaktif panjang usia
Aku tak tahu sampahnya ada dimana
Aku tak tahu pula cara menyimpannya
Aku tak yakin tentang pengamanannya
Karena kebocoran pun ada disana
Oh apa yang sesungguhnya sedang terjadi
Oh apa yang sesungguhnya sedang terjadi
Oh apa yang sesungguhnya sedang terjadi
Oh apa yang sesungguhnya sedang terjadi
Aku menolak akal yang tanpa hati
Aku menolak teknologi tanpa kendali
Aku tak mau mengijonkan masa depan
Demi listrik sedikit banyak keruwetan
Sama sekali ku tak anti teknologi
Tapi aku lebih percaya pada hati
Aku tahu listrik penting buat industri
Tapi industri jangan ancam masa depan
Oh apa yang sesungguhnya sedang terjadi
Oh apa yang sesungguhnya sedang terjadi
Oh apa yang sesungguhnya sedang terjadi
Oh apa yang sesungguhnya sedang terjadi
Daripada susah payah beli reaktor
Daripada pusing karena sampah nuklir
Daripada malu kepada anak cucu
Aku bergerak menyanyikan kehidupan
Informasi tentang ini harus diberikan
Bahaya dunia maju harus disingkirkan
Rasa gengsi tak perlu diteruskan
Pembangunan PLTN harap hentikan
Oh apa yang sesungguhnya sedang terjadi
Oh apa yang sesungguhnya sedang terjadi
Oh apa yang sesungguhnya sedang terjadi
Oh apa yang sesungguhnya sedang terjadi
Apa yang akan terjadi nanti
Untuk listrik banyak memerlukan sumber energi
Pilihanmu pun tentu jadi dicurigai
Sebab di negeri maju reaktor ditutupi
Bukan alasan agar republik ini beli
Aku lebih suka tenaga matahari
Aku lebih suka tenaga panas bumi
Aku lebih suka dengan tenaga angin
Aku lebih suka tenaga arus laut
Rog-Rog Asem
Malam kusam tanpa rembulan
Hanya janji pupus harapan
Gerombolan burung terbang rendah
Tinggalkan tanah yang hitam
Serang
Terkam
Maut turun tanpa darah
Sumpah
Serapah
Ini semua salah siapa ?
Hari hari semakin letih
Nilai moral entah dimana
Geram
Seram
Tangan tangan melempar kembang
Sunyi
Bisu
Raut wajah berbaris keluh
Siapa menang semua kalah
Semua benar siapa yang salah ?
Cikal
Kerbau dikepalaku ada yang suci
Kerbau dikepalamu senang bekerja
Kerbau disini teman petani
Ular dinegara maju menjadi sampah nuklir
Ular didalam buku menjadi hiasan tatto
Ular disini memakan tikus
Kerbauku kerbau petani
Ularku ular sanca
Kerbauku teman petani
Ularku memakan tikus
Kerbauku besar kerbauku seram
Tetapi ia bukan pemalas
Hidupnya sederhana
Sancaku besar sancaku seram
Mengganti kulit keluar sarang makan dan bertapa
Hidupnya sederhana
Ularku ular sanca
Kerbauku kerbau petani
Ularku memakan tikus
Kerbauku teman petani
Walau kerbauku bukan harimau
Tetapi ia bisa seperti harimau
Kerbauku tetap kerbau
Kerbau petani yang senang bekerja
Sancaku melilitnya
Kerbauku tidak terganggu
Karena sancaku dan kerbau
Temannya petani
Lalu dimana anak anak sang tikus?
Bayi bayi bayi
Murni dan kosong
Bayi bayi bayi
Bayi ya bayi
Kalau kita sedang tidur dan tiba tiba saja kita terbangun
Karena lubang hidung kita terkena kumis harimau
Mungkin kita akan lari ya lari
Tetapi bayiku tidak
Bukan karena bayiku belum bisa berlari
Aku percaya
Aku percaya
Bayiku tidak akan pernah berfikir
Bahwa harimau itu jahat
Bayiku menarik narik kumis
Dan memukul mukul mulut harimau
Harimau malah memberikan bayiku mainan
Bayiku menjadi bayi harimau
Bayi harimau anak petani
Seperti sanca melilit kerbau
Ia ada di gorong gorong kota
Lantas apa agamanya?
Kerbauku kerbau petani
Ularku ular sanca
Bayiku murni dan kosong
Ia ada di gorong gorong kota
Kerbauku kerbau petani
Ularku ular sanca
Bayiku bayi harimau
Ia ada di gorong gorong kota
Bayi bayi bayi
Murni dan kosong
Bayi bayi bayi
Bayi harimau
Bayi bayi bayi
Yang berkalung sanca
Bayi bayi bayi
Yang di susui kerbau
Kuda Lumping
Kuda lumping nasibnya nungging
Mencari makan terpontang panting
Aku juga dianggap sinting
Sebenarnya siapa yang sinting?
Berputar putar dalam lingkaran
Menari tak sadarkan diri
Mata terpejam mengunyah beling
Mempertahankan hidup yang sulit
Kuda lumping nasibnya nungging
Mencari makan terpontang panting
Aku juga dianggap sinting
Sebenarnya siapa yang sinting?
Mulutnya berbusa
Nasibnya berbusa
Tradisi berbusa
Tradisi amblas
Nyanyi
Penari bernyanyi
Sebelum
Tergilas mati
Sunyi
Hati sang penari
Sebab
Hidup mereka telah tersisih
Berbaju sutra pandai menipu
Membabi buta cari mangsa
Mulut penipu berbau busuk
Mempertahankan hidup yang busuk
Para penipu berkeliaran
Makan tanah memperkosa fakta
Saling menipu sesama penipu
Tidak menipu jadinya tertipu
Mulutnya berbusa
Nasibnya berbusa
Tradisi berbusa
Tradisi amblas
Nyanyi
Penipu menyanyi
Sebelum
Mereka mati
Sunyi
Hati sang penipu
Sebab
Tak bisa menipu diri sendiri
Kuda lumping megap megap
Pelan pelan ditelan jaman
Para penipu tunggu saatmu
Kuda lumping menginjak mulutmu
Kuda lumping nasibnya nungging
Mencari makan terpontang panting
Aku juga dianggap sinting
Sebenarnya siapa yang sinting?
Para penipu berkeliaran
Makan tanah memperkosa fakta
Saling menipu sesama penipu
Tidak menipu jadinya tertipu
Kuda lumping megap megap
Pelan pelan ditelan jaman
Para penipu tunggu saatmu
Kuda lumping menginjak mulutmu
Hio
Aku tak mau terlibat segala macam tipu menipu
Aku tak mau terlibat segala macam omong kosong
Aku wajar wajar saja
Aku mau apa adanya
Aku tak mau mengingkari hati nurani
Aku tak mau terlibat persekutuan manipulasi
Aku tak mau terlibat pengingkaran keadilan
Aku mau jujur jujur saja
Bicara apa adanya
Aku tak mau mengingkari hati nurani
Hio hio hio hio hio
Hio hio hio hio hio
Hoo hoo hoo
Hoo hoo hoo
Hoo hoo hoo
Hoo hoo hoo
“Mulane dulur ayo dijogo
Omongane lan kelakuane”
Aku tak mau bicara yang tentang aku sendiri tidak tahu
Aku tak mau mengerti kenapa orang saling mencaci
Aku mau sederhana
Mau baik baik saja
Aku tak mau mengingkari hati nurani
Aku tak mau kehilangan akal sehat dipikiranku
Aku tak mau menyaksikan ada orang yang dihinakan
Aku hanya tahu
Bahwa orang hidup
Agar jangan mengingkari hati nurani
Hio hio hio hio hio
Hio hio hio hio hio
Hoo hoo hoo
Hoo hoo hoo
Hoo hoo hoo
Hoo hoo hoo
Aku mau wajar wajar saja
Aku mau apa adanya
Aku mau jujur jujur saja
Bicara apa adanya
Aku mau sederhana
Mau baik baik saja
Aku hanya tahu
Bahwa orang hidup
Agar jangan mengingkari hati nurani
Hio hio hio hio hio
Hio hio hio hio hio
Hio hio hio hio hio
Hio hio hio hio hio
Aku tak mau mengingkari hati nurani
Aku tak mau mengingkari hati nurani
Aku tak mau mengingkari hati nurani
Aku tak mau mengingkari hati nurani
Kebaya Merah
Kebaya merah kau kenakan
Anggun walau nampak kusam
Kerudung putih terurai
Ujung yang koyak tak kurangi cintaku
Wajahmu seperti menyimpan duka
Padahal kursimu dilapisi beludru
Ada apakah?
Ibu
Ceritalah seperti dulu
Duka suka yang terasa
Percaya pada anakmu
Tak terfikir tuk tinggalkan dirimu
Ibuku, darahku, tanah airku
Tak rela kulihat kau seperti itu
Ada apakah?
Ibu
Na Na Na Na
Desaku
Kampungku
Telah lama menghilang
Tenggelam dalam air
Telah lama terkubur
Tergusur kemajuan
Dengarlah
Belalang nyanyi bersahutan
Menari dibalik alang alang
Terdengar sangat menyedihkan
Rumah merekapun terancam
Nyanyian
Harapan
Anak anak didesa
Bermain dengan alam
Bermain bayang bayang
Dibawah sinar bulan
Lihatlah
Dilorong perkampungan kota
Anak anak kecil bermain
Imajinasi dikebiri
Surga mereka telah pergi
Saat senja perlahan mendekati
Mereka duduk didalam ruangan
Televisi gantikan dongengan
Tidak pernah tahu masa lalu
Oh ya oh ya
Nyanyian desa
Oh ya oh ya
Nyanyian kota
Oh ya oh ya
Jauh berbeda
Oh ya oh ya
Memang berbeda
Na na na na
Na na na
Na na na na
Na na na na
Na na na
Na na na na
Panggilan Dari Gunung
Panggilan dari gunung
Turun ke lembah lembah
Kenapa nadamu murung
Langkah kaki gelisah
Matamu separuh katup
Lihat kolam seperti danau
Kau bawa persoalan
Cerita duka melulu
Disini menunggu
Cerita yang lain
Disini menunggu
Cerita yang lain
Menunggu
Berapa lama diam
Cermin katakan bangkit
Pohon pohon terkurung
Kura kura terbius
Disini menunggu
Cerita yang lain
Disini menunggu
Cerita yang lain
Menunggu
Nyanyian Jiwa
Nyanyian jiwa
Bersayap menembus awan jingga
Mega mega
Terburai diterjang halilintar
Mata hati
Bagai pisau merobek sangsi
Hari ini
Kutelan semua masa lalu
Biru biru biru biruku
Hitam hitam hitam hitamku
Aku sering ditikam cinta
Pernah dilemparkan badai
Tapi aku tetap berdiri oh
Nyanyian jiwa haruslah dijaga
Mata hari haruslah diasah
Nyanyian jiwa haruslah dijaga
Mata hari haruslah diasah
Menjeritlah
Menjeritlah selagi bisa
Menangislah
Jika itu dianggap penyelesaian
Biru biru biru biruku
Hitam hitam hitam hitamku
Aku sering ditikam cinta
Pernah dilemparkan badai
Tapi aku tetap berdiri ohoh
Nyanyian jiwa haruslah dijaga
Mata hari haruslah diasah
Nyanyian jiwa haruslah dijaga
Mata hari haruslah diasah
Besar dan kecil
Kau seperti bis kota atau truk gandengan
Mentang mentang paling besar klakson sembarangan
Aku seperti bemo atau sandal jepit
Tubuhku kecil mungil biasa terjepit
Pada siapa kumengadu?
Pada siapa kubertanya?
Kau seperti buaya atau dinosaurus
Mentang mentang menakutkan makan sembarangan
Aku seperti cicak atau kadal buntung
Tubuhku kecil merengit sulit dapat untung
Pada siapa kumengadu?
Pada siapa kubertanya?
Mengapa besar selalu menang?
Bebas berbuat sewenang wenang
Mengapa kecil selalu tersingkir?
Harus mengalah dan menyingkir
Apa bedanya besar dan kecil?
Semua itu hanya sebutan
Ya walau didalam kehidupan
Kenyataannya harus ada besar dan kecil
Kau seperti bis kota atau truk gandengan
Mentang mentang paling besar klakson sembarangan
Aku seperti bemo atau sandal jepit
Tubuhku kecil mungil biasa terjepit
Pada siapa kumengadu?
Pada siapa kubertanya?
Pada siapa kumengadu?
Pada siapa kubertanya?
Pada siapa kumengadu?
Pada siapa kubertanya?
Ya Atau Tidak
Bicaralah nona
Jangan membisu
Walau sepatah kata
Tentu kudengar
Tambah senyum sedikit
Apa sih susahnya?
Malah semakin manis
Semanis tebu
Engkau tahu isi hatiku
Semuanya sudah aku katakan
Ganti kamu jawab tanyaku
Ya atau tidak itu saja
Bila hanya diam
Aku tak tahu
Batu juga diam
Kamu kan bukan batu
Aku tak cinta pada batu
Yang aku cinta hanya kamu
Jawab nona dengan bibirmu
Ya atau tidak itu saja
Tak aku pungkiri
Aku suka wanita
Sebab aku laki laki
Masa suka pria
Ah kuraslah isi dadaku
Aku yakin ada kamu disitu
Jangan diam bicaralah
Ya atau tidak itu saja
Mereka Ada Di Jalan
Pukul tiga sore hari
Di jalan yang belum jadi
Aku melihat anak anak kecil
Telanjang dada telanjang kaki
Asik mengejar bola
Kuhampiri kudekati
Lalu duduk di tanah yang lebih tinggi
Agar lebih jelas lihat dan rasakan
Semangat mereka keringat mereka
Dalam memenangkan permainan
Ramang kecil Kadir kecil
Menggiring bola di jalanan
Ruli kecil Riki kecil
Lika liku jebolkan gawang
Tiang gawang puing puing
Sisa bangunan yang tergusur
Tanah lapang hanya tinggal cerita
Yang nampak mata hanya
Para pembual saja
Anak kota tak mampu beli sepatu
Anak kota tak punya tanah lapang
Sepak bola menjadi barang yang mahal
Milik mereka yang punya uang saja
Dan sementara kita disini di jalan ini
Bola kaki dari plastik
Ditendang mampir ke langit
Pecahlah sudah kaca jendela hati
Sebab terkena bola
Tentu bukan salah mereka
Roni kecil Heri kecil
Gaya samba sodorkan bola
Nobon kecil Juki kecil
Jegal lawan amankan gawang
Cipto kecil Suwadi kecil
Tak tik tik tak terinjak paku
Yudo kecil Paslah kecil
Terkam bola jatuh menangis
Coretan Dinding
Coretan di dinding
Membuat resah
Resah hati pencoret
Mungkin ingin tampil
Tapi lebih resah
Pembaca coretannya
Sebab coretan dinding
Adalah pemberontakan kucing hitam
Yang terpojok di tiap tempat sampah
Ditiap kota
Cakarnya siap dengan kuku kuku tajam
Matanya menyala mengawasi gerak musuhnya
Musuhnya adalah penindas
Yang menganggap remeh
Coretan dinding kota
Coretan dinding
Terpojok ditempat sampah
Kucing hitam dan penindas
Sama sama resah
Belum Ada Judul
Pernah kita sama sama susah
Terperangkap didingin malam
Terjerumus dalam lubang jalanan
Digilas kaki sang waktu yang sombong
Terjerat mimpi yang indah
Lelah
Pernah kita sama sama rasakan
Panasnya mentari hanguskan hati
Sampai saat kita nyaris tak percaya
Bahwa roda nasib memang berputar
Sahabat masih ingatkah
Kau
Sementara hari terus berganti
Engkau pergi dengan dendam membara
Dihati
Cukup lama aku jalan sendiri
Tanpa teman yang sanggup mengerti
Hingga saat kita jumpa hari ini
Tajamnya matamu tikam jiwaku
Kau tampar bangkitkan aku
Sobat
Sementara hari terus berganti
Engkau pergi dengan dendam membara
Dihati
Aku Disini
Mengantuk perempuan setengah baya
Di bak terbuka mobil sayuran
Jam tiga pagi itu
Tangannya terangkat saat sorot lampu mobilku
Menyilaukan matanya
Aku ingat ibuku
Aku ingat istri dan anak perempuanku
Separuh jalan menuju rumah
Saat lampu menyala merah
Didepan terminal bis kota yang masih sepi
Aku melihat seorang pelacur tertidur
Mungkin letih atau mabuk
Aku ingat ibuku
Aku ingat istri dan anak perempuanku
Dibawah temaram sinar merkuri
Bocah telanjang dada bermain bola
Oh pagi yang gelap
Kau sudutkan aku
Suara kaset dalam mobil
Aku matikan
Jendela kubuka
Angin pagi dan nyanyian sekelompok anak muda
Mengusik ingatanku
Aku ingat mimpiku
Aku ingat harapan
Yang semakin hari semakin panjang tak berujung
Perempuan setengah baya
Pelacur yang tertidur
Bocah bocah bermain bola
Anak muda yang bernyanyi
Sebentar lagi ayam jantan
Kabarkan pagi
Hari harimu menagih janji
Aku disini
Ya aku disini
Ingat ibuku
Istri dan anak anakku
Ikrar
Meniti hari
Meniti waktu
Membelah langit
Belah samudra
Ikhlaslah sayang
Kukirim kembang
Tunggu aku
Tunggu aku
Rinduku dalam
Semakin dalam
Perjalanan
Pasti kan sampai
Penantianmu
Semangat hidupku
Kau cintaku
Kau intanku
Doakanlah sayang
Harapkanlah manis
Suamimu segera kembali
Doakanlah sayang
Harapkanlah manis
Suamimu suami yang baik
Ku titipkan
Semua yang kutinggalkan
Kau jagalah
Semua yang mesti kau jaga
Permataku
Aku percaya padamu
Permataku
Aku percaya padamu
Di Mata Air Tidak Ada Air Mata
Memetik gitar dan bernyanyi
Pada waktu tak bertepi
Di atas langit di bawah tanah
Dihembus angin terseret arus
Untuk saudara tercinta
Untuk jiwa yang terluka
Tengah lagu suaraku hilang
Sebab hari semakin bising
Hanya bunyi peluru di udara
Gantikan denting gitarku
Mengoyak paksa nurani
Jauhkan jarak pandangku
Bibirku bergerak tetap nyanyikan cinta
Walau aku tahu tak terdengar
Jariku menari tetap tak akan berhenti
Sampai wajah tak murung lagi
Bibirku bergerak tetap nyanyikan cinta
Walau aku tahu tak terdengar
Jariku menari tetap tak akan berhenti
Sampai wajah tak murung lagi
Amarah sempat dalam dada
Namun akalku menerkam
Kubernyayi dimatahari
Kupetik gitar di rembulan
Dibalik bening mata air
Tak pernah ada air mata
Dibalik bening mata air
Tak pernah ada air mata
Lagu Enam
Kemana perginya mainanku ?
Mobil mobilan dari kulit jeruk
Kuda kudaan dari pelepah pisang
Entah kemana perginya
Sekarang sulit membedakan
Mana mainan mana sungguhan
Semua mahal
Semua harus dibeli di toko toko penggoda hati
Minta ampun harga mainan kini
Ada yang seharga gaji menteri
Terbuat dari plastik maupun besi
Hanya untuk gengsi anak bayi
Tak ada lagi bocah berkreasi
Semua sudah tersedia
Mereka menjadi cengeng dan manja
Kejernihan otaknya pun sirna
Mana mainanku yang dulu ?
Aku ingin melihat bentuknya
Aku ingin mengingat nama namanya
Yang pernah akrab dengan kehidupan ini
Lagu Lima
Anjing hitam kepala dan kakinya kuning
Sendiri tertidur
Luka luka di punggungnya
Melebam menunggu lalat
Anjing hitam kepala dan kakinya kuning
Kawini ibunya dan beranak lagi
Seperti sebagian manusia
Seperti sebagian manusia
Anjing hitam anaknya hitam
Menunggu seperti kita
Lukanya yang melebam
Memberi kesaksian bagi kehidupan
Kaki depan kanannya pincang
Ditabrak tank ketika latihan didepan
Kaki depan kanannya pincang
Ditabrak tank ketika latihan didepan
Kaki depan kanannya pincang
Ditabrak tank ketika latihan didepan
Kaki depan kanannya pincang
Ditabrak tank ketika latihan didepan
Anjingku menggonggong
Protes pada situasi
Hatiku melolong
Protes pada kamu
Anjingku menggonggong
Protes pada situasi
Hatiku melolong
Protes pada kamu
Anjingku menggonggong
Hatiku melolong
Anjingku menggonggong
Anjingku menggonggong
Anjingku menggonggong
Anjingku menggonggong
Anjingku menggonggong
Anjingku menggonggong
Lagu Empat
Kenapa banyak orang ingin menang ?
Apakah itu hasil akhir kehidupan ?
Kenapa kekalahan menjadi aib ?
Apakah itu kesalahan manusia ?
Demi kemenangan rela membunuh
Demi kemenangan rela memperkosa
Apa saja akan kamu tempuh
Agar kemenangan dapat diraihnya
Kenapa kebenaran tak lagi dicari ?
Sudah tak pentingkah bagi manusia ?
Apakah kebenaran tinggal kata kata ?
Dari bibir pemenang pemenang semu
Aku menjadi lelah dan sangsi
Terhadap kemenangan kemenangan itu
Biarlah aku kalah asal tak memperkosa
Biar saja aku tak menang
Asalkan tak menginjak nuraninya
Aku tidak ingin menang
Aku hanya ingin benar
Walau harus menggali sukma bumi
Merenangi gelombang samudera
Aku tidak ingin menang
Aku hanya ingin benar
Walau harus menggali sukma bumi
Merenangi gelombang samudera
Lagu Tiga
Aku tunggu kamu di tempat ini
Di puncak bukit yang sepi dan dingin
Aku percaya kamu pasti sampai
Rasa dan akal sehatku mengatakan itu
Saudaraku
Singkatnya hari yang kita punya
Begitu banyak memberi makna
Sudah saatnya aku kembali
Sudah waktunya kamu mulai
Saudaraku
Disini
Aku sendiri
Datanglah
Bukit yang sepi
Bukit yang dingin
Tak kan membuatmu tersiksa
Saudaraku
Aku percaya
Kita harus mulai bekerja
Persoalan begitu menantang
Satu niat satulah darah kita
Kamu adalah kamu
Aku adalah aku
Kita harus mulai bekerja
Persoalan begitu menantang
Satu niat satulah darah kita
Kamu adalah kamu
Aku adalah aku
Hijau
Hutanku,
Rusak !
Langitku,
Bocor !
Udara yang aku hisap,
Tercemar !
Makanan yang aku makan,
Racun !
Hijau Hijauku Hijau
Hijau Hijau Dunia
Hijau Hijauku Hijau
Hijau Dunia
Hijau Hijauku Hijau
Hijau Dunia
Hijau Hijauku Hijau
Hijau Dunia
Hijau
Lagu Dua
Jakarta sudah habis
Musim kemarau api
Musim penghujan banjir
Jakarta tidak bersahabat
Api dan airnya bencana
Entah karena kebodohan kecerobohan
Atau keserakahan
Jakarta sudah habis
Diatasnya berdiri bangunan bangunan industri
Disekitar bangunan bangunan itu
Bangunin bangunin memproduksi belatung
Jakarta sudah habis
Warna tanahnya merah kecoklat coklatan
Mirip dengan darah
Mirip dengan api
Mirip dengan air mata
Tanah Jakarta sedang gelisah
Jangan lagi dibuat marah
Tanah Jakarta sedang gelisah
Jangan lagi dibuat marah
Jakarta sudah habis
Dijalan jalan marah ( Dijalan )
Dijalan marah marah
Dirumah rumah marah ( Dirumah )
Dirumah marah marah
Apa enaknya ?
Jakarta sudah habis
Empat puluh persen rakyatnya
Beli air dari PAM
Sisanya gali sendiri
Persoalannya gali pakai apa ?
Tentu saja gali pakai duit
Duitnya terbuat dari air mata asli
Jakarta sudah habis
Sebentar lagi kita akan menjual
Air mata kita sendiri
Karena air mata kita
Adalah air kehidupan
Jakarta sudah habis
Tetapi Indonesia bukan hanya Jakarta
Jakarta
Jakarta
Cuma enak buat cari duit
Nah kalau duit sudah punya
Hijrah saja
Hijrah saja
Hijrah saja
Hijrah saja
Tanah Jakarta sedang gelisah
Jangan lagi dibuat marah
Tanah Jakarta sedang gelisah
Jangan lagi dibuat marah
Jakarta
Jakarta
Jakarta
Hijrah saja
Jakarta sudah habis
Musim kemarau api
Musim penghujan banjir
Jakarta tidak bersahabat
Api dan airnya bencana
Entah karena kebodohan kecerobohan
Atau keserakahan
Jakarta sudah habis
Jakarta sudah habis
Lagu Satu
Jalani hidup
Tenang tenang tenanglah seperti karang
Sebab persoalan bagai gelombang
Tenanglang tenang tenanglah sayang
Tek pernah malas
Persoalan yang datang hantam kita
Dan kita tak mungkin untuk menghindar
Semuanya sudah suratan
Oh matahari
Masih setia
Menyinari rumah kita
Tak kan berhenti
Tak kan berhenti
Menghangati hati kita
Sampai tanah ini inginkan kita kembali
Sampai kejenuhan mampu merobek robek hati ini
Sebentar saja
Aku pergi meninggalkan
Membelah langit punguti bintang
Untuk kita jadikan hiasan
Tenang tenang tenanglah sayang
Semuanya sudah suratan
Tenang tenang seperti karang
Bintang bintang jadikan hiasan
Berlomba kita dengan sang waktu
Jenuhkah kita jawab sang waktu
Bangkitlah kita tunggu sang waktu
Tenanglah kita menjawab waktu
Seperti karang
Tenanglah
Seperti karang
Tenanglah
Karena Kau Bunda Kami
Kami berdiri disini
Mencoba menjaga hidupmu
Bukan hanya sekedar mencintai
Bukan sekedar melindungi
Karena kau bunda kami
Kami minum air susumu
Dihidupi tanahmu
Dimandikan oleh airmu
Kami berdoa
Karena kau bunda kami
Lihatlah fajar pagi telah menyingsing
Dengarkan doa kami
Karena kau bunda kami
Biar keadilan sulit terpenuhi
Biar kedamaian sulit terpenuhi
Kami berdiri menjaga dirimu
Biar keadilan sulit terpenuhi
Biar kedamaian sulit terpenuhi
Kami berdiri menjaga dirimu
Karena kau bunda kami
Dunia Binatang
Ya ya ya ya
Mau makan tak punya uang
Ya ya ya ya
Mau tidur tak punya kasur
Ya ya ya ya
Jawablah jangan diam saja
Kenapa orang susah makin susah saja ?
Ya ya ya ya
Diamlah jangan ngoceh saja
Mereka sudah bosan tutup mulut saja
Ada macan mencakar macan
Ular menggigit ular
Ada gajah membunuh gajah
Kita yang terinjak ya ho ho
Mata liar dimana mana
Mencari mangsa yang lemah
Tangan tangan yang penuh darah
Menindas sambil tertawa
Ada maling teriak maling
Ada musang berbulu domba
Monopoli menjadi jadi
Tangan besi merajalela
Bidadari Senjakala
Wajah langit senja hari
Ada kelelawar melayang
Laut yang bergolak didepanku
Wajah itu datang lagi
Mendatangiku memanggilku
Wajah yang berduka
Aku memelukmu mencium keningmu
Tatap matamu membara membakar hidupku
Suaramu bergairah menenangkanku
Membara membara
Pandanganmu membara
Tubuhmu yang hangat
Menghangatkan tubuhku
Lagu ini untukmu
Mimpi ini untukmu
Duka datang dan pergi
Datangnya silih berganti
Sering aku tak mampu bicara
Terdiam seperti patung bernyawa
Sering aku tak mampu menjawab
Tak tahu harus bagaimana
Bidadari senjakala
Menari untukku untukku
Masih ada cahaya di wajahmu
Di wajahmu
Nyanyian di senja hari membuatku rindu
Jangan berhenti memandang jangan berpaling
Jangan berhenti mencintai jangan berhenti
Aku tahu apa artinya senyum dibibirmu
Sudrun
Angin panas otak panas
Orang waras jadi ganas
Hawa gerah hidup susah
Ngomongnya ngaco dianggap gila
Rumah kontrakan belum terbayar
Uang habis hutang numpuk
Pemasukan belum jelas
Pengeluaran sudah jelas
Oooh
Apakah ini ?
Siapa yang tahu ?
Tak ada yang tahu
Sering kali kita terpaksa berfikir
Melihat orang yang menjadi gila
Sebab tak sanggup lagi menanggung
Beban hidup yang semakin berat
Nasib baik belum datang
Angin surga sering datang
Kepala pusing kepanasan
Mau menangis tidak bisa
Hura-Hura Huru-Hara
Apa jadinya jika mulut dilarang bicara ?
Apa jadinya jika mata dilarang melihat ?
Apa jadinya jika telinga dilarang mendengar ?
Jadilah robot tanpa nyawa
Yang hanya mengabdi pada perintah
Apa jadinya jika saran berubah menjadi ancaman ?
Apa jadinya jika lintah darat makin menghisap rakyat ?
Apa jadinya jika keserakahan makin semena-mena ?
Jadilah kepincangan keadilan
Yang hanya melahirkan dendam
Hura-hura huru-hara
Lingkaran setan semakin seram bentuknya
Hura-hura huru-hara
Gelombang mara bahaya makin terasa
Apa jadinya jika petani tak lagi punya sawah ?
Apa jadinya jika cukong-cukong menguasai tanah ?
Apa jadinya jika hukum sekedar bendera-bendera pajangan ?
Jadilah penghisapan sesama manusia
Yang hanya melahirkan drakula-drakula
Hura-hura huru-hara
Lingkaran setan semakin seram bentuknya
Hura-hura huru-hara
Gelombang mara bahaya makin terasa
Kwek ... Kwek ... Kwek
Kawan apa kabarmu ?
Kawan kemana kamu ?
Kawan apa kabarmu ?
Kawan dimana kamu ?
Bingung bingung dia bingung
Kawanku bingung
Pusing pusing dia pusing
Kawanku pusing
Minggat minggat dia minggat
Kawanku minggat
Ya ya ya ya ya ya ya ya ya ya
Pacar apa kabarmu ?
Pacar kenapa kamu ?
Pacar apa kabarmu ?
Pacar apa maumu ?
Senyum senyum tersenyum
Pacarku tersenyum
Manja manja sangat manja
Pacarku manja
Kwek kwek kwek kwek cerewet
Pacarku cerewet
Ya ya ya ya ya ya ya ya ya ya
Tuan apa kabarmu ?
Tuan siapa kamu ?
Tuan apa kabarmu ?
Tuan mana janjimu ?
Tah tah tah tah merintah
Senang merintah
Cat cat cat cat memecat
Senang memecat
Si si si si korupsi
Senang korupsi
Ya ya ya ya ya ya ya ya ya ya
Kwek kwek
Kwek kwek kwek
Kwek kwek
Kwek kwek kwek kwek
Hua Ha Ha
Hua ha ha ha ha
Hua ha ha ha ha
Hua ha ha ha ha ha ha ha ha
Hua ha ha
Hua ha ha ha ha
Hua ha ha ha ha
Hua ha ha ha ha ha ha ha ha
Bukalah mulut kamu
Lantangkan saja suaramu
Bebaskan jiwa kamu
Tidak apa-apa dianggap gila
Dari pada tak bisa
Tertawa itu sehat
Menipu itu jahat
Tertawa itu sehat
Menipu itu jahat
Hua ha ha ha ha
Hua ha ha ha ha
Hua ha ha ha ha ha ha ha ha
Dalbo
Sejak dilahirkan aku tak tahu siapa orang tuaku
Aku berpindah dari satu kasih sayang
Ke satu kasih sayang yang lain
Aku hisap air susu
Dari tetek banyak ibu
Merpati terbang melintasi
Membawa ku pergi ke masa lalu
Merpati terbang melintasi
Membawa ku pergi ke masa lalu
Aku tak pernah bertanya siapa orang tuaku
Walau memang merasakan
Ada sesuatu yang hilang
Sesuatu yang hilang
Merpati terbang melintasi
Membawa ku pergi ke masa lalu
Merpati terbang melintasi
Membawa ku pergi ke masa lalu
Aku bukan anak haram
Aku Dalbo anak alam
Aku Bosan
Papiku belum pulang
Mamiku belum pulang
Kakakku belum pulang
Katanya cari uang
Hanya ada pembantu
Mengurusi hidupku
Hanya ada televisi
Menemani hariku
Aku bosan
Aku bosan
Aku bosan Bosan bosan bosan bosan
Aku bosan
Aku bosan
Aku bosan Bosan bosan bosan bosan
Ketika papi pulang
Mukanya sangat tegang
Ketika mami pulang
Menyapa halo sayang
Ketika kakak pulang
Jalannya sudah goyang
Katanya cari uang
Katanya cari uang
Aku bosan
Aku bosan
Aku bosan Bosan bosan bosan bosan
Aku bosan
Aku bosan
Aku bosan Bosan bosan bosan bosan
Ini Si Trendy
Ini si trendy menari memuja diri
Ini si trendy bergaya pasang aksi
Hidupnya penuh basa basi
Ingin dianggap paling seksi
Tiap hari maunya dipuji
Hidup diperbudak gengsi
Ini si trendy menari gaya babi ngepet
Ini si trendy menyanyi karaoke
Suaranya mirip bebek
Matanya merem melek
Yang penting bisa di potret
Ngetren
Trendy trendy trendy trendy trendy trendy trendy
Trendy trendy trendy trendy trendy trendy trendy
Enggak ikut ikut gengsi
Kuno kuno kuno kuno
Enggak ikut ikut gengsi
Kuno kuno kuno kuno
Enggak ikut ikut gengsi
Kuno kuno kuno kuno
Enggak ikut ikut gengsi
Kuno kuno kuno kuno
Ini si trendy masih menari dan menyanyi
Ini si trendy genitnya semakin jadi
Orang orang dianggap tuli
Moderenisasi salah kaprah
Lantas menjadi latah
Ngetren
Trendy trendy trendy trendy trendy trendy trendy
Trendy trendy trendy trendy trendy trendy trendy
Jogja
Aku jalan sendiri
Dijalan yang sering aku lewati dulu
Aku masih melihat
Wajah wajah yang aku kenal dahulu
Dikota ini
Dikota ini
Aku bangun kembali
Setelah tidur yang panjang tanpa pernah kusadari
Ingin menyanyi
Untuk apa saja yang pernah terjadi dikota ini
Dikota ini
Dikota ini
Kupanggil Jogjakarta
Malam semakin sunyi
Jalan semakin sepi
Malam semakin dingin
Oh dikota ini masih ada jejakku
Malam semakin sunyi
Jalan semakin sepi
Malam semakin dingin
Oh dikota ini masih ada jejakku
Na na na na na na na
Na na na na na na na
Oh dikota ini masih ada jejakku
Telaga Dan Bencana
Aku sering menyesali
Sebab tak mampu memahami
Sulit membaca isyaratmu
Kata katamu penuh arti
Lidahku bagai api
Menghanguskan harapanmu
Ada air jernih mengalir
Dari dua matamu
Mengalirlah air hidup
Bawa aku ke samudera
Dihatimu ada telaga
Didiriku mengalir bencana
Pertengkaran demi pertengkaran
Ketegangan demi ketegangan
Penyesalan demi penyesalan
Menyimpan prahara
Mana mungkin aku bisa
Memberimu ketenangan
Aku masih mencari
Lembah ketenangan jiwa
Mengalirlah air hidup
Bawa aku ke samudera
Dihatimu ada telaga
Didiriku mengalir bencana
Pertengkaran demi pertengkaran
Ketegangan demi ketegangan
Penyesalan demi penyesalan
Menyimpan prahara
Dihatimu Aku Berlindung
Ketika matahari membakar lautan
Ketika matahari membakar dunia
Ketika matahari membakar diri sendiri
Dihatimu aku berlindung
Dihatimu aku berlindung
Ketika badai menghempaskan diriku
Ketika badai menutupi langkahku
Ketika badai mengguncang guncang hidupku
Dihatimu aku berlindung
Dihatimu aku berlindung
Dihatimu aku berlindung
Dihatimu aku berlindung
Ketika bumi ini tak berputar lagi
Ketika malaikat tak berdoa lagi
Ketika aku tak bisa bernyanyi lagi
Dihatimu aku berlindung
Dihatimu aku berlindung
Dihatimu aku berlindung
Dihatimu aku berlindung
Dihatimu aku berlindung
Dihatimu aku berlindung
Dihatimu aku berlindung
Dihatimu aku berlindung
Ketika matahari membakar diri sendiri
Ketika matahari membakar diri sendiri
Dihatimu aku berlindung
Dihatimu aku berlindung
Ketika aku tak bisa bernyanyi lagi
Ketika malaikat tak berdoa lagi
Nasib Nyamuk
Aku bukan seperti nyamuk
Yang menghisap darahmu
Aku manusia yang berbuat
Sesuai aturan dan keinginan
Kadang kadang aku melanggar
Kadang kadang aku seperti nyamuk
Tetapi aku bukan nyamuk
Aku punya akal budi nyamuk tidak
Nyamuk nyamuk berputar putar
Di atas kepalaku
Suaranya berdengung mendengung
Seperti suara ribuan helikopter
Seperti suara mesin perang
Yang membantai Vietnam
Yang membantai timur tengah
Yang mengganyang Timor Timur
Yang membantai Kamboja
Yang membantai Bosnia
Mula mula
Aku bisa mengerti
Lama lama
Aku ingin nyamuk nyamuk yang mengerti
Mataku terganggu
Hidungku terganggu
Tangan dan kakiku terganggu
Kemaluanku terganggu
Kehidupanku terganggu
Jasmani dan rohaniku terganggu
Kehidupanku terganggu
Jasmani dan rohaniku terganggu
Lingkaran Aku Cinta Padamu
Kini kami berkumpul
Esok kami berpencar
Berbicara tentang kehidupan
Berbicara tentang kebudayaan
Berbicara tentang ombak lautan
Berbicara tentang bintang di langit
Kami berbicara tentang Tuhan
Berbicara tentang kesejatian
Tentang apa saja
Malam boleh berlalu
Gelap boleh menghadang
Disini kami tetap berdiri
Disini kami tetap berpikir
Disini kami tetap berjaga
Disini kami tetap waspada
Disini kami membuka mata
Disini kami selalu mencari
Kesejatian diri
Alang alang bergerak
Mata kami berputar
Seperti elang kami melayang
Seperti air kami mengalir
Seperti mentari kami berputar
Seperti gunung kami merenung
Di lingkaran kami berpandangan
Di lingkaran kami mengucapkan
Aku cinta padamu
Aku cinta padamu
Aku cinta padamu
Aku cinta padamu
Puisi Gelap
Langit gelap
Jutaan gagak hitam memenuhi langit
Datang dari goa goa yang gelap dan lembab
Dari padang yang kering tandus
Merentang sayap berputar putar mengerikan
Suaranya melengking menyayat
Amarah yang terpendam amarah tertahan
Gentayangan bagai mayat bangun dari kuburan
Karena mereka pun tak mau menerima
Gerhana matahari gerhana hidup
Mereka menutupi cahaya matahari
Memakan bangkai dari apa saja yang tersisa
Hinggap diatas tanah diatap rumah
Di dahan dahan pohon yang mati kering
Mengintai mangsa
Menanti bangkai temannya sendiri yang mati kelaparan
Bau bangkai menyengat dimana mana
Saling menerkam diantara mereka sendiri
Sekedar bertahan dari kematian yang segera datang menjemput
Tak ada cahaya matahari
Tak ada cahaya kehidupan
Tak ada apa apa
Hanya ada ketegangan dan keganasan
Ketegangan yang mengandung bencana
Gagak gagak terus berputar semakin banyak
Marah pada apa ?
Marah pada siapa ?
Marah pada marah yang tak terlampiaskan
Sampai pada saatnya nanti
Mereka jatuh terkapar dan mati
Tapi dimana cahaya kehidupan ?
Tak ada yang tahu
Hanya ada jutaan bangkai gagak
Berserakan berbau amis dan busuk
Ah
Bau busuk kehidupan
Menyusup menebar ke sudut sudut kota
Dan kita menghisapnya
Doa Dalam Sunyi
Angin datang dari mana ?
Merayapi lembah gunung
Ada luka dalam duka
Dilempar kedalam kawah
Memanjat tebing tebing sunyi
Memasuki pintu misteri
Menggores batu batu
Dengan kata sederhana
Dengan doa sederhana
Merenung seperti gunung
Mengurai hidup dari langit
Jejak jejak yang tertinggal
Menyimpan rahasia hidup
Selamat jalan saudaraku
Pergilah bersama nasibmu
Pertemuan dan perpisahan
Dimana awal akhirnya ?
Dimana bedanya ?
Dimana bedanya ?
Doa doa terdengar dalam sunyi
Doa doa terdengar dalam sepi
Doa doa terdengar dalam sunyi
Doa doa terdengar dalam sepi
Doa doa terdengar dalam sunyi
Doa doa terdengar dalam sepi
Doa doa terdengar dalam sunyi
Doa doa terdengar dalam sepi
Awang-Awang
Jika kata tak lagi bermakna
Lebih baik diam saja
Jika langkah tak lagi bermata
Langkah buta terjang saja
Melayang terbang melayang
Melayang di awang-awang
Melayang terbang melayang
Di atas samudera terbentang
Berlari aku berlari
Menembus hari
Berlari aku berlari
Menembus hari
Bagaimana bisa berhenti ?
Sedang kita belum melangkah
Bagaimana bisa kembali ?
Sedang kita tak tahu sampai dimana
Berlari aku berlari
Menembus hari
Berlari aku berlari
Menembus hari
Bagaimana bisa mengerti ?
Sedang kita belum berpikir
Bagaimana bisa dianggap diam ?
Sedang kita belum bicara
Melayang terbang melayang
Melayang melayang
Melayang melayang
Bagaimana bisa mengerti ?
Sedang kita belum berpikir
Bagaimana bisa dianggap diam ?
Sedang kita belum bicara
Melayang terbang melayang
Melayang di awang-awang
Melayang terbang melayang
Di atas samudera terbentang
Orang Gila
Waktu pulang
Malam malam
Sendiri
Sendiri
Orang gila di lampu penyeberangan
Jam dua malam
Lewat pada saat lampu sedang merah
Tepat ditengah tengah zebra cross
Irama langkahnya tidak berubah
Seperti lagu lama
Yang aku dengar menuju pulang
Sendirian
Orang gila di lampu penyeberangan
Rambutnya gimbal
Kumis dan jenggotnya jarang jarang
Membawa gembolan
Entah gombalan
Atau makanan
Melangkah terus lurus kedepan
Melangkah terus lurus kedepan
Orang gila di lampu penyeberangan
Apa kabar?
Siapa yang menyapa kamu diam
Tersenyum tidak menangis tidak
Kamu sapa siapa saja
Selamat malam
Selamat malam
Orang gila di lampu penyeberangan
Orang gila di lampu penyeberangan
Melangkah terus lurus kedepan
Melangkah terus lurus kedepan
Kamu sapa siapa saja
Selamat malam
Selamat malam
Menunggu Ditimbang Malah Muntah
Aku bernyanyi di dalam kamar mandi
Seorang diri
Disamping wastafel di samping kaca
Sambil menghisap kejenuhan
Majalah mingguan tergeletak
Di keranjang cucian
Gambar dua orang menteri
Sedang jabat tangan sambil tersenyum
Di atas kakus aku terus menulis
Menulis lagu lagu seimbang
Timbang menimbang ditimbang timbang
Timbang menimbang dibuang sayang
Yang paling besar pulang sekolah
Si bapak asyik sendiri
Suara mesin buyarkan maksud
Maksud siapa aku tak tahu
Adzan terdengar gemericik hujan
Mencari teman orang tertawa
Tunggu menunggu ditunggu tunggu
Tunggu menunggu dibuang sayang
Pelan pelan sayang
Kalau mulai bosan
Jangan marah marah
Nanti cepat mati
Santai sajalah
Pelan pelan sayang
Kalau mulai bosan
Jangan marah marah
Nanti cepat mati
Santai sajalah
Seekor nyamuk terbang diatas majalah
Kadang hinggap lalu terbang lagi
Mengitari wajah politikus
Yang entah tersenyum atau sakit gigi
Lampu empat puluh watt
Bertopi pendekar Cina
Tetap saja merendah tidak berubah
Kartu nama seorang teman terlindas asbak
Yos tidur
Galang Cikal tidur
Hari ini ada berita
Polisi mati
Hari ini ada berita
Pembantu dibantai majikannya
Hari ini ada berita
Anak anak membunuh orang tuanya
Hari ini ada berita
Orang tua memperkosa anak anaknya
Hari ini ada berita
Guru guru banyak yang sakit jiwa
Hari ini ada berita
Orang orang kaya takut bangkrut
Hari ini ada berita
Mahasiswa protes
Merah putih cemang cemong
Mau insaf susah
Desa sudah menjadi kota
Burung hantu liar berbunyi terus
Yos bangun
Galang Cikal tidur
Yos tidur lagi
Jangkrik tidak berhenti
Belalang masih bernyanyi
Detik jam belum berhenti
Suara mobil sewenang wenang
Suara pabrik sama saja
Yos tidur
Galang Cikal tidur
Pelan pelan sayang
Kalau mulai bosan
Jangan marah marah
Nanti cepat mati
Santai sajalah
Lagu Cinta
Aku tak tahu harus mulai dari mana?
Aku tak tahu harus menulis apa?
Ditanganku duka
Ditanganku suka
Lagu cinta ingin kunyanyikan
Namun lidahku kaku hatiku beku
Aku rindu
Aku tak tahu
Lagu cinta dimana kamu?
Mencari apa yang dicari
Menunggu apa yang ditunggu
Aku merasa dikejar waktu
Mencari apa yang dicari
Menunggu apa yang ditunggu
Aku merasa dikejar waktu
Dari mana kamu datang?
Aku tak mendengar langkahmu
Lagu cinta
Pelan pelan bangunkan aku
Mencari apa yang dicari
Menunggu apa yang ditunggu
Aku merasa dikejar waktu
Mencari apa yang dicari
Menunggu apa yang ditunggu
Aku merasa dikejar waktu
Mencari apa yang dicari
Menunggu apa yang ditunggu
Aku merasa dikejar waktu
( Mencari apa yang dicari )
Mencari apa yang dicari
Menunggu apa yang ditunggu
Aku merasa dikejar waktu
Satu Satu
Satu satu daun berguguran
Jatuh ke bumi dimakan usia
Tak terdengar tangis tak terdengar tawa
Redalah reda
Satu satu tunas muda bersemi
Mengisi hidup gantikan yang tua
Tak terdengar tangis tak terdengar tawa
Redalah reda
Waktu terus bergulir
Semuanya mesti terjadi
Daun daun berguguran
Tunas tunas muda bersemi
Satu satu daun jatuh kebumi
Satu satu tunas muda bersemi
Tak guna menangis tak guna tertawa
Redalah reda
Waktu terus bergulir
Kita akan pergi dan ditinggal pergi
Redalah tangis redalah tawa
Tunas tunas muda bersemi
Waktu terus bergulir
Semuanya mesti terjadi
Daun daun berguguran
Tunas tunas muda bersemi
Samsara
"Ooh Tentreming ati Tentreming donya Ooh"
Bila ruang waktu berbenturan
Bila bintang diganti satelit
Manusia bunuh jarak
Evolusi kehidupan
Makin jelas
Bila hidup butakan budaya
Bila anarki membara rakyat merana
Daulat daya hidup jadi semu
Demokrasi bibir jalanan
Bukan penyelesaian
Keadilan
Kehidupan
Ditegakkan
Kebersamaan
Kemakmuran
Dilautkan
Apakah masih ada angin cinta kebersamaan ?
Gerhana meratap jiwa membara
Kesatuan berbangsa digemakan
Samsara
Galileo
Samsara
Galileo
Samsara
Angin berputar putar ditengah matahari
Bila anarki dan emosi bernyanyi
Kepalsuan membudaya
Merobohkan masa depan
Tergilas kehidupan melanium
Emosi membara
Anarki menyala
Serakah membara
Membuahkan kesenjangan
Oligarki
Monopoli
Daya mati
Demokrasi
Ekonomi
Daya hidup
"Singgah singgah kala singgah
Pan suminggah
Durga kala sumingkira
Singa sirah singa suku
Singa tan kasat mata
Singa tenggak singa
Wulu singa bahu
Kabeh pada sumingkira
Balia mring asal neki"
Anak Zaman
Aku tanamkan benih hidup
Aku sirami dengan doa
Tumbuh tumbuhlah pohon kehidupan
Mekar mekarlah bunga harapan
Burung terbang menelan bintang
Dingin mencekam menakutkan
Bunga bunga api menari nari
Waspada waspadalah pancaroba
Hari baru telah datang
Bunga bunga masa depan
Telah datang perubahan
Bintang bintang anak zaman
For Green And Peace
I am jealous of the moonshine
I am jealous of the sun's rays
Oh sun the sun above
You are the soul of life
Moon full moon above
Your light in this darkening the world
In the eyes for peace and tranquility
Water of love
You are the blood that ruin through my veins
There are more and more conflicts
Even without the threat of nuclear games
Civilized economy and technology
Did not bear the green and peace movement
Let us sing
For the world of green and peace
Let us sing
For the rejuvination of the universe constitution
Let’s echo the word
Let’s start our revolution for green and peace
Let’s start our revolution for green and peace
Let’s start our revolution for green and peace
Let’s start our revolution for green and peace
Sing the song for the world of green and peace
Human civilitation
Witness how greed ruins natures harmony
The earth shaltering the atmosphere is heating up
The stars would never shine
The beginning of the millenium
Bring war criminals
Witness Bosnia, Somalia, Palestine
Watch the world crumbles plagued by terrorism
Singing together
Let’s start our revolution for green and peace
Let’s start our revolution for green and peace
Let’s start our revolution for green and peace
Let’s start our revolution for green and peace
The sun, the earth, the moon and the stars
You are the witness for the universe constitution
Constitution and democracy made by the men
Could never solve problems world conflict
Nyanyian Preman
Wajahku disabet angin jadi tembaga
Ketombe dirambut celana kusut
Umurku ditelan jalan dalam kembara
Impian dirumput ah cerita butut
Addressku pojokan jalan tapi merdeka
Hidupku bersatu bersama rakyat
Jiwaku menolak menjadi kuku garuda
Hatiku setia meskipun cacat
Ooh ooh
Ya ya ya ya ya ya ya
T K W
Susu macan
Ijasah SD
Pengalaman
T K W
Susu macan
Ijasah SD
Pengalaman
Kugenggam nasibku mantap tanpa sesalan
Bapakku mentari bundaku jalan
Hidupku berlangsung tanpa buku harian
Berani konsekuen pertanda jantan
( Minuman pun ditenggak... Glegek huah )
Bunga Matahari
Embun selembut wajahmu
Fajar secerah senyummu
Merdu burung bernyanyi
Merdu janji janjimu
Kau tumpahkan cintamu
Bergelora jiwa jantanku
Berjanji setubuhi indraku
Matahari seindah kasihmu
Kuberikan segalanya oh jantung hatiku
Kukorbankan kurelakan
Demi bunga matahariku
Tetapi kini semua
Hampa karena kau terbang
Sebagai angin senja
Bunga matahariku
Bunga mata hatiku
Sirnalah impian indahku
Retaklah daya cinta
Kau sirnakan lautan
Kasih sayangku ini
Kau ratakan gunung cinta
Bunga bunga hatiku
Matahariku
Halilintar getarkan jiwaku
Bergetar dibelah asmara
Kurelakan kukorbankan
Segala galanya
Aku masih tetap tegar
Diterjang badai asmara
Bunga mata hatiku
Bunga matahariku
Bunga mata hatiku
Bunga matahariku
Panji Panji Demokrasi
Panji panji demokrasi
Apa sudah mati ?
Dewa dewa keadilan
Tinggal bayangan
Mata mata kesadaran
Di nina bobok kan
Kenapa hukum tak pernah
Menyentuh yang diatas
Pu tipu saling menipu
Kat sikat saling menyikat
Lah salah menjadi benar
Ngung bingung hidup menjadi bingung
Celaka
Menangis panji panji demokrasi
Panji panji demokrasi
Penuh luka berdarah
Jatuh menetes ke bumi
Membangunkan kesadaran
Pu tipu saling menipu
Kat sikat saling menyikat
Lah salah menjadi benar
Ngung bingung hidup semakin bingung
Celaka
Menangis panji panji demokrasi
Panji panji demokrasi sedang menangis
Panji panji demokrasi sedang mengemis
Asmaragama
Aku ingin menurunkan bulan
Lenganku pendek
Pertolongan apa yang bisa kuharapkan ?
Aku menari menghadang angin
Mencari jala atau jaring
Asmaragama mengacaukan nafasku
Mendam birahi gua siluman
Benda jaya ingin ku singgahkan
Bertapa sampai tuntas air kehidupan
Dan sang rembulan wajah kencana
Yang penuh rahasia
Dengan tuntutan yang takkan terlaksanakan
Oh bulan oh bara asmara
Tak tersisakah kenanganmu sedikit juga ?
Gelepar ikan di peraduan
Kijang mengerang di alam mimpi
Gada perkasa dalam khayal bidadari
Oh rembulan
Oh asmaragama
Mengapa kau belah hatiku ?
Oh rembulan
Oh asmaragama
Aku tetap tegar dibelah asmara
Songsonglah
Lepaslah
Lepaslah belenggu ragu
Yang membelit hati
Langkahlah
Melangkah dengan pasti
Menuju gerbang baru
Songsonglah
Songsonglah gelombang waktu
Berenang dengan tenang
Tangis bayi baru lahir
Memecah hari yang berat
Ibunya pasrah berdarah
Beban hidup kian bertambah
Namun harapan juga bertambah
Sang ayah tak mampu berkata
Mendengar
Mendengar suara gaduh
Hatinya terluka
Melihat
Melihat wajah murung
Air matanya berlinang
Merasa
Merasa telah tiba
Saat yang ditunggu tunggu
Lagu Buat Penyaksi
Matinya seorang penyaksi
Bukan matinya kesaksian
Tercatat direlung jiwa
Menjadi bara membara
Duka cita terdalam
Hari ini kisahmu abadi
Berbaringlah kawan
Berbaringlah dengan tenang
Matinya seorang wartawan
Bukan matinya kebenaran
Tercatat dengan kata sakti
Menjadi benih yang murni
Duka cita terdalam
Hari ini kisahmu abadi
Berbaringlah kawan
Berbaringlah dengan tenang
Langgam Lawu
Dengarlah suara bening dalam hatimu
Biarlah nuranimu berbicara
Lihatlah puncak gunung menjulang tinggi
Perkasa menghadapi badai hidup
Dalang melenggang di pasar baru
Cari wayang yang mau jadi dalang
Main silat pakai sepatu
Sepatu bot buatan Jepang
E walah gunung Lawu langite wungu
Golek wahyu endasku ngelu
Kupu kupu terbang datang
Dikaki gunung Lawu
Dinaungi awan
Dalang melenggang mencari pacar baru
Wayang pusing pakai topeng berwarna belang
Rokok menyan mengebul memanggil hantu
Pohon beringin dibonsai membayar hutang
E walah bapak pucung menari nari
Bernyanyi kami akan terus bernyanyi
Kupu kupu terus datang
Dikaki gunung Lawu
Satu warna satu tujuan
Dengarlah suara bening dalam hatimu
Biarlah nuranimu berbicara
Lihatlah puncak gunung menjulang tinggi
Perkasa menghadapi badai hidup
Pangeran Brengsek
Pangeran brengsek gudel ngepet
Suka nyopet mati disantet
Pangeran brengsek gegar otak
Padahal jelas tak punya otak
Aku seperti monyet botak
Monyet botak seperti aku
Monyet botak seperti gudel
Gudel ngepet seperti pangeran
Oh ya
Ngaku dermawan suka nyopet
Oh ya
Ee ee ati ati disantet
Sudah kubilang jangan protes
Pangeran brengsek
Sudah kubilang jangan nyopet
Pangeran brengsek sek sek sek sek
Pangeran brengsek suka nggelek
Pingin jadi caleg tapi gebleg
Jual tampang dikoran koran
Ha ha ha pahlawan kesiangan
Oh ya
Ngaku dermawan suka nyopet
Oh ya
Ee ee ati ati disantet
Sudah kubilang jangan protes
Pangeran brengsek
Sudah kubilang jangan nyopet
Pangeran brengsek
Senang bernyanyi kaya Sengkuni
Senang berkhotbah kaya Dorna
Ngomongnya ngaco co co co co co
Sek sek sek sek sek sek sek sek sek
Kemesraan
Suatu hari
Dikala kita duduk ditepi pantai
Dan memandang
Ombak dilautan yang kian menepi
Burung camar
Terbang bermain diderunya air
Suara alam ini
Hangatkan jiwa kita
Sementara
Sinar surya perlahan mulai tenggelam
Suara gitarmu
Mengalunkan melodi tentang cinta
Ada hati
Membara erat bersatu
Getar seluruh jiwa
Tercurah saat itu
Kemesraan ini
Janganlah cepat berlalu
Kemesraan ini
Ingin kukenang selalu
Hatiku damai
Jiwaku tentram disampingmu
Hatiku damai
Jiwaku tentram bersamamu
Bersamamu
Orang Pinggiran
Orang pinggiran
Ada di trotoar
Ada di bis kota
Ada di pabrik pabrik
Orang pinggiran
Di terik mentari
Di jalan becek
Menyanyi dan menari
Lagunya nyanyian hati
Tarinya tarian jiwa
Seperti tangis bayi dimalam hari
Sepinya waktu kala sendiri
Sambil berbaring meraih mimpi
Menatap langit langit tak perduli
Sebab esok pagi kembali
Orang pinggiran
Didalam lingkaran
Berputar putar
Kembali kepinggiran
Lagunya nyanyian hati
Tarinya tarian jiwa
Seperti tangis bayi dimalam hari
Sepinya waktu kala sendiri
Sambil berbaring meraih mimpi
Menatap langit langit tak perduli
Sebab esok pagi kembali
Orang pinggiran
Bukan pemalas
Orang pinggiran
Pekerja keras
Orang pinggiran
Tidak mengeluh
Orang pinggiran
Terus melenguh
Mimpi yang Terbeli
Berjalan di situ
Di pusat pertokoan
Melihat-lihat barang-barang
Yang jenisnya beraneka ragam
Cari apa di sana
Pasti tersedia
Asal uang di kantong cukup
Tentu tak ada soal
Aku ingin membeli
Kamu ingin membeli
Kita ingin membeli
Semua orang ingin membeli
Apa yang dibeli ?
Mimpi yang terbeli
Sebab harga barang tinggi
Tiada pilihan selain mencuri
Sampai kapan mimpi mimpi itu kita beli ?
Sampai nanti sampai habis terjual harga diri
Sampai kapan harga harga itu melambung tinggi ?
Sampai nanti sampai kita tak bisa bermimpi
Segala produksi ada disini
Menggoda kita untuk memiliki
Hari hari kita berisi hasutan
Hingga kita tak tahu diri sendiri
Melihat anak kecil
Mencuri mainan
Yang harganya tak terjangkau
Oleh bapaknya yang maling
Mata Indah Bola Ping Pong
Pria mana yang tak suka
Senyummu juwita
Kalau ada yang tak suka
Mungkin sedang goblok
Engkau baik
Engkau cantik
Kau wanita
Aku cinta
Mata indah bola ping pong
Masihkah kau kosong
Bolehkah aku membelai
Hidungmu yang aduhai
Engkau baik
Engkau cantik
Kau wanita
Aku puja
Jangan marah kalau kugoda
Sebab pantas kau digoda
Salah sendiri kau manis
Punya wajah teramat manis
Wajar saja kalau kuganggu
Sampai kapan pun kurindu
Lepaskan tawamu nona
Agar tak murung dunia
Engkau baik
Engkau cantik
Kau wanita
Aku cinta
Aku puja
Kau betina
Bukan gombal
Aku yang gila
Jangan marah kalau kugoda
Sebab pantas kau digoda
Salah sendiri kau manis
Punya wajah teramat manis
Wajar saja kalau kuganggu
Biar mampus aku rindu
Lepaskan tawamu nona
Agar tak murung dunia
Mata indah bola ping pong
Masihkah kau kosong
Bolehkah aku membelai
Hidungmu yang aduhai
Mata indah bola ping pong
Masihkah kau kosong
Bolehkah aku membelai
Bibirmu yang aduhai
Mata indah bola ping pong
Masihkah kau kosong
Bolehkah aku membelai
Pipimu yang aduhai
Mata indah bola ping pong
Masihkah kau kosong
Bolehkah aku membelai
Jidatmu yang aduhai
Ethiopia
Dengar rintihan berjuta kepala
Waktu lapar menggila
Hamparan manusia tunggu mati
Nyawa tak ada arti
Kering kerontang meradang
Entah sampai kapan
Datang tikam nurani
Selaksa doa penjuru dunia
Mengapa tak rubah bencana
Menjerit Afrika mengerang Ethiopia
Ethiopia Ethiopia
Ethiopia Ethiopia
Ethiopia Ethiopia
Ethiopia Ethiopia
Derap langkah sang penggali kubur
Angkat yang mati dengan kelingking
Parade murka bocah petaka
Tak akan lenyap kian menggema
Nafas orang-orang disana
Merobek telinga
Telanjangi kita
Lalat-lalat berdansa cha cha cha
Berebut makan dengan mereka
Tangis bayi ditetek ibunya
Keringkan air mata dunia
Obrolan kita dimeja makan
Tentang mereka yang kelaparan
Lihat sekarat dilayar TV
Antar kita pergi ke alam mimpi
Ethiopia Ethiopia
Ethiopia Ethiopia
Ethiopia Ethiopia
Ethiopia Ethiopia
” Disana terlihat ribuan burung nazar...
Terbang disisi iga iga yang keluar...
Jutaan orang memaki takdirnya...
Jutaan orang mengutuk nasibnya...
Jutaan orang marah...
Jutaan orang tak bisa berbuat apa apa... “
” Setiap detik selalu saja ada yang merintih...
Setiap menit selalu saja ada yang mengerang...”
Ethiopia Ethiopia
Ethiopia Ethiopia
“ Aku dengar jeritmu dari sini...
Aku dengar...
Aku dengar tangismu dari sini...
Aku dengar... “
” Namun aku hanya bisa mendengar...
Aku hanya bisa sedih...
Hitam kulitmu...
Sehitam nasibmu kawan... ”
” Waktu kita asik makan...
Waktu kita asik minum...
Mereka haus...
Mereka lapar...
Mereka lapar...
Mereka lapar... “
Pesawat Tempurku
Waktu kau lewat
Aku sedang mainkan gitar
Sebuah lagu yang kunyanyikan
Tentang dirimu
Seperti kemarin
Kamu hanya lemparkan senyum
Lalu pergi begitu saja
Bagai pesawat tempur
Hei kau yang manis
Singgahlah dan ikut bernyanyi
Sebentar saja nona
Sebentar saja hanya sebentar
Rayuan mautku
Tak membuat kau jadi galak
Bagai seorang diplomat ulung
Engkau mengelak
Kalau saja aku bukanlah penganggur
Sudah kupacari kau
Jangan bilang tidak bilang saja iya
Iya lebih baik daripada kau menangis
Penguasa penguasa
Berilah hambamu uang
Beri hamba uang
Beri hamba uang
Penguasa penguasa
Berilah hambamu uang
Beri hamba uang
Beri hamba uang
Beri hamba uang
Beri hamba uang
Oh ya andaikata
Dunia tak punya tentara
Tentu tak ada perang
Yang banyak makan biaya
Oh oh ya andaikata
Dana perang buat diriku
Tentu kau mau singgah
Bukan cuma tersenyum
Kalau hanya senyum yang engkau berikan
Westerling pun tersenyum
Bersinggahlah sayang pesawat tempurku
Mendarat mulus didalam sanubariku
Penguasa penguasa
Berilah hambamu uang
Beri hamba uang
Beri hamba uang
Penguasa penguasa
Berilah hambamu uang
Beri hamba uang
Beri hamba uang
Beri hamba uang
Beri hamba uang
Beri hamba uang
Beri hamba uang
Beri hamba uang
Beri hamba uang
Beri hamba uang
Beri hamba uang
Beri hamba uang
Beri hamba uang
Beri hamba uang
Surat Buat Wakil Rakyat
Untukmu yang duduk sambil diskusi
Untukmu yang biasa bersafari
Disana di gedung DPR
Wakil rakyat kumpulan orang hebat
Bukan kumpulan teman teman dekat
Apalagi sanak famili
Dihati dan lidahmu kami berharap
Suara kami tolong dengar lalu sampaikan
Jangan ragu jangan takut karang menghadang
Bicaralah yang lantang jangan hanya diam
Dikantong safarimu kami titipkan
Masa depan kami dan negeri ini
Dari Sabang sampai Merauke
Saudara dipilih bukan di lotere
Meski kami tak kenal siapa saudara
Kami tak sudi memilih para juara
Juara diam juara he eh juara hahaha
Untukmu yang duduk sambil diskusi
Untukmu yang biasa bersafari
Disana di gedung DPR
Dihati dan lidahmu kami berharap
Suara kami tolong dengar lalu sampaikan
Jangan ragu jangan takut karang menghadang
Bicaralah yang lantang jangan hanya diam
Wakil rakyat seharusnya merakyat
Jangan tidur waktu sidang soal rakyat
Wakil rakyat bukan paduan suara
Hanya tahu nyanyian lagu “setuju”
Wakil rakyat seharusnya merakyat
Jangan tidur waktu sidang soal rakyat
Wakil rakyat bukan paduan suara
Hanya tahu nyanyian lagu “setuju”
Wakil rakyat seharusnya merakyat
Jangan tidur waktu sidang soal rakyat
Wakil rakyat bukan paduan suara
Hanya tahu nyanyian lagu “setuju”
Wakil rakyat seharusnya merakyat
Jangan tidur waktu sidang soal rakyat
Wakil rakyat bukan paduan suara
Hanya tahu nyanyian lagu “setuju”
Lingkaran Hening
Di lingkaran keheningan
Tak ada lagi batasan waktu
Nyala api dalam hening
Menyentuh dinding jiwa yang luka
Satu satu wajah datang
Satu persatu menghilang lagi
Batas langit batas hidup
Kita melayang tak tentu arah
Sayap sayap jiwa yang terluka
Darah menetes basahi senja
Untuk apa mengasingkan diri ?
Lingkaran hening
Telah tumbuh pohon baru
Diatas tanah yang pernah kering
Air hujan air hidup
Mengalir dari jiwa yang hening
Bayang bayang tarian jiwaku
Memenuhi ruangan dunia
Pintu langit makin terbuka
Lingkaran hening
Lingkaran hening
Jiwa yang hening
Lingkaran hening
Lingkaran hening
Jiwa yang hening
Lingkaran hening
Lancar
Sejak palapaku mengorbit ke angkasa
Kemajuan teknologiku semakin menggila
Komunikasipun bertambah mudah
Walau itu jauh di luar kota
Disana sini dan dimana mana
Terlihat berita tentang pembangunan
Terciptalah kini pemerataan
Bangsaku kini telah dipintu kemajuan
Tinggal semua perlu kesadaran
Jangan kita berpangku tangan
Teruskan hasil perjuangan
Dengan jalan apa saja yang pasti kita temukan
Asal jangan pembangunan
Dijadikan korban
Asal jangan pembangunan
Hanya untuk si tuan Polan
Disana sini dan dimana mana
Terlihat berita tentang pembangunan
Terciptalah kini pemerataan
Bangsaku kini sudah diambang kemajuan
Tinggal semua perlu kesadaran
Jangan kita berpangku tangan
Teruskan hasil perjuangan
Dengan jalan apa saja yang pasti kita temukan
Asal jangan pembangunan
Dibuat kesempatan
Asal jangan pembangunan
Dijadikan korban
Asal jangan pembangunan
Bikin resah kaum susah
Asal jangan pembangunan
Bikin mandul hutan gundul
Asal jangan pembangunan
Bikin gendut kulit perut
Asal jangan pembangunan
Bikin subur kaum makmur
Asal jangan pembangunan
Bikin kotor meja kantor
Asal jangan pembangunan
Buat senang cacing cacing
Aku Sayang Kamu
Susah susah mudah kau kudekati
Kucari engkau lari kudiam kau hampiri
Jinak burung dara justru itu kusuka
Bila engkau tertawa hilang semua duka
Gampang naik darah omong tak mau kalah
Kalau datang senang nona cukup ramah
Bila engkau bicara persetan logika
Sedikit keras kepala ah dasar betina
Ku suka kamu
Sungguh suka kamu
Ku perlu kamu
Sungguh perlu kamu
Engkau aku sayang sampai dalam tulang
Banyak orang bilang aku mabuk kepayang
Aku cinta kamu bukan cinta uangmu
Aku puja selalu setiap ada waktu
Ku suka kamu
Sungguh suka kamu
Ku perlu kamu
Sungguh perlu kamu
Langsat kuning cina warna kulit nona
(Rambut kepang dua kadang ekor kuda)
Bibir merah muda lesung pipit pun ada
Wajah cukup lumayan dapat poin enam
Kalau nona berjalan rembulan pun padam
Tikus Tikus Kantor
Kisah usang tikus tikus kantor
Yang suka berenang di sungai yang kotor
Kisah usang tikus tikus berdasi
Yang suka ingkar janji lalu sembunyi
Dibalik meja teman sekerja
Didalam lemari dari baja
Kucing datang cepat ganti muka
Segera menjelma bagai tak tercela
Masa bodoh hilang harga diri
Asal tak terbukti ah tentu sikat lagi
Tikus tikus tak kenal kenyang
Rakus rakus bukan kepalang
Otak tikus memang bukan otak udang
Kucing datang tikus menghilang
Kucing kucing yang kerjanya molor
Tak ingat tikus kantor datang menteror
Cerdik licik tikus bertingkah tengik
Mungkin karena sang kucing pura pura mendelik
Tikus tau sang kucing lapar
Kasih roti jalanpun lancar
Memang sial sang tikus teramat pintar
Atau mungkin si kucing yang kurang ditatar
Sore Tugu Pancoran
Si Budi kecil kuyup menggigil
Menahan dingin tanpa jas hujan
Di simpang jalan tugu pancoran
Tunggu pembeli jajakan koran
Menjelang maghrib hujan tak reda
Si Budi murung menghitung laba
Surat kabar sore dijual malam
Selepas isya melangkah pulang
Anak sekecil itu berkelahi dengan waktu
Demi satu impian yang kerap ganggu tidurmu
Anak sekecil itu sempat nikmati waktu
Dipaksa pecahkan karang lemah jarimu terkepang
Cepat langkah waktu pagi menunggu
Si Budi sibuk siapkan buku
Tugas dari sekolah selesai setengah
Sanggupkah si Budi diam di dua sisi
Suara Hati
Apa kabar suara hati?
Sudah lama baru terdengar lagi
Kemana saja suara hati?
Tanpa kau sepi rasanya hati
Kabar buruk apa kabar baik?
Yang kau bawa mudah mudahan baik
Dengar dengar dunia lapar
Lapar sesuatu yang benar
Suara hati
Kenapa pergi?
Suara hati
Jangan pergi lagi
Suara hati
Kenapa pergi?
Suara hati
Jangan pergi lagi
Ku dengarkah orang orang yang menangis?
Sebab hidupnya dipacu nafsu
Kau rasakah sakitnya orang yang terlindas?
Oleh derap sepatu pembangunan
Kau lihatkah pembantaian?
Demi kekuasaan yang secuil
Kau tahukah alam yang kesakitan?
Lalu apa yang akan kau suarakan?
Suara hati
Kenapa pergi?
Suara hati
Jangan pergi lagi
Suara hati
Kenapa pergi?
Suara hati
Jangan pergi lagi
Jangan pergi lagi
Dendam Damai
Tak habis pikir aku tak mengerti
Mengapa ada orang yang senang membunuh ?
Hanya karena uang semata
Atau demi kuasa dan nama
Bagi kita rakyat biasa
Tak berdaya ditodong senjata
Mencuri hidup yang hanya sekali
Hanya berdoa yang kita bisa
Dendam dendam celaka
Menghasut kita tak jemu menggoda
Damai damai dimana
Bersembunyi tak ada wujudnya
Kapan berakhirnya situasi seperti ini ?
Tidak bisakah kita saling berpelukan ?
Bukankah indah hidup bersama
Saling berbagi saling menyinta
Terasa hangat sampai ke jiwa
Memancar ke penjuru dunia
Jangan goyah percayalah teman
Perang itu melawan diri sendiri
Selamat datang kemerdekaan
Kalau kita mampu menahan diri
Dendam dendam celaka
Menghasut kita tak jemu menggoda
Damai damai dimana
Bersembunyi tak ada wujudnya
Kapan berakhirnya situasi seperti ini ?
Tidak bisakah kita saling berpelukan ?
Tak habis pikir aku tak mengerti
Mengapa ada orang yang senang membunuh ?
Hanya karena uang semata
Atau demi kuasa dan nama
Hanya karena itu semua
Rela hancurkan tanah tercinta
Rela hancurkan tanah tercinta
Untukmu Negeri
Perihnya masih terasa
Sakitnya tak terhingga
Nafsu ingin berkuasa
Sungguh mahal ongkosnya
Apapun yang kan terjadi
Aku tak akan lari
Apalagi bersembunyi
Tak kan pernah terjadi
Air mata darah telah tumpah
Demi ambisi membangun negeri
Kalaulah ini pengorbanan
Tentu bukan milik segelintir orang
Belum cukupkah semua ini
Apakah tidak berarti
Lihatlah wajah ibu pertiwi
Pucat letih dan sedihnya berkarat
Berdoa terus berdoa
Hingga mulutnya berbusa busa
Ludahnya muncrat saking kecewa
Ibu pertiwi hilang tawanya
Tak percaya masih ada cinta
Seluruh hidupku jadi siaga
Pagar berduri kutancapkan dihati
Untukmu negeri
Yang telah memberi arti
Untukmu negeri
Yang telah melukai ibu kami
Untukmu negeri
Yang telah merampas anak kami
Untukmu negeri
Yang telah memperkosa saudara kami
Untukmu negeri
Waspadalah
Untukmu negeri
Bangkitlah
Untukmu negeri
Bersatulah
Untukmu negeri
Sejahteralah kamu negeriku
Sejahteralah kamu
Perihnya masih terasa
Sakitnya tak terhingga
Untuk Para Pengabdi
Kesetiaan masih ada
Setidaknya menjadi cita cita
Itu sebabnya aku disini
Menemanimu
Siang malam kuberjaga
Di relung hatimu di dalam benakmu
Di setiap langkahmu
Mudah mudahan begitu
Silahkan engkau tertawa
Sepuas hatimu
Ku takkan pernah berpaling
Karena hinaan itu
Bahagia rasanya
Lihat engkau bahagia
Berduka rasanya
Kalau engkau berduka
Untuk pengabdi lagu para pengabdi
Di puncak gunung di tengah tengah samudera
Di dalam rimba di kebingungan desa dan kota
Untuk pengabdi lagu para pengabdi
Di puncak gunung di tengah tengah samudera
Di dalam rimba di kebingungan desa dan kota
Kan ku temani kau
Kan ku temani kau
Kupu Kupu Hitam Putih
Menunggu matahari terbit
Di musim hujan
Mendung menjadi teman
Ada juga keindahannya
Butir embun yang ada didaun
Bagai intan berlian
Lebih riang ia berkilauan
Karena matahari tertutup awan
Suara burung burung didahan
Nyanyian alam
Bekerja ia mencari makan
Ada juga yang membuat sarang
Iri aku menyaksikan itu
Tapi kutekan aku harus bersyukur
Berguru pada kenyataan
Pada makhluk Tuhan yang katanya tak berakal
Mendung datang lagi
Setelah hangat sebentar
Butir embun hilang
Aku jadi termenung
Mencari pegangan
Mencoba untuk bersandar
Langit makin hitam
Aku jadi berharap pada hujan
Kupu kupu hitam putih
Terbang di sekitarku
Melihat ia menari
Hatiku terpatri
Sepasang merpati
Bercumbu dibalik awan
Kemudian ia turun menukik
Sujud syukur padanya
Hadapi Saja
Relakan yang terjadi
Tak kan kembali
Ia sudah miliknya
Bukan milik kita lagi
Tak perlu menangis
Tak perlu bersedih
Tak perlu tak perlu sedu sedan itu
Hadapi saja
Pasrah pada Ilahi
Hanya itu yang kita bisa
Ambil hikmahnya
Ambil indahnya
Cobalah menari
Cobalah bernyanyi
Cobalah cobalah mulai detik ini
Hadapi saja
Hilang memang hilang
Wajahnya terus terbayang
Berjumpa dimimpi
Kau ajak aku
Tuk menari bernyanyi
Bersama bidadari, malaikat
Dan penghuni surga
Belalang Tua
Belalang tua diujung daun
Warnanya kuning kecoklat coklatan
Badannya bergoyang ditiup angin
Mulutnya terus saja mengunyah
Tak kenyang kenyang
Sudut mata kananku tak sengaja
Melihat belalang tua yang rakus
Sambil menghisap dalam rokokku
Kutulis syair
Tentang hati yang khawatir
Sebab menyaksikan
Akhir dari kerakusan
Belalang tua
Yang tak kenyang kenyang
Seperti sadar kuperhatikan
Ia berhenti mengunyah
Kepalanya mendongak keatas
Matanya melotot melihatku tak senang
Kakinya mencengkram daun
Empat didepan dua dibelakang
Bergerigi tajam
Sungutnya masih gagah menusuk langit
Berfungsi sebagai radar
Belalang tua masih saja melihat marah kearahku
Aku menjadi grogi dibuatnya
Aku tak tahu apa yang dipikirkan
Tiba tiba angin berhenti mendesir
Daun pun berhenti bergoyang
Walau hampir habis
Daun tak jadi patah
Belalang yang serakah
Berhenti mengunyah
Kisah belalang tua diujung daun
Yang hampir jatuh tetapi tak jatuh
Kisah belalang tua yang berhenti mengunyah
Sebab kubilang tak kenyang kenyang
Kisah belalang tua diujung daun
Yang kakinya berjumlah enam
Kisah belalang tua yang berhenti mengunyah
Sebab kubilang kamu serakah
Belalang tua diujung daun
Dengan tenang meninggalkan harta karun
Warnanya hijau kehitam hitaman
Berserat berlendir
Bulat lonjong sebesar biji kapas
Angin yang berhenti mendesir
Digantikan hujan rintik rintik
Aku yang menulis syair
Tentang hati yang khawatir
Tak tahu kapan
Kisah ini akan berakhir
Kisah belalang tua diujung daun
Yang hampir jatuh tetapi tak jatuh
Kisah belalang tua yang berhenti mengunyah
Sebab kubilang tak kenyang kenyang
Kisah belalang tua diujung daun
Yang kakinya berjumlah enam
Kisah belalang tua yang berhenti mengunyah
Sebab kubilang kamu serakah
Seperti Matahari
Keinginan adalah sumber penderitaan
Tempatnya didalam pikiran
Tujuan bukan utama
Yang utama adalah prosesnya
Kita hidup mencari bahagia
Harta dunia kendaraannya
Bahan bakarnya budi pekerti
Itulah nasehat para nabi
Ingin bahagia derita didapat
Karena ingin sumber derita
Harta dunia jadi penggoda
Membuat miskin jiwa kita
Ada benarnya nasehat orang orang suci
Memberi itu terangkan hati
Seperti matahari
Yang menyinari bumi
Yang menyinari bumi
Ingin bahagia derita didapat
Karena ingin sumber derita
Harta dunia jadi penggoda
Membuat miskin jiwa kita
Keinginan adalah sumber penderitaan
15 Juli 1996
Kalau kau datang
Hatiku senang
Berbunga bunga
Bulan dan bintang
Terangi malam
Sehabis hujan
Saling bicara
Tukar cerita
Berbagi rasa
Aku disini
Tetap di tepi
Masih bernyanyi
Dunia sedang dilanda kalut
Alam semesta seperti merintih
Kau dengarkah?
Aku tak bisa
Untuk tak peduli
Hati tersiksa
Aku bersumpah
Untuk berbuat
Yang aku bisa
Harus ada yang dikerjakan
Agar kehidupan berjalan wajar
Hidup hanya sekali wahai kawan
Aku tak mau mati dalam keraguan
Kalau kau datang
Di Ujung Abad
Cerita kuno tentang peperangan
Diujung abad menghantui
Setiap orang
Peralihan banyak memakan korban
Sementara segelintir tuan tuan
Tertawa girang
Kekuasaan sudah menjadi tuhan
Pengkhianatan adalah
Panglima perang
Kesetiaan jadi janji murahan
Kisah inilah dongeng tidur
Bayi bayiku
Bertahan hidup
Harus bisa bersikap lembut
Walau hati panas
Bahkan terbakar sekalipun
Keluh kesah ini
Mungkin berguna
Jadikan teman sejati
Dimedan juang
Bisa jadi kita bosan
Tapi kenyataan
Badai datang
Tak bosan-bosan
Waspadalah kawan
Perjuangan masih panjang
Cerita kuno tentang peperangan
Diujung abad menghantui
Setiap orang
Kesetiaan jadi janji murahan
Kisah inilah dongeng tidur
Bayi bayiku
Doa
Berjamaah
Menyebut asma ALLAH
Saling asah saling asih saling asuh
Berdoalah
Sambil berusaha
Agar hidup jadi tak sia sia
Badan sehat
Jiwa sehat
Hanya itu yang kami mau
Hidup berkah
Penuh gairah
Mudah mudahan ALLAH setuju
Inilah lagu pujian
Nasehat dan pengharapan
Dari hati yang pernah mati
Kini hidup kembali
Sudah Berlalu
Mungkin sudah berlalu
Bersama redup senja
Kita bukanlah satu
Ku tak lagi kau puja
Kini tak akan lagi
Kuharap indah mimpi
Bila tak lagi kau resapi
Cinta hanya tuk dua hati
Jangan lagi kau ucap janji
Bila hanya kau ingkari
Sesuatu Yang Tertunda
Disini aku sendiri
Menatap relung relung hidup
Aku merasa hidupku
Tak seperti yang ku inginkan
Terhampar begitu banyak
Warna kelam sisi diriku
Seperti yang mereka tahu
Seperti yang mereka tahu
Aku merasa disudutkan kenyataan
Menuntut diriku dan tak sanggup ku melawan
Butakan mataku semua tentang keindahan
Menggugah takutku menantang sendiriku
Temui cinta
Lepaskan rasa
Temui cinta
Lepaskan rasa
Disini aku sendiri
Masih seperti dulu yang takut
Aku merasa hidupku pun surut
Tuk tumpukan harap
Tergambar begitu rupa samar
Seperti yang kurasakan
Kenyataan itu pahit
Kenyataan itu sangatlah pahit
Aku merasa disudutkan kenyataan
Menuntut diriku dan tak sanggup ku melawan
Butakan mataku semua tentang keindahan
Menggugah takutku menantang sendiriku
Temui cinta
Lepaskan rasa
Temui cinta
Lepaskan rasa
Politik Uang
Boleh saja partai ribuan jumlahnya
Tapi yang menang yang punya uang
Seorang cepek ceng sudah bisa jadi presiden
Begitulah cerita yang berkembang
Gontok gontokan sudah nggak musim
Adu doku ini yang ditunggu tunggu
Pemilu tempat berpestanya uang palsu
Habis kalau nggak gitu nggak lucu
Program program berseliweran
Seperti dongeng jaman kecil dulu
Walau ternyata hanya kibul doang
Tapi kampanye bikin hati senang
Bul kibul tak kibul kibul
Kibul diadu demi perkibulan
Ini sudah dari jaman baheula
Dari jaman raja raja sampai sekarang
Uang adalah bahasa kalbu
Santapan rohani para birokrat
Tentu saja tidak semuanya
Tapi yang pasti banyak yang suka
Jangan heran korupsi menjadi jadi
Habis itulah yang diajarkan
Ideologi jadi komoditi
Bisa diekspor ke luar negeri
Uang adalah bahasa kalbu
Santapan rohani rakyat dan wakil rakyatnya
Tentu saja tidak semuanya
Tapi yang pasti banyak yang suka
Jangan heran korupsi menjadi jadi
Habis itulah yang diajarkan
Ideologi jadi dagangan
Bisa diekspor ke luar negeri
Ancur
Namamu selalu kubisiki
Dalam tidurku dalam mimpiku
Setiap malam
Hangat tubuhmu melekat di kulitku
Beribu peluk beribu cium
Kita lalui
Tapi kau kabur
Dengan duda anak tiga
Pilihan ibumu
Hatiku hancur
Berserakan berhamburan
Kayak jeroannya binatang
Ya sudah
Kumenangis seadanya
Sekuat tenaga
Ya sudahlah
Kau memang setan alas
Nggak punya perasaan
ANCUUU UUUR
Doaku di akad nikahmu
Semoga si duda diracun orang
Biar terus mampus
Tapi kau kabur
Dengan duda anak tiga
Pilihan ibumu
Hatiku hancur
Berserakan berhamburan
Kayak jeroannya binatang
Ya sudah
Kumenangis seadanya
Sekuat tenaga
Ya sudahlah
Ya sudah
Kumenangis seadanya
Sekuat tenaga
Ya sudahlah
Kau memang “syaiton” alas
Ndak punya perasaan
ANCUUU UUUR
Doaku di akad nikahmu
Semoga si duda diracun orang
Biar terus mampus
Semoga si duda diracun orang
Biar terus mampus
Heh heh heh heh heh
Anak Wayang
Karya : Iwan Fals & Sawung Jabo (Album Anak Wayang 1994)
Mengembara memahami makna cinta
Mengurai kata di lautan jiwa
Dihadapanmu aku tak bisa berdusta
Mencintaimu adalah mencintai hidup
Anak wayang di ambang gamang
Berlayar di samudera telanjang
Membawa api menjelajahi cakrawala
Dimana air mata bukan lagi duka
Merindukanmu disaat hilang arah
Memelukmu lalu meninggalkanmu
Aku sudah basah aku pasrah
Mencintaimu adalah mencintai hidup
Aku bukan sedang berduka
Aku sedang menghadapi cinta
Aku sedang menghadapi prahara
Dimana air mata bukan lagi duka
Desa
Desa harus jadi kekuatan ekonomi
Agar warganya tak hijrah ke kota
Sepinya desa adalah modal utama
Untuk bekerja dan mengembangkan diri
Walau lahan sudah menjadi milik kota
Bukan berarti desa lemah tak berdaya
Desa adalah kekuatan sejati
Negara harus berpihak pada para petani
Entah bagaimana caranya
Desalah masa depan kita
Keyakinan ini datang begitu saja
Karena aku tak mau celaka
Desa adalah kenyataan
Kota adalah pertumbuhan
Desa dan kota tak terpisahkan
Tapi desa harus diutamakan
Di lumbung kita menabung
Datang paceklik kita tak bingung
Masa panen masa berpesta
Itulah harapan kita semua
Tapi tengkulak tengkulak bergentayangan
Tapi lintah darat pun bergentayangan
Untuk apa punya pemerintah
Kalau hidup terus terusan susah
Di lumbung kita menabung
Datang paceklik kita tak bingung
Masa panen masa berpesta
Itulah harapan kita semua
Desa harus jadi kekuatan ekonomi
Agar warganya tak hijrah ke kota
Sepinya desa adalah modal utama
Untuk bekerja dan mengembangkan diri
Desa harus jadi kekuatan ekonomi
Ngeriku
Bersih bersih bersih bersihlah negeriku
Malu malu malu malulah hati
Kotornya teramat gawat ya kotornya sangat
Inilah amanat yang menjadi keramat
Bersih bersih bersih bersihlah diri
Sebelum menyapu sampah dan debu debu
Nyanyian berkarat sampai ke liang lahat
Atas nama rakyat yang berwajah pucat
Negeriku negeri para penipu
Terkenal kesegala penjuru
Tentu saja bagi yang tak tahu malu
Inilah sorga sorganya sorga
Negeriku ngeriku
Busuk busuk busuk busuk bangkai tikus
Yang mati karena dihakimi rakyat
Adakah akhirat menerima dirinya
Adakah disana yang masih bisa bercanda dengan rakus
Negeriku negeri para penipu
Terkenal kesegala penjuru
Tentu saja bagi yang tak tahu malu
Inilah sorga sorganya sorga
Negeriku ngeriku
Bersih bersih bersih bersihlah negeriku
Buktikan
Kata kata berbisa
Mulut mulut berbusa
Janji janji bertebaran
Seperti biasa dari atas panggung
Atas nama bangsa
Yang mendengar terpesona
Bahkan ada yang terkesima
Aku pun tergoda
Untuk mengikuti apa yang terjadi
Apakah memang janji hanya janji
Buktikan buktikan
Itu yang di nanti nanti
Buktikan buktikan
Kalau hanya omong
Burung beo pun bisa
Kita hidup sering terancam
Tak ada jaminan keselamatan
Kamu ngomong tentang keamanan
Tapi makin banyak penggusuran
Kita hidup sering terancam
Tak ada jaminan keselamatan
Kamu ngomong tentang kemakmuran
Tapi makin banyak pengangguran
Buktikan buktikan
Itu yang di nanti nanti
Buktikan buktikan
Kalau hanya omong
Burung beo pun bisa
Kata kata berbisa
Mulut mulut berbusa
Janji janji berhamburan
Seolah olah kami ini bodoh
Tak mengerti apa apa
Seolah olah kami ini anak kecil
Yang bisa kau bohongi sesuka hatimu
Buktikan buktikan
Itu yang di nanti nanti
Buktikan buktikan
Kalau hanya omong
Burung beo pun bisa
Buktikan buktikan
Buktikan buktikan
Buktikan buktikan
Buktikan buktikan
Selamat Tidur Sayang
Sayang selamat malam
Sayang selamat tidur
Sayang mimpi indah
Tentang kau dan aku
Panggil namaku sebelum tidur
Agar ku hadir dalam mimpimu
Kita kan terbang diatas awan
Berdua selalu berdua
Dan Orde Paling Baru
KKN berkembang biak sampai kelurahan
Banyak orang yang kehilangan pegangan
Perlu pemimpin yang demokratis tapi bertangan besi
Kata seorang tokoh yang baru sembuh dari sakit
Sementara rakyat tidak perduli siapa yang mimpin
Yang penting kebutuhan hidup yang wajar terpenuhi
Kelaparan kemiskinan dan pengangguran masih terjadi
Ya banyak orang yang hidup dibawah garis kemiskinan
Kota besar menjadi magnit
Karena televisi mengiming imingi
Yang jelas rakyat butuh pendidikan
Tapi pendidikan yang didapat adalah rongsokan
Soal kesehatan sulit didahulukan
Sebab bisa makan sehari sekali saja sudah hebat
Jangan tanya soal sandang dan papan
Loakan dan kontrakan lah jadi jawaban
Juga kolong jembatan
Kapan ya bisa kembali normal
Karena memang keadaan ini tidak normal
Itu sebabnya bermunculan paranormal
Seperti jamur dimusim hujan
Tutup lubang gali lubang
Falsafah hidup jaman sekarang
Sebenarnya sih dari jaman dulu
Dari jaman orde lama, orde baru
Dan sampai sekarang ini
Jaman orde paling baru
KKN berkembang biak sampai kelurahan
Banyak orang yang kehilangan pegangan
Perlu pemimpin yang demokratis tapi bertangan besi
Kata seorang tokoh yang baru sembuh dari sakit
KKN berkembang biak sampai kelurahan
Para Tentara
Para tentara jangan pukul kami
Kami tak kuat menahan rasa sakit
Kami disini atas dasar nurani
Atas dasar akal sehat kami yang terus menjerit
Ingin berbuat
Para tentara jangan siksa teman kami
Kami tak kuat untuk membayangkan semuanya
Kami disini karena kami tahu
Mana baik mana buruk benar dan salah
Percayalah
Para tentara kamu kan manusia
Bukan robot apalagi boneka
Para tentara kamu kan beragama
Punya tuhan setidaknya punya cinta
Mengertilah
Para tentara nasib kita sama
Sama sama keras sama sama cadas
Kami mengerti kalau kamu mau mengerti
Karena hati sudah terlanjur tersiksa
Bijaksanalah
Para tentara tidakkah kau melihat
Media massa berlumuran darah
Para tentara tidakkah kau merasa
Kami muak dengan kekerasan
Oh ya berhentilah
Yang kamu banggakan
Hancur sudah
Sia sia senjatamu yang menakutkan
Sia sia kemenangan yang kau raih
Gelombang cinta gelombang kesadaran
Merobek langit yang mendung
Menyongsong hari esok yang lebih baik
Gelombang cinta gelombang kesadaran
Merobek langit yang mendung
Menyongsong hari esok yang lebih baik
Matahari Bulan Dan Bintang
Aku sedang susah
Perang saudara didepan mata
Sana teman sini kawan
Korban sudah berjatuhan
Dimana tempatkan diri?
Banyak orang yang kehilangan diri
Wakil rakyatnya malah dagelan
Sedangkan para pakar oleng dibentur kenyataan
Penyiar TV bergetar suaranya
Rakyat yang lapar saling menerkam
Ahli agama kewalahan
Seiman kok perang?
Burung bangkai mengintip dari balik awan
Sesekali terbang diatas kepala
Sekejap menukik kedalam hati
Lalu bau kematian dihembus angin
Yang kibarkan bendera setengah tiang
Ada apa ini?
Begitu mudahnya nyawa melayang
Padahal tanpa diundang pun
Kematian pasti datang
Apakah ini karma?
Apakah ini dosa turunan?
Apakah ini upah dari kebodohan?
Aku ingin meledak
Seperti bom waktu aku terkucil
Detaknya pun ditimbun sampah
Kalau aku boleh mengeluh
Jalan masihlah jauh
Dunia kita satu
Kenapa kita tidak bersatu?
Aku sedang susah
Rasanya ingin menjadi Hanoman atau Janggo
Aku sedang susah
Ya sedang susah
Manusia Setengah Dewa
Wahai presiden kami yang baru
Kamu harus dengar suara ini
Suara yang keluar dari dalam goa
Goa yang penuh lumut kebosanan
Walau hidup adalah permainan
Walau hidup adalah hiburan
Tetapi kami tak mau dipermainkan
Dan kami juga bukan hiburan
Turunkan harga secepatnya
Berikan kami pekerjaan
Pasti kuangkat engkau
Menjadi manusia setengah dewa
Masalah moral masalah akhlak
Biar kami cari sendiri
Urus saja moralmu urus saja akhlakmu
Peraturan yang sehat yang kami mau
Tegakkan hukum setegak tegaknya
Adil dan tegas tak pandang bulu
Pasti kuangkat engkau
Menjadi manusia setengah dewa
Masalah moral masalah akhlak
Biar kami cari sendiri
Urus saja moralmu urus saja akhlakmu
Peraturan yang sehat yang kami mau
Turunkan harga secepatnya
Berikan kami pekerjaan
Tegakkan hukum setegak tegaknya
Adil dan tegas tak pandang bulu
Pasti kuangkat engkau
Menjadi manusia setengah dewa
Wahai presiden kami yang baru
Kamu harus dengar suara ini
17 Juli 1996
Gonjang ganjing gonggongan anjing
Anjing herder sampai anjing peking
Dar der dor otak digedor
Dengan pelor hati di teror
Ngeles !...
Sas sis sus dengar desas desus
Banyak kasus bikin sakit usus
Hang heng hong berita bohong
Kongkalikong sindikat king kong
Cuek aje !...
Kwek kwek kwek suara bebek
Merem melek denger geledek
Dalam benteng diadu gambreng
Bandar judi tambah mentereng
Untung banyak do’i !...
Sengkuni kilik sana sini
Kurawa dan Pandawa rugi
Dewa dewa kerjanya berpesta
Sambil nyogok bangsa manusia
Hancur !...
Hak asasi hidup disini
Tinggal kata tinggal piagam
Bukan keki bukan bukan patah hati
Sebab hukum berwajah muram
Busyet dah !...
...Habis !...
Mungkin
Di negeri ini apa saja bisa terjadi
Untuk mendapatkan keadilan
Kalau perlu membeli
Yang hitam bisa menjadi putih
Yang putih pun begitu
Terhadap yang benar saja sewenang wenang
Apalagi yang salah
Sebenarnya ini cerita lama
Tapi nyatanya sampai kini
Masih sama
Banyak pengacara berjaya karenanya
Pengangguran banyak acara itulah dia
Tekak tekuk hukum sudah menahun
Pengadilan bagai sarang para penyamun
Hukum mudah dipermainkan
Pasal pasalnya mulur mungkrek
Sampai kapan ini berjalan
Kok semakin hari bertambah ruwet
Kalau mau menang harus punya uang
Yang bokek tak masuk hitungan
Ada hakim dilempar sepatu
Itu artinya tak mau dimadu
Yang gila lagi
Orang gila masuk persidangan
Punya pengacara yang juga gila
Hakimnya gila
Jaksanya gila
Jangan jangan semuanya sudah gila
Termasuk dokternya
Termasuk saya
Mungkin
16 Juli 1996
Kukenal kamu dari jauh
Tergetar hati melihatmu
Matamu bening
Suaramu bening
Semangatmu hening
Wajahmu lembut
Senyummu lembut
Rambutmu lepas tergerai
Terasa sejuk mengenalmu
Merdeka aku dibuaimu
Jalan yang panjang
Sebatas pandang
Kau tempuh tanpa mengeluh
Tangan terkepal
Berangkatlah kapal
Menuju dermaga sepi
Kunyanyikan hanya untukmu
Puja puji ini karena rindu
Air mata terlanjur tumpah
Membasahi tanah menjadi darah
Dipayungi mega kelabu
Aku tak peduli
Apa yang terjadi
Jangan kau pergi dariku
Akan kutemani
Ke dermaga sepi
Membelai ombak yang biru
Kau bangkitkan aku
Kupanggil kau selalu
Bertahanlah dalam gelombang
Kau buka mataku
Kau sadarkan aku
Janganlah bosan
Kunyanyikan hanya untukmu
Puja puji ini karena rindu
Air mata terlanjur tumpah
Membasahi tanah menjadi darah
Dipayungi mega kelabu
Apakah Aku Benar - Benar Memiliki kamu
Telah kuberikan semua yang ada didalam jiwa
Tak tersisa walau sekecil debu
Ku ikhlaskan goresan rasa namun kata yang indah
Selalu berlabuh di tempat yang salah
Hari sepi menikam dalam
Tak adakah secercah harapan
Biduk cinta yang hampir karam coba aku tahan
Sempat goyah sempat aku bosan
Hasrat hati yang kini terganggu oleh rasa ragu
Kemanakah rindu yang kemarin
Ungkapkanlah isi hatimu
Jangan pernah berpaling dariku
Tunjukkanlah rasa cintamu
Jangan sampai aku bertanya
Apakah aku benar-benar memiliki
Apakah aku benar-benar memiliki
Kamu
Asik Nggak Asik
Dunia politik penuh dengan intrik
Cubit sana cubit sini itu sudah lumrah
Seperti orang pacaran
Kalau nggak nyubit nggak asik
Dunia politik penuh dengan intrik
Kilik sana kilik sini itu sudah wajar
Seperti orang adu jangkrik
Kalau nggak ngilik nggak asik
Rakyat nonton jadi supporter
Kasih semangat jagoannya
Walau tau jagoannya ngibul
Walau tau dapur nggak ngebul
Dunia politik dunia bintang
Dunia hura hura para binatang
Berjoget dengan asik
Dunia politik punya hukum sendiri
Colong sana colong sini atau colong colongan
Seperti orang nyolong mangga
Kalau nggak nyolong nggak asik
Rakyat lugu kena getahnya
Buah mangga entah kemana
Tinggal biji tinggal kulitnya
Tinggal mimpi ambil hikmahnya
Dunia politik dunia bintang
Dunia pesta pora para binatang
Asik nggak asik
Dunia politik memang asik nggak asik
Kadang asik kadang enggak disitu yang asik (katanya)
Seperti orang main catur
Kalau nggak ngatur nggak asik
Pion bingung nggak bisa mundur
Pion pion nggak mungkin kabur
Menteri, luncur, kuda dan benteng
Galaknya melebihi raja
Raja tenang gerak selangkah
Sambil menyematkan hadiah
Asik nggak asik / Politik
Asik nggak asik / Politik
Asik nggak asik
Asik nggak asik
Rubah
Jaman berubah perilaku tak berubah
Orang berubah tingkah laku tak berubah
Wajah berubah kok menjadi lebih susah
Manusia berubah berubah - rubah
Gandhi yang dicari yang ada komedi
Revolusi dinanti yang datang Azahari
Lembaga berdiri berselimut korupsi
Wibawa menjadi alat melindungi diri
Pendidikan adalah anak tiri yang kesepian
Agama sebagai topeng yang menjijikkan
Kemiskinan merajalela yang kaya makin rakus saja
Hukum dan kesehatan diperjual belikan
Kesaksian tergusur oleh kepentingan ngawur
Pemerintah keasyikan berpolitik (ngawur)
Partai politik sibuk menuhankan uang (ngawur)
Ada rakyat yang lapar makan daun dan arang
Televisi sibuk mencari iklan
Sementara banyak yang tunggu giliran
Rakyat dan sang jelata menatap dengan mata kosong
Dimana aku apa ditelan tsunami ?
Negara
Negara harus bebaskan biaya pendidikan
Negara harus bebaskan biaya kesehatan
Negara harus ciptakan pekerjaan
Negara harus adil tidak memihak
Itulah tugas negara
Itulah gunanya negara
Itulah artinya negara
Tempat kita bersandar dan berharap
Kenapa tidak ?
Orang kita kaya raya
Baik alamnya
Maupun manusianya
Dan ini yang kita pelajari sejak bayi
Hanya saja kita tak pandai mengolahnya
Oleh karena itu bebaskan biaya pendidikan
Biar kita pandai mengarungi samudera hidup
Biar kita tak mudah dibodohi dan ditipu
Oleh karena itu biarkan kami sehat
Agar mampu menjaga kedaulatan tanah air ini
Negara negara
Negara harus seperti itu
Bukan hanya di surga di duniapun bisa
Negara negara
Negara harus begitu
Kalau tidak bubarkan saja
Atau ku adukan pada sang sepi
Negara harus berikan rasa aman
Negara harus hormati setiap keyakinan
Negara harus bersahabat dengan alam
Negara harus menghargai kebebasan
Itulah tugas negara
Itulah gunanya negara
Itulah artinya negara
Tempat kita bersandar dan berharap
Selain Tuhan
Cemburu
Setiap orang berharap hidupnya lebih baik
Dari hari ke hari dari waktu ke waktu
Setiap orang tak ingin hidupnya menderita
Tentu saja ingin bahagia tak ingin terhina
Tapi mengapa
Begitu banyak yang tak baik
Hidupnya susah
Terlunta lunta jiwa dan raganya
Ada kamu yang mengatur ini semua
Tapi rasanya percuma
Ada juga yang janjikan indahnya surga
Tapi neraka terasa
Ingin bersyukur
Tapi tak semudah tutur
Canggung jalani hidup
Yang terasa hanya kewajiban saja
Cemburu pada samudera
Yang menampung segala
Cemburu pada sang ombak
Yang selalu bergerak
Di meja judi mempertaruhkan sepenggal waktu
Setengah mabuk mencoba mencuri nasib
Sebentar menang sebentar kalah itulah gelombang hidup
Di sisa hidup agar tetap hidup
Tapi mengapa
Semua seperti mimpi
Tak ada yang abadi
Kapal inipun akhirnya berhenti di dermaga sepi
Cemburu pada samudera
Yang menampung segala
Cemburu pada sang ombak
Yang selalu bergerak
Yang tercinta
Tidurlah dalam pelukanku
Lelaplah dalam mimpi indah
Biarkanlah sejenak saja
Berlalu semua luka luka
Tenanglah tenanglah
Hapuskan semua duka derita
Tenanglah sayangku
Pasti kan ada hari yang indah
Andaikan masih ada resah
Eratkan lagi dekapanmu
Dan sekali lagi kau cobalah
Meski lelah hati yang ada
Tenanglah sabarlah
Pasti kan ada hari yang indah
Dekatlah sayangku
Hapuskan semua duka derita
Biar
Kita menipu diri dengan hangatnya cinta
Oh biar
Lupakan sementara semua duka terasa
Tidurlah
Tenanglah
Tidurlah
Tenanglah
Ini Bukan Mimpi
Simaklah laguku ini
Tentang sebuah bencana
Tragedi umat manusia
Terjadi lagi
Terjadi lagi
Alampun telah bersaksi
Atas tingkah laku kita
Tuhanpun telah menyapa
Memperingati
Memperingati
Ini bukan sandiwara
Ini bukan dalam mimpi
Ini bukan sandiwara
Ini bukan dalam mimpi
Ini kenyataan mari renungi
Ini bukan sandiwara
Ini bukan dalam mimpi
Ini kenyataan yang ada mari renungi
Demi keselamatan kita bersama
Mari kita berdoa
Pada Yang Kuasa
Berjanji kembali kejalan Illahi
Berjanji kembali kejalan Illahi
Kejalan Illahi
Pulanglah
Padi menguning tinggal di panen
Bening air dari gunung
Ada juga yang kekeringan karena kemarau
Semilir angin perubahan
Langit mendung kemerahan
Pulanglah kitari lembah persawahan
Selamat jalan pahlawanku
Pejuang yang dermawan
Kau pergi saat dibutuhkan saat dibutuhkan
Keberanianmu mengilhami jutaan hati
Kecerdasan dan kesederhanaanmu
Jadi impian
Pergilah pergi dengan ceria
Sebab kau tak sia sia
Tak sia sia
Tak sia sia
Pergilah kawan
Pendekar
Satu hilang seribu terbilang
Patah tumbuh hilang berganti
Terimalah sekedar kembang
Dan doa doa
Suci sejati
Suci sejati
Masih Bisa Cinta
Hari ini kau patahkan hatiku
Kau patahkan niatku
Kau patahkan semangatku
Entah mengapa ku masih bisa cinta
Bisa cinta padamu
Kumaafkan salahmu
Berjanjilah berjanjilah untukku
Datang padaku
Lihat mataku
Akan kucoba perhatikan kamu
Datang padaku
Rasa hatiku
Akan kucoba terus cinta kamu
Air mata tak akan ku uraikan
Hanya mengelus dada
Kumaafkan salahmu
Tak Pernah Terbayangkan
Tak pernah terbayangkan
Bila harus berjalan tanpa dirimu
Tak pernah terpikirkan
Bila aku bernafas tanpa nafasmu
Nafasmu
Takdir sudah pertemukan kita
Tuk berdua dan saling menjaga
Dan tak mau aku melewati
Semua ini tanpamu
Kau hangatkan genggaman tanganku
Dan berkata akulah milikmu
Dan tak mau aku menjalani
Dunia ini tanpamu
Takdir sudah pertemukan kita
Ikan - Ikan
Ikan ikan kecil
Jadi santapan ikan ikan besar
Agar warna kulitnya berkilau
Di dalam akuarium kehidupan
Gelembung gelembung udara
Jadi syarat hidup sejahtera
Jikalau tidak mau celaka
Bikin senang hati pemiliknya
Ikan ikan kecil
Di sudut kiri peti televisi
Menjadi hiasan tersendiri
Walau tak lama mereka pergi
Ini kisah menahun
Juga tragedi bertahun tahun
Dibungkus merdu gemericik air
Jadi hiburan keluarga rukun
Ikan ikan kecil mati
Dimakan ikan ikan besar
Walau begitu adanya
Kuakui hatiku tergetar
Ikan ikan besar mati
Segala yang hidup pasti mati
Begitupun pemiliknya
Penjual dan penikmatnya
Tak ada yang lepas dari kematian
Tak ada yang bisa sembunyi dari kematian
Pasti
KaSaCiMa
Yang aku mau kau tunggu
Janganlah terburu nafsu
Pasti kudatangi kamu
Tak mungkin kau ku kibuli
Kasihku kasih terkasih
Sayangku sayang tersayang
Cintaku cinta tercinta
Manisku manis termanis
Rinduku setengah mati
Kalbuku menggebu-gebu
Mari sini dekat padaku
Kucium kau berulang kali
Hidup ini indah
Berdua semua mudah
Yakinlah melangkah
Jangan lagi gelisah
Kalau kau tak mau menunggu
Aku tak pandai merayu
Percayalah kau padaku
Percaya ya percayalah
Suka dan duka biasa
Cemburu jangan membuta
Senyumlah engkau kekasih
Problema jadi tak perih
LONTEKU
Hembusan angin malam waktu itu
Bawa lari ku dalam dekapanmu
Kau usap luka di sekujur tubuh ini
Sembunyilah-sembunyi ucapmu...
Nampak jelas rasa takut di wajahmu
Saat petugas datang mencariku
Reff.
Lonteku... terima kasih
Atas pertolonganmu di malam itu
Lonteku... dekat padaku
Mari kita lanjutkan cerita hari esok
Walau kita berjalan dalam dunia hitam
Benih cinta tak pandang siapa
Meski semua orang singkirkan kita
Genggam tangan erat-erat kita melangkah
Aku Milikmu
Kupikir kau sudah
Melupakan aku
Ternyata hatimu
Masih membara untukku
Waktu kan berlalu
Tapi tidak cintaku
Ia mau menunggu
Untukmu untukmu
Aku milikmu malam ini
Kan memelukmu sampai pagi
Tapi nanti bila ku pergi
Tunggu aku disini
1910
Apa kabar kereta yang terkapar di Senin pagi
Di gerbongmu ratusa orang yang mati
Hancurkan mimpi bawa kisah
Air mata...air mata....
Belum usai....peluit belum habis putaran roda
Aku dengar jerit dari Bintaro
Satu lagi cacat dalam sejarah
Air mata...air mata
Berdarahkah tuan yang duduk di belakang meja
Atau cukup hanya ucapan bela sungkawa
Aku bosan....
Lalu terangkat semua beban di pundak
Semudah itukah luka-luka terobati
Nusantara...tangismu terdengar lagi
Nusantara....derita bial berhenti
Bilakah...bilakah.....
Sembilan belas Oktober...tanah Jakarta berwarna merah
Meninggalkan tanya yang tak terjawab
Bangkai kereta lemparkan amarah
Air mata...air mata
Nusantara....langitmu saksi kelabu
Nusantara....terdengar lagi tangismu
Nusantara....kau simpan kisah kereta
Nusantara....kabarkan marah sang duka
Saudaraku pergilah dengan tenang
Sebab luka sudah tak lagi panjang
Saudaraku pergilah dengan tenang
Balada Orang-orang Pedalaman lyrics
He . . ya y a ya he ya ho . . . . . .
He . . . . . ya y a ya ho ya he . . . . . .
Balada orang-orang pedalaman
He . . . . . ya y a ya he ya ho . . . . . .
He . . . . . ya y a ya ho ya he . . . . . .
Di hutan di gunung dan di pesisir
He . . . . . ya y a ya he ya ho . . . . . .
Manusia yang datang dari kota
Tega bodohi mereka
Lihat tatapannya yang kosong
Tak mengerti apa yang terjadi
He . . . . . ya y a ya he ya ho . . . . . .
Tak tajam lagi tombak panah dan parang
He . . . . . ya y a ya he ya ho . . . . . .
He . . . . . ya y a ya ho ya he . . . . . .
Tak ampuh lagi mata dari sang pawang
Dimana lagi cari hewan buruan
Yang pergi karena senapan
Dimana mencari ranting pohon
Kalau sang pohon tak ada lagi . . . . . .
Pada siapa mereka tanyakan hewannya
Ya . . . . . pada siapa tanyakan pohonnya
Saudaraku di pedalaman menanti
Sebuah jawaban yang tersimpan dihati
Lewatmu . . . . . . . . . pembeli
Pada orang-orang pedalaman
Yang menari dan menyanyi
Dihalau bising ribuan deru gergaji
TIMUR TENGAH I
Ada tanya dalam kepala
Waktu lihat muak yang hingar
Disetiap sudut
Ada mati dibalik tembok
Waktu timah panas mencabik
Hati nurani............
Merah...Merah...Merah...Merah
Dilangit
Merah...Merah...Merah...Merah
Ditanah
Derap langkah bakar amarah
Kepal tangan hadirkan darah
Dibungkam diam....
Khabar angin didekat jantung
Bahwa hari sedang menangis
Tergores pedih hati
Merah...Merah...Merah...Merah
Dimata
Merah...Merah...Merah...Merah
Dilidah
Dengar...nyanyi anak kemarin
Tentang sedih tanah terkasih
Yang tak pernah habis
Doa...ibu sambil menangis
Antar....bocah agar tak sedih
Pergi ke pintu mati
Merah...dilangit
Merah...dimata
Merah...ditangan
Merah...dilidah
ADA LAGI YANG MATI
Aku lihat orang yang mati
Diantara tumpukan sampah
Lehernya berdarah membeku
Bekas pisau lawannya tadi malam
Belakang pasar dekat terminal
Pagi itu orang berkerumun
Melihat mayat yang membusuk
Tutup hidung sesekali meludah
Aku lihat orang menangis
Disela gaduhnya suasana
Segera aku menghampiri
Dengan bimbang
Kubertanya padanya
Rupanya yang mati sang teman
Teman hidam hidup sepaham
Hanya kisah yang dilewati
Ia berdua ikat tali saudara
Sementara surya mulai tinggi
Panas terasa bakar kepala
Sisa darah orang yang mati
Disimpannya di dalam hati
Lalu dia seperti batu
Sampai...malam
Sampai semuanya pergi
Belakang pasar dekat terminal
Adalagi orang yang mati
Lehernya berdarah membeku
Bekas pisau lawannya tadi malam
Sementara surya mulai tinggi
Panas terasa bakar kepala
Dendam ada dimana-mana
Dijantungku di jantungmu
Dijantung hari-hari
Dendam ada dimana-mana
TIMUR TENGAH ITULAH…Tolong Dengarkan…???
Tuhan....tolong dengarkan
Nyanyian pinggir jalan
Malam di bawah bulan
Dalam waktu yang rawan
Marah di bawah tanah
Dilangit ada merah
Menuju satu arah...bakar....
bakar.....
Di sana ada bohong
Di sana ada mayat
Di sana ada suara.....bum....
bum....
Raut muka resah
Orang-orang susah
Ada banyak mata...buta....
Resah luka kaki
S'makin...menjadi...ada
banyak kuping.....tuli
Malam hampir malam
Debu jalan datang lagi
Malam hampir pagi
Usir mesin bunyi lagi
Malam hampir pagi
Kelicikan mulai lagi
Malam hampir pagi
Teriakku hilang lagi
Engkau Tetap Sahabatku
Dia adalah sahabatku bahkan lebih
Dia adalah yang diburu...datang padaku
Sekedar lepas lelah dan sembunyi
Untuk berlari lagi
Dia adalah yang terbuang...mengetuk pintuku
Penuh luka dipunggungnya...merah hitam
Dia menjadi terbuang....setelah harapannya....
dibuang.....
Bapaknya pegawai kecil....sandal jepit
yang kini di dalam penjara...sedang bela anaknya
Untuk darah daging yang tercinta
Selesaikan sekolah
Sahabatku...coba mencari kerja
Namun yang didapat cemooh
Harga dirinya berontak
Lalu dia tetapkan hati
Hancurkan sang pembuang
Air putih aku hidangkan...aku dipersimpangan
Seribu bahkan lebih..sejuta lebih
Pagi buta dia berangkat...diam-diam
Masih sempat selimuti aku....yang tertidur
Aku terharu...doaku untukmu
Sebutir peluru yang tinggal dibawah bantalnya
Bertali jadikan kalung lalu kukenakan
yang terus berlalu
Selamat jalan kawan...
Selamat menari air mata
Hei...sahabat yang terbuang
Engkau sahabatku....tetap sahabatku
KOTA
Kota adalah rimba
belantara buas
Dari yang terbuas.....
Setiap jengkal lorong
dan pecik darah
Darah dari iri...
darah dari benci
Bahkan darah dari sesuatu
yang tak pasti....
Kota adalah rimba belantara
liar dari yang terliar....
Setiap detik lidah-lidah liar
rakus menjulur lapar...
Tangis bayi adalah lolong
srigala...di bawah bulan....
Lengking tinggi merobek
batu-batu tebing keras dan kejam
Bernafas diantara sikut
licik dan garang
Bergerak diantara ganasnya
selaksa karat.....
Kota adalah hutan belantara akal
Kuat dan berakar....menjurai....
Di depan mata...siap menjerat...
di depan mata....siap menjerat....leher kita.....
8,8 mm Dalam KuasaMu
Usai sudah kata kataku
Sendiri terkunci disini
Menatap belukar karang terjal
Arang semua mimpiku
Coba singkirkan gamang hati
Menjadi belati sendiri
Menembus dinding kelam langit hitam
Bersama geram di nadiku
Tanah oh tanah tanahku
Beri baja ragaku
Kan ku terjang semua yang menghadang
Ke batas takdir yang kupunya
Koyak sudah semua yang ada
Terkoyak ke dasar sukmaku
Sendiri tergantung di gelap malam
Berakhirkah ku disini ?
Sirna kini kesombonganku
Terhempas berkali dan luka
Diterkam beku digerus badai
Tawarkan ku tuk menyerah
Api oh api apiku
Beri bara darahku
Kan kuterjang semua yang menghadang
Ke batas takdir yang kupunya
Tuhan oh Tuhan Tuhanku
Beri mata hatiku
Tetap kusadarkan Kau pelindung diriku
PadaMu ku berserah diri
Di Bawah Tiang Bendera
Kita adalah saudara
Dari rahim ibu pertiwi
Ditempa oleh gelombang
Dibesarkan jaman
Di bawah tiang bendera
Dulu kita bisa bersama
Dari cerita yang ada
Kita bisa saling percaya
Yakin dalam melangkah
Lewati badai sejarah
Pada tanah yang sama
Kita berdiri
Pada air yang sama
Kita berjanji
Karena darah yang sama
Jangan bertengkar
Karena tulang yang sama
Usah berpencar
Indonesia…Indonesia…Indonesia
Mari kita renungkan
Lalu kita bertanya
Benarkah kita manusia
Benarkah ber Tuhan
Katakan aku cinta kau
Pada tanah yang sama
Kita berdiri
Pada air yang sama
Kita berjanji
Karena darah yang sama
Jangan bertengkar
Karena tulang yang sama
Usah berpencar
Indonesia..Indonesia…Indonesia
Balada Pengangguran
O, apa jadinya?
E, ini apa?
O, apa jadinya?
E, aku lesu?
Dibolak balik dinalar nalar
Tanpa logika oh ya!
Diraba raba diterka terka
Tidak terduga oh ya!
Misteri ijazah tidak ada gunanya
Ketekunan tidak ada artinya
Pembangunan oh!
Pengangguran ya!
Ya ha ha ha…Oh ya!
Penerangan oh!
Kegelapan ya!
Putus asa oh ya….Oh ya o!
Akan merampok takut penjara
Menyanyi tidak bisa
Bunuh diri ku takut neraka
Menangis tidak bisa
Kaki lima oh!
Kaki lima ya!
Kaki lima oh! …Oh ya!
Makan debu huh!
Makan debu iya!
Ya janji palsu…Oh ya!
Dibolak balik dinalar nalar
Tanpa logika oh ya!
Diraba raba diterka terka
Tidak terduga oh ya!
Menghutang lalu lagi menghutang
Tahu tahu menipu
Pembangunan oh!
Pengangguran ya!
Pengangguran oh!...Oh ya!
Penyuluhan oh!
Kegelapan ya!
Putus asa oh!...Oh ya!
Menghutang lalu lagi menghutang
Tahu tahu menipu
Pembangunan oh!
Pengangguran ya!
Pengangguran oh!...Oh ya!
Menghutang lalu lagi menghutang
Tahu tahu menipu
Penyuluhan oh!
Kegelapan ya!
Putus asa oh!...Oh ya!
Menghutang lalu lagi menghutang
Tahu tahu menipu
Pembangunan oh!
Pengangguran ya!
Pengangguran oh!...Oh ya!
Menghutang lalu lagi menghutang
Tahu tahu menipu
Berandal Malam Di Bangku Terminal
Sebentar lagi pagi kan datang
Walau sang bulan malas untuk pulang
Di bangku terminal benakmu bertanda
Gelisah seorang merasa terbuang
Sedetik ingatnya seribu angannya
Dambakan malam terus berbintang
Di bawah sadarnya nasib bercerita
Hangatnya surya bara neraka
Sampai kapan kau akan bertahan
Dicaci langit tak sanggup menjerit
Hitam awan pasrah kau jilati
Kusam kau dekap dengan muak kau lelap
Pagi yang hingar dengan sadar engkau gentar
Jangan jangan pagi kau hadirkan
Biarkan malam terus berjalan
Jangan jangan mentari kau terbitkan
Jangan jangan pagi kau datangkan
Kumohon dan aku harapkan
Jangan jangan mentari kau terbitkan
Dengarlah tuhan apa yang dibisikkan
Berandal malam di bangku terminal
Damai Kami Sepanjang Hari
Hangat mentari pagi ini
Antar ku pulang dari bermimpi
Ramah tersenyum matahari
Inginkan aku tuk bernyanyi
Indah pagi ini
Nada sumbang enyahlah kau
Biarkan kami
Perlahan kau bangunkan aku
Antarkan segelas kopi ( kopi susu )
Dengar canda adik adikmu
Inginkan aku segera bersatu
Indah pagi ini
Nada sumbang enyahlah kau
Biarkan kami
Semoga akan tetap abadi
Pagi ini
Pagi esok
Esok hari
Hari nanti
Semoga tak kan pernah berhenti
Canda hari ( pagi )
Canda pagi ( hari )
Damai kami Sepanjang hari
Bunga Bunga Kumbang Kumbang
Apa memang harus layu
Bunga bunga
Setelah sang kumbang
Menghisap manisnya madumu
Apa memang harus ingkar
Kumbang kumbang
Setelah sang bunga
Terkulai layu tak berbunga
Bunga bunga dilahirkan
Untuk dihisap sang kumbang
Kumbang kumbang dilahirkan
Untuk menghisap sang bunga
Bunga bunga dimekarkan
Untuk digoda sang kumbang
Kumbang kumbang diterbangkan
Untuk menggoda sang bunga
Mengapa bunga harus layu?
Setelah kumbang dapatkan madu
Mengapa kumbang harus ingkar?
Setelah bunga tak lagi mekar
Mungkin tuhan telah takdirkan
Kumbang kumbang
Campakkan sang bunga
Setelah layu tak berguna
Bunga bunga dilahirkan
Untuk dihisap sang kumbang
Kumbang kumbang dilahirkan
Untuk menghisap sang bunga
Bunga bunga dimekarkan
Untuk dicampakkan kumbang
Kumbang kumbang diterbangkan
Untuk mencampakkan bunga
Mengapa bunga harus layu?
Setelah kumbang dapatkan madu
Mengapa kumbang harus ingkar?
Setelah bunga tak lagi mekar
Diet
Susahnya menghadapi godaan
Mencium harum lezat makanan
Rasanya lidah ingin cicipi
Melihat balado kacang dan teri
Kau lupakan semua aturan
Ahli gizi yang tampan
Resiko soal belakang
Asalkan sang perut kenyang
Delapan puluh dua kilogram
Mengundang mata untuk memandang
Menyesal benci pada sang perut
Sedangkan lapar terus menuntut
Jikalau engkau sadar
Nafsu makan dilawan
Bangun tidur pagi buta
Lincahnya senam irama
Seminggu engkau jalani
Nasehat sang ahli gizi
Namun tak lama berselang
Godaan goyahkan iman
Majalah yang sedang engkau baca
Tawarkan resep gulai buaya
Nikmatnya engkau lama berhayal
Tak tahan kau makan tanpa sesal
Cik
Cepat kemari calon istriku
Ajarkan aku setiap pagi
Kucium mesra bibirmu
Larilah dekap tubuhku erat
Otakku buntu aku tak tahu
Hadapi soal serupa itu
Nona cantik calon istriku tolonglah aku
Pikat hatiku dengan tingkahmu
Sebelum kita siap arungi
Lautan luas penuh tantangan
Tampak perahu kecil kita menunggu di dermaga
Riak gelombang suatu rintangan
Ingat itu pasti kan datang
Karang tajam sepintas seram
Usah gentar bersatu terjang
Ulurkan tanganmu
Pasti kugenggam jarimu
Kecup mesra hatiku
Rintangan kuyakin pasti berlalu
Ulurkan tanganmu
Pasti kugenggam jarimu
Kecup mesra hatiku
Rintangan kuyakin pasti berlalu
Riak gelombang suatu rintangan
Ingat itu pasti kan datang
Karang tajam sepintas seram
Usah gentar bersatu terjang
Cepat kemari calon istriku
Ajarkan aku setiap pagi
Kucium mesra jidatmu
Larilah dekap tubuhku erat
Otakku buntu aku tak tahu
Hadapi soal serupa itu
Nona cantik calon istriku tolonglah aku
Pikat hatiku dengan tingkahmu
Sebelum kita siap arungi
Lautan luas penuh tantangan
Tampak perahu kecil kita menunggu di dermaga
14 – 04 – 84
Tahukah kau
Kurindu dirimu
Tahukah kau
Rasakah kasih
Cintaku putih
Rasakah kasih
Saat gelisah begitu buas hancurkan jiwa
Saat tak kuat lagi memendam marah
Sungguh aku cinta (sayang) kau
Jangan didik anak kita penakut
Jangan ajar anak kita pengecut
Tolong kabarkan tinjuku untuknya
Demi kebenaran yang nyata
Istriku manis senyum yang manis
Anakku jantan tertawalah lantang
Istriku manis jangan menangis
Anakku jantan murkalah jantan
Cantik Munafik
Dia adalah gadis jelita
Tak pernah banyak tingkah
Didalam kelas dialah ratu
Tak ada bandingannya
Hingga semua murid pria
Banyak yang menggodanya
Sampai pak guru Umar tertarik
Oleh goyang pinggulnya
Aku pun juga malu tak malu
Jatuh cinta padanya
Sembunyi sembunyi kukirim surat
Lewat teman baiknya
Tapi ternyata setelah kuterima
Balasan suratnya
Tak aku duga dari semula
Cintaku ditolak dia
Hei hei hei
Apa sih kekuranganku ?
Padahal
Banyak orang bilang aku ganteng
Hei hei hei
Apa sih keinginannya ?
Rumahku megah
Mobilku banyak
Sayang milik orang tua
Ku tak mengerti dia begitu
Membuatku penasaran
Korban yang lain juga berkata
Sama seperti aku
Tapi ternyata ketika kuintip
Tepat di malam minggu
Dia gandengan sama bapakku
Yang kepala tak berbulu
Hei hei hei
Dialah gadis panggilan
Yang masih
Duduk dibangku sekolah
Hei hei hei
Pantesan sedikit susah
Karena dia tahu
Anak sekolah
Tak pernah berkantong basah
Dasar bapakku
Tak tahu malu
Punya hobi meneguk madu
Sebelum Kau Bosan
Sebelum kau bosan sebelum aku menjemukan
Tolonglah ucapkan dan tolong engkau ceritakan
Semua yang indah semua yang cantik
Berjanjilah
Ciptakanlah lagu yang kau anggap merdu dik
Nyanyikan untukku sungguh aku perlu itu
Bila kau tak suka bilang saja suka
Berjanjilah
Pergilah kau pergi
Dan janganlah kembali
Bila itu kau ingini
Kumohon jangan katakan pergi
Jarak telah jauh yang sudah kita tempuh dik
Coba pikir itu sebelum tinggalkan aku
Teruslah berdusta sampai engkau muak
Berjanjilah
Dimana
Sempat aku goyah
Sekejap terjatuh
Didalam arungi perjalanan
Pada kelam hari
Akupun bersujud
Nikmati semuanya tanpa tanya
Kucoba selami
Dalamnya samudera
Ikuti gelombang terjang karang
Tetap tak kudapat
Apa yang ku mau
Hanya bimbang yang singgah dera jiwa
Cakar hati
Penat semakin selimuti
Dimana senyummu ?
Yang sanggup memberi rasa damai
Dimana belaimu ?
Yang hangatkan nadiku yang beku
Hampir ku tak kuat
Hampir ku tak mampu
Lewati jalan keringb erdebu
Dahaga meronta
Letihku menggila
Namun jarak masihlah
Teramat jauh
Batinku terapung
Bosan ku melangkah
Engkau tetap saja tak bergeming
Otakku berderak
Lontarkan kecewa
Tak mau percaya yang kau janjikan
Pada waktu
Detak jantung semakin melemah
Dimana senyummu ?
Yang sanggup memberi rasa damai
Dimana belaimu ?
Yang hangatkan nadiku yang beku
Setetes air
Yang kau beri
Kan berarti bagiku
Seulas senyum
Di sisa hari
Kan berarti bagiku
Lho
Kuberlari bersama hati
Memandang sejuta pilihan
Kuikuti kehendak hati
Bersama tawa antara kita
Yang seakan lupa diri
Kumemilih kaupun pilih...
sendiri...
Tanpa kompromi dan kita
ingin.....
Aku dapati yang 'kan kucari
Dan sore s'galanya mimpi
Sejuta selera yang tak
berbeda
Tak akan juga berbunga nyata
Pikirlah lagi sebelum
kau jadi
Banyak hari yang 'kan pasti
Dan hari terus berganti
silakan cari....
Frustasi
Generasiku banyak yang frustasi
Broken home istilah bule bule luar negeri
Mereka muak lihat papi mami bertengkar
Mereka jijik lihat papi mami slalu keluar
Ada urusan yang tak masuk di akal
Mami sibuk cari bujangan
Papi sibuk cari perawan
Timbang kesal lebih baik aku berhayal
Jadi orang besar
Seperti Hitler yang tenar
Jadi orang tenar
Persis Carter juragan kacang
Mata cekung badan persis capung
Tingkah sedikit bingung
Pikiran mirip mirip orang linglung
Rambut selalu kusut
Disuruh selalu manggut-manggut
Duduk di sudut hei kasihan itu tubuh
Tinggal tulang sama kentut
Hei Mr. Gelek loe tega
Mata gua kok nggak bisa melek
Hei Mr. Gelek
Duit gopek gua kira cepek
Hei Mr. Gelek perut laper ada tape
Pas gua sikat asem-asem nggak tahunya telek
Iya Memang Kamu
Bukan lagi cermin
Bedak gincupun tak perlu
Kamu memang masih kamu
Dari dulu memang itu kamu
Waktu jiwamu lelah
Tanganku tak mampu tengadah
Seberang bumi sana
Keluh semakin membara
Beri ramahmu
Sementara tempatku teduh disini
Bukakan aku pintu
Agar bisa memuji dirimu
Cerita tentang merdeka
Lewat mantera sang pujangga
Kamu memang masih kamu
Dari dulu masih tetap kamu
Kata hati bertanya
Masih tegarkah jiwamu ?
Kini kunyanyikan rasa
Lewat suasana yang ada
Kamu memang tetap kamu
Kamu dari dulu kamu
Kamu memang masih kamu
Dari dulu kamu tetap kamu
Haruskah Pergi
Sering aku merasa
Tak mengerti dengan apa yang ada
Melihat dari kegelapan
Mencoba mengurai makna
Begitu banyak yang terjadi
Begitu banyak yang tak kupahami
Orang saling membenci
Membunuh dan melukai
Perang masih terjadi
Bencana bertubi tubi
Kerinduan tercampak
Kesepian merajai
Aku ingin pergi
Meninggalkan ini semua
Menemani senja
Yang sedang berduka
Aku harus pergi
Meninggalkan semua ini
Menemui kamu
Yang mengajak bercinta
Air mata nyaris jatuh
Di pelataran rumah yang teduh
Ayat-MU terkapar
Di lemari lemari berdebu
Ada apa gerangan
Mengapa mesti tergesa gesa
Tak bisakah tenang
Menikmati bulan penuh dan bintang
Lalu mengarungi waktu
Dengan lapar yang menyakitkan
Menyikapi semua
Dengan kesabaran
Aku ingin pergi
Meninggalkan ini semua
Menemani senja
Yang sedang berduka
Aku harus pergi
Meninggalkan semua ini
Menemui kamu
Yang mengajak bercinta
Oh oh oh
Angan Dan Ingin
Sambil tersenyum dan tanpa beban
Sepanjang jalan menarik perhatian
Rambutnya panjang
Rampingnya pinggang
Celana blue jeans mengukir tubuhnya sempurna
Tua muda berangan melihatnya
Seperti aku ingin bersamanya
Tapi sayangnya
Angan dan ingin
Seperti angin
Tiada habisnya
Tiada hentinya
Melayang
Tiada habisnya
Tiada hentinya
Menggoyang
Tiada habisnya
Tiada hentinya
Menantang
Tiada habisnya
Tiada hentinya
Sehingga hujan turun mengecewakan
Intermezo
Katanya malam sepi
Ternyata malam tak sepi
Malam katanya sama
Ternyata malam tak sama
Didesaku dikotamu
Memang ada malam
Dihatimu dihatiku
Malam memang ada
Namun malammu tak sama malamku
Namun hatimu tak sama hatiku
Pahamkah kau ceritaku tantang malam
Malam didesaku nyanyi jangkrik merdu
Malam dikotamu keluh kesah bertalu
Malam dihatiku tetap gelap tak terang
Malam dihatimu gelap jadi bumerang
Sukur...
Oh ya, disini jurang kita
Dalam...dalam teramat dalam
Seperti gelapnya malam
Di heningnya malam
Di redupnya sinar
Satu rembulan berjuta bintang
Ayun kaki membelah sepi
Iring angan hidup punya arti
Seorang lelaki coba sembunyi
Kala keseribu teguk
Hanguslah problema yang menghimpit dada
Berbisik seorang pemabuk
Kepada dunia yang remehkan dia
Kepada dunia yang remehkan dia
Hembus angin lewat
Belai tubuh penat
Seorang lelaki bergumul pekat
Bosan kadang singgah
Di jiwa yang lelah
Kadang ada jemu
Sekejap berlalu
Kala keseribu teguk
Hanguslah problema yang menghimpit dada
Berbisik seorang pemabuk
Kepada dunia yang remehkan dia
Kepada dunia yang remehkan dia
Kereta Tua
Hitam warnamu seperti malam
Kekar roda roda melingkar
Kau kereta lama parkir di stasiun tua
Dulu kakekku pernah cerita
Dia banyak berikan jasa
Saat gejolak perang melanda negeri kita
Kau kereta tua penuh sembunyikan misteri
Waktu pun berlalu orde pun berganti
Oh kereta tua kau nampak semakin asing
Kini dia tak lagi berlaga
Namun masih bisa tertawa
Semoga tidurmu nanti mimpikan masa lalu
Semoga tidurmu nanti mimpikan masa lalu
Kota II
Kota yang kutinggali
Kini tak ramah lagi
Orang orang yang lewat
Beri senyumpun enggan
Disini aku lahir
Disini aku besar
Disini aku merasa
Bodoh
Kota yang kudambakan
Tawarkan kekerasan
Nyeri merobek hati
Tak dapat aku hindari
Sombongnya engkau berjanji
Kau lambungkan anganku
Mimpiku singgah di langit
Kau bohong
Hari ke hari
Waktu ke waktu
Semakin muak
Dengar celotehmu
Durjana
Namun aku tak kuasa
Lepas dari rayuanmu
Roda roda berputar
Menggilas batin dan otakku
Hari ke hari
Waktu ke waktu
Aku menggapai
Menjerit lunglai
Ingin aku lari pergi
Sembunyi tak bernyanyi
Namun kerasnya belenggu
Begitu kuat
Hari ke hari
Waktu ke waktu
Aku terbuai
Oleh janjimu
Otakku yang kini hingar
Akan dengki meraja
Bisakah aku tinggalkan ?
Entah
Hari ke hari
Waktu ke waktu
Aku menggapai
Menjerit lunglai
Otakku yang kini bising
Akan sirik menggila
Bisakah aku tinggalkan ?
Entah
Kontrasmu Bisu
Tinggi pohon tinggi berderet setia lindungi
Hijau rumput hijau tersebar indah sekali
Terasa damai kehidupan di kampungku
Kokok ayam bangunkan ku tidur setiap pagi
Tinggi gedung tinggi mewah angkuh bikin iri
Gubuk gubuk liar yang resah di pinggir kali
Terlihat jelas kepincangan kota ini
Tangis bocah lapar bangunkan ku dari mimpi malam
Lihat dan dengarlah riuh lagu dalam pesta
Diatas derita mereka masih bisa tertawa
Memang ku akui kejamnya kota Jakarta
Namun yang kusaksikan lebih parah dari yang kusangka
Jakarta oh Jakarta
Si kaya bertambah gila dengan harta kekayaannya
Luka si miskin semakin menganga
Jakarta oh Jakarta
Terimalah suaraku dalam kebisinganmu
Kencang teriakku semakin menghilang
Jakarta oh Jakarta
Kau tampar siapa saja saudaraku yang lemah
Manjakan mereka yang hidup dalam kemewahan
Jakarta oh Jakarta
Angkuhmu buahkan tanya
Bisu dalam kekontrasannya
Jakarta oh Jakarta
Jakarta oh Jakarta
Jakarta oh Jakarta
Jakarta oh Jakarta
Jakarta oh Jakarta
Gali Gongli
Lelaki kecil usia belasan
Rokok ditangan depan kedai tuak
Disela gurau tiga temannya
Di atas koran asyik main domino
Di lokalisasi pinggiran kota
Yang nama dosa mungkin tak bicara
Neraka poster indah
kamar remang
Engkau lahir lelaki
kecil malang
Reff:
Gali gongli bocah karbitan
Besar dari belaian
Ribuan bapak
Gali gongli anak rembulan
HIdup dari bibir yang
Iklankan tubuh mulus
Ibunya.......
Lelaki kecil usia belasan
Usai berjudi pagi habis subuh
Kembali....ia ditelan sepi
Entah esok apalagi
Hari depan........
Hari depan.......
Nenekku Okem
Nenekku manis umur setengah abad
Masih lincah bagai bola bekel
Rambutnya panjang hitam ikal dipikok
Di salon lisa asal Rangkasdengklok
Paling tak suka pakai kain kebaya
Atau rambut digulung konde
Sebab katanya tak bebas dia bergerak
Gerah sebuah alasan
Nenekku orang hebat
Sanggup koprol bagaikan atlet
Napasnya panjang bak napas kuda
Lari Jakarta - Bandung setiap pagi pulang pergi
Main bola sehari tiga kali
Tari kejang menambah energi
Kalau kubilangin jangan terlalu agresif
Namun malah ngeledek kuno
Nenekku makin hot menari sambil salto
Hampir hampir setiap menit
Di rumah atau di jalan
Di pasar atau di trotoar
Hi hi hi hi hi hi hi hi
Habis ambil pensiun mampir ke toko kaset
Cari lagu baru yang ‘up to date’
Kuping pakai headphone badan tak bisa diam
Ikuti tempo ‘break dance’ tersayang
Persetan orang lihat masa bodo nyengir
Konsentrasi dia tak goyah
Setelah selesai dengar lagu sekaset
Lalu dia menuju kasir
Bayar satu bawa tiga
Yang dua mampir di jaket
Yang dua mampir di jaket
Nenekku okem
Nenekku okem
Nenekku okem
Nenekku okem
O Ea Eo
Orang pinggiran...o ea eo...o ea eo...
Ada di trotoar...o ea eo...o ea eo...
Ada di bis kota...o ea eo...o ea eo...
Ada di pabrik-pabrik...o ea eo...o ea eo...
Orang pinggiran...o ea eo...o ea eo...
Di terik mentari...o ea eo...o ea eo...
Di jalan becek...o ea eo...o ea eo...
Menyanyi dan mentari...o ea eo...o ea eo...
Lagunya nyanyian hati
Tarinya tarian jiwa
Seperti tangis bayi dimalam hari
Sepinya waktu kala sendiri
Sambil berbaring meraih mimpi
Menatap langit-langit tak perduli
Sebab esok pagi kembali
Orang pinggiran...o ea eo...o ea eo...
Didalam lingkaran...o ea eo...o ea eo...
Berputar-putar...o ea eo...o ea eo...
Kembali ke pinggiran...o ea eo...o ea eo...
Orang pinggiran buakan pemalas
Orang pinggiran pekerja keras
Orang pinggiran tidak mengeluh
Orang pinggiran terus melangkah
Nelayan
Bocah telanjang dada di pesisir
Tunggu kembalinya bapak tercinta
Yang pergi tebarkan jala disana
Berjuang diatas perahu tunggakan KUD
Ibu dengan kebaya yang kemarin
Setia dari balik dapur menanti
Suaminya telah seminggu pergi
Tinggalkan rumah tinggalkan sejengkal harapan
Langkah waktu lamban
Bagai kura kura
Ikan ikan datang mimpi
Siang ganti malam
Tetap sabar
Suamipun pulang lelah
Sambil berlari sang bocah hampiri bapak
Tagih janji yang dipesan ketika pergi
Sementara istrinya
Hanya memandang dengan senyum pasti
Sekilas terlintas hutang hutang yang membelit
Sang bocah tak peduli
Menangis keras tetap tagih janji
Perahu tunggakan KUD belum terbayar
Belum lagi tagihan rentenir seberang jalan
Nelayan kecil hasil kecil nasibpun kecil
Menjerat jala dihantam kerasnya gelombang
Perahu tunggakan KUD belum terbayar
Libur Kecil Kaum Kusam
Nikmat kau hisap asap tembakau
Di bangku rumah kontrakan
Sore selesai kerja sehari
Tunggu istri berdandan
Janji pergi berkencan
Tak kalah dengan orang gedean
Dalam rasakan senang
Walau lembaran gaji sebulan
Hanya cukup untuk kakus
Soal rekreasi sih harus
Setianya anak istri
Menantikan bahagia
Sehari bagaikan sang raja
Selesai anak istri berdandan
Tembakau kau matikan
Jendela pintu lalu kau kunci
Tentu tak sabar mereka pergi
Stop bis kota dengan pasti
Libur kecil kaum kusam
Yang teramat manis begitu romantis
Walau sekali setahun
Tuhan rangkullah
Jangan kau tinggalkan
Waktu mereka
Pergilah derita ini hari
Berilah tawa yang terkeras
Untuk obati tangis lalu
Limpahkan senang paling indah
Agar luka tak nyeri
Agar duka tak menari
Merdeka
Merdeka …Merdeka …Merdeka
Merdeka …Merdeka…Merdeka
Hatiku Merdeka
Pikiranku Merdeka
Hati Dan Pikiranku Merdeka
Merdeka…Merdeka …Merdeka
Dari Kebodohan
Dari Kemiskinan
Dari Ketakutan
Merdeka…Merdeka …Merdeka
Merdeka …Merdeka …Merdeka
Usiamu tak lagi muda
Untuk terus-terusan terjaga
Jangan lagi membungkuk-bungkuk
Agar dunia mengakuimu
Kami tak butuh Itu
Berdirilah di kaki sendiri
Kami pasti menyertaimu
Merdekalah kamu
Merdeka yang sesungguh-sungguhnya
Merdeka…Merdeka …Merdeka
Merdeka …Merdeka …Merdeka
Selamat Ulang tahun
Kami Doakan
Selamat Kurang umur
Sejahterahlah
Selamat Kurang tahun
Tumpah darahku
Selamat Kurang umur
Sejahterahlah
Selamat Ulang tahun
Bahagialah
Selamat Kurang Umur
Sejahterahlah
Merdeka…Merdeka…Merdeka
Merdeka…Merdeka…Merdeka
Mata Hati
Dalam ku sendiri
Coba mengerti
Perjalanan ini
Tak terasa disini
Aku disampingmu
Begitu pasti
Yang tak kumengerti
Masih saja terasa sepi
Matahari yang berangkat pulang
Tinggal jingga tersisa di jiwa
Bintang bintang menyimpan kenangan
Kita diam tak bisa bicara
Hanya mata
Hanya hati
Hanya kamu
Hanya aku
Lagu Pemanjat
Antara hidup dan mati
Tak kan pernah aku kembali
Niatku sudah terpatri
Antara hidup dan mati
Darah keringat di batu
Terikat tali kehidupan
Rasa takut dan ragu-ragu
Mengundang dewa kematian
Berada di ketinggian
Menjawab segala tekanan
Angin kencang sebagai godaan
Kita harus mampu bertahan
Lagu pemanjat
Bukan lagu orang sekarat
Lagu pemanjat
Lagu orang yang kuat
Lagu pemanjat
Bukan hanya sekedar kuat
Lagu pemanjat
Lagu jiwa yang liat
Dinding dingin tebing terjal
Terus melambai lambaikan tangannya
Memanggil aku untuk tetap memanjati
Kehidupan yang penuh dengan misteri
Sang jari menari
Jangan berhenti
Kupasrahkan diriku
DigenggamanMu
Sang nyali bernyanyi
Di ujung kaki
Kuikhlaskan hidupku
Ya kuikhlaskan
Pada Batu Dalam Diam
Ketamakan membius jalan hatiku
Ribuan tegak batu bangkitkan geram
Kurasakan betapa angkuh diriku
Dari beku cengkeramku
Getar ujung pijakku
Hampir tak ku kenali diriku
Keberanian terasa sangat menyiksa
Dasar jurang mengusik mata langkahku
Kusaksikan betapa rapuh jiwaku
Dari beku cengkeramku
Getar ujung pijakku
Hampir tak ku kenali diriku
Ya aku di puncak ini
Terikat pada batu
Hampir tak kulihat apa-apa
Kesabaran membasuh hari-hariku
Hitamnya batu hitam dasar sukmaku
Kurasakan kuasaMu dalam diam
Dari beku cengkeramku
Getar ujung pijakku
Hampir tak ku kenali diriku
Lagu Lama Gaungnya Rata
Dari arah mana aku menyapa
Terhalang bukit dinding berbatu
Irama lama membawa berita
Ceritanya tak semerdu dulu
Tetabuhan gendangmu bertalu
Merayapi tebing gaungnya bergema
Menangkap keluhmu kisahnya rindu
Dendangmu biru rindukan kerja
Berbondong-bondong awan berarak
Mengusik langitku rautnya kelabu
Orang berarak tebarkan berita
Mengajak sadar ku mencari tahu
Lagunya bukan lagu yang baru
Nyanyiannya masih yang dulu
Lagunya bukan lagu yang baru
Cerita lama rindu kerja memang telah sampai di hulu
Nyanyian rindumu nyanyian duka
Semakin merdu makin menyiksa
Merantau tak mereka duga
Menyeberang tak mereka suka
Menganggur tak mereka pinta
Suara biru gaungnya rata
Nyanyian rindumu nyanyian duka
Semakin merdu makin menyiksa
Lagunya bukan lagu yang baru
Nyanyiannya masih yang dulu
Lagunya bukan lagu yang baru
Cerita lama rindu kerja memang telah sampai di hulu
Irama lamaku bawa berita
Ceritanya tak semerdu dulu
Menangkap keluhmu kisahnya rindu
Dendangmu biru rindukan kerja
Lagunya bukan lagu yang baru
Nyanyianmu masih yang dulu
Lagunya bukan lagu yang baru
Cerita lama rindu kerja memang merata
Lagunya bukan lagu yang baru
Nyanyianmu masih yang dulu
Lagunya bukan lagu yang baru
Nyanyian cinta rindu kerja kini sudah sampai di hulu
Yang Tersendiri
Terhempas ku terjaga
Dari lingkar mimpi
Pada titik sepi
Suaramu terngiang
Menembus khayalku
Yang juga tentangmu
Dan ku akui tanpa kemunafikan
Ku cinta kau
Bahwasannya keakuanku bersumpah
Ku cinta kau
Bayangmu menghantui
Setiap gerakku
Dan kemauanku
Dahagaku akanmu
Matikan emosi
Juga ambisiku
Peniti Benang
Lagu anak rimba yang dibawa teman sejalan
Sampai hatiku terdalam
Ia titipkan salam
Ia doakan kesehatan dan keselamatan
Ia harapkan kebebasan saling hormat saling membantu
Lagu anak rimba yang kebingungan
Karena hutannya di jarah orang
Bagaimana kok bisa begini ?
Bagaimana mengatasi masalah ini ?
Taman-tamannya banyak yang pergi
Lagu anak rimba yang haus akan pendidikan
Kalau pandai ia bisa atasi permasalahan
Begitu banyak yang ingin ia ketahui
Agar hutannya terjaga dan tidak dijarah orang
Lagu anak rimba yang pergi ke kota
Melihat begitu banyak ketidakadilan
Orang miskin berkubang sampah dan penyakitan
Karena tidak bebas dan tak punya hutan
Lantas ia cerita tantang masa lalunya
Saat di hutan masih utuh
Ia merasa hanya ia manusia di bumi
Walau ternyata tidak
Dan satu persoalan lagi
Adalah dengan orang desa
Karena lahan mereka lebih banyak daripada orang rimba
Orang tuanya cerita
Orang luar banyak yang jahat
Sering tidak bertanggung jawab terhadap perempuan
Itu sebabnya perempuan rimba jarang yang keluar hutan
Lagu orang rimba yang tak mau di rumahkan
Karena hidupnya lebih bebas
Banyak air dan makanan
Lagi pula ia tak rugikan orang lain
Berburu binatang yang diizinkan
Lagu orang rimba bicara tentang Tuhan
Tuhan itu milik kita semua bagi yang baik
Saling hormat sopan santun
Dan bukan untuk yang tidak baik
Yang terpenting baik budi sabar dan saling memaafkan
Bagi yang muda janganlah mudah terpengaruh
Sadarlah
Nasihat orang rimba
Jangan melawan orang tua
Terutama ibu kandung
Yang membuat kita lahir ke dunia
Meskipun mereka galak dan pemarah
Tapi sebenarnya marahnya itu karena ulah kita sendiri
Lagu orang rimba tentang TV dan berita-berita
Ia sedih melihat pelacur dan orang-orang miskin
Mengamen hanya untuk dapat uang buat makan
Kolong jembatan rumah kardus untuk tempat tinggal
Dan banyak orang buang sampah sembarangan
Hingga penyakit datang
Ia sedih rumah-rumah penuh sampah
Lagu orang rimba yang mengkritik pemerintah
Karena kebodohanlah
Kemiskinanlah dan kejahatan muncul
Pemerintah juga harus memberantas narkoba
Dan kenapa yang jadi pejabat hanya orang kaya dan pintar saja ?
Tapi tak pikirkan orang kecil
Peniti Benang namamu
Ia ingin menangis
Diluar begitu banyak ketidakadilan
Kenapa manusia berlomba-lomba mencari uang ?
Kenapa manusia merasa dirinya paling adil dan benar ?
Kenapa selalu membeda-bedakan berdasarkan harta ?
Bukankah semua itu sama ?
Semua yang milik kita adalah milik Tuhan juga
Tak lama ia dikota
Tak betah karena bising
Begitu banyak suara mesin merasa seperti di neraka
Ia rindu hutannya
Ia rindu teman-temannya
Ia pun khawatir hutannya habis
Ia mengadu pada Tuhan agar menjaga hutannya
Ia tak mau hidup di luar
Ia mau hidup di alam bebas
Sang pohon memberikan nyawa padanya
Teman-temannya yang baik tak bisa ia lupakan
Peniti Benang minta di ajari komputer
Karena malu pada pemipinnya
Dan orang-orang mulai mempertanyakannya
Apa yang bisa ia lakukan untuk menjaga hutan dan melindungi ?
Ia sekolah dan belajar baca tulis dan berhitung
Agar tak di tipu
Soal surat perjanjian tanah misalnya
Menjaga hutan memang sulit sekali
Orang pemerintah saja tak bisa
Apalagi saya yang baru bisa baca tulis dan hitung
Percayalah Kasih
Engkau datang saat bintang-bintang ramah tersenyum
Malampun terasa hangat, kurasakan ini didalam hati
Percayalah
Engkau datang saat sinar rembulan menyentuh tubuhku
Belaian lembut angin malam membawa sejuta kisah cinta
Percayalah kasih
Hadirlah kau saat diriku tak mampu berpikir
Senyummu membawa damai
Segala rasa gundah dihati
Menghilang pergi
Buang segala keraguan itu, dan lupakan saja
Dengarkan bisik hati terdalam, demi kepastian
Tak terasa begitu cepat waktu berlalu
Buahkan cerita indahJangan kita hancurkan
Mimpi-mimpi yang hampir menjelma nyata
Tak kusangka
Engkau yang biasanya diam pasrah
Ternyata mampu berkata:
"Pergilah kau pergi dari sisiku, lupakan aku"
Maaf kasih
Sudah terlalu lama kita saling dusta
Maaf kasih
Tak mungkin kubertahan, semoga kau mengerti
Apapun yang telah kau katakan
Tak mudah bagiku
Untuk begitu saja percaya
Akan semua katamu
Bila itu maumu, tak mungkin kuhalangi
Apa yang kau kan ingini
Hanya satu pintaku, sudahkah kau sadari
Betapa sia-sia nya waktu
Yang selama ini telah kita lalui
Penuh rasa........cinta
Sentuhan
Lonceng menandakan pukul satu malam tiba
Bisingnya jalan dimuka rumahku tampak semakin reda
Lengking suara kota satu persatu pulas
Dibelai udara malam yang semakin dingin
Kantuk yang kuharap menyergapku tak kunjung datang
Sedangkan malam semakin larut
Sementara dari jauh jelas kudengar
Suara roda kereta menggilas rel semakin keras
Kini aku teringat
Pada desaku yang masih terpencil
Dengan mayoritas petani yang ramah tamah
Bila menyambutku datang dari kota
Sementara saja timbul dibenakku
Aku buat rencana pergi kesana
Dengan kereta kan kujumpa desaku
Sebab aku telah rindu
Bau lumpur sawah
Dan aroma pepohonan
Pohon Untuk Kehidupan
Hari baru telah datang menjelang
Kehidupan terus berjalan
Pohon-pohon jadikan teman
Kehidupan agar tak terhenti
Bukalah hati
Rentangkan tanganmu
Bumi luas terbentang
Satukan hati
Tanam tak henti
Pohon untuk kehidupan
Di hatiku ada pohon
Di hatimu ada pohon
Pohon untuk kehidupan
Tentram damai
Hidup rukun saling percaya
Hijau rindang sekitar kita
Andai esok kiamat tiba
Tanam pohon jangan di tunda
Terus tanam jangan berhenti
Alam lestari
Hidup tak bakal berhenti
Kudatangkan TubuhMu
Langkahku semakin karam
Diantara basah humus
Arungi belukar paya
Belantara surutkan hatiku
Hari demi hariku
Sibakkan jalan
Kuterjang kegelapan
Turuti berkas sinar
Temukan wajahMu
Terjerat sudah tubuhku
Diantara duri rotan
Turuni jeram berkabut
Kerinduan merampas pikiranku
Aku harus jalani
Paruh lakon ini
Ditengah bias angan
Dan kenyataan hidup
Kugenggam parangku
Di sini
Di belantara
Di lingkar garis bumi
Kudatangkan tubuhmu
Lewat bara api unggun
Yayaya Oh Ya
Lagi sebuah kenyataan
Telah kutemui
Dan kini...kuhadapi
Di malam gelap ini
Kebencian....dalam hatiku
Yang akrab denganmu
Akhirnya menipuku
Hingga lahirkan rindu
Yayaya....oh ya
Nafsuku....yang membunuh
Dendamku
Gerakku...akalku
Ternyata banyak hal
Yang tak selesai
Hanya...dengan amarah....
Bagaikan senyummu yang
Sanggup menahan
Gemuruh hatiku....
Kehangatan damai kasihmu
Terbukti t'lah mampu
Tundukkan...gangguan....
Diriku....selama-lamanya
Yayaya.....oh ya.....
Serutu.....kesadaran diriku
Cintaku....untukmu
Yang Mana Jalan Kesitu
Saat dipersimpangan melangkah ku terhenti
Sementara di situ jalan untuk mencari
Kenyataannya ada kadang harus berbeda
Agar sampai disana aku harus mengalami
Sementara yang kurasa
Persoalan ada memang terjadi
Suara kecil disini mengajak ku mencari
Detak waktu memacu tak pernah mau berhenti
Mengiringi langkahku membawaku bernyanyi
Nyanyian keraguan kadang memang terjadi
Kenyataannya ada tak semerdu disini
Detak waktu berlalu tak lelah mau berhenti
Diiringi napasku yang melangkah mencari
Sementara yang kurasa
Persoalan ada memang terjaga
Nyanyian persoalan memang harus terjaga
Nyanyian keraguan kadang memang terjadi
Yakinlah
Nyanyikanlah lagu indah
Hanyalah untukku
Saat temaram datang ketuk hati
Tolong kau dendangkan
Usaplah nurani
Agar tak kelam
Sekali lagi kuminta
Coba kau nyanyikan
Semoga dapat kurasa ikhlasmu
Pasti kan kudengar
Pasti kuresapi
Kasih yakinlah
Bukan ku tak mau mengalunkan laguku
Kutakut menyakiti telingamu
Bukan aku enggan memainkan gitarku
Sebab cinta bukan hanya nada
Kalau kita saling percaya
Tak perlu nada tak perlu irama
Berjalanlah hanya dengan diam
Sekali lagi kuminta
Coba kau nyanyikan
Semoga dapat kurasa ikhlasmu
Pasti kan kudengar
Pasti kuresapi
Kasih yakinlah
Bukan ku tak mau mengalunkan laguku
Kutakut menyakiti telingamu
Bukan aku enggan memainkan gitarku
Sebab cinta bukan hanya nada
Kalau kita saling percaya
Tak perlu nada tak perlu irama
Berjalanlah hanya dengan diam
Melangkahlah hanya dengan diam
Ya Hui Ha He Ha
Ringkik kuda betina tak
Melihat lawan jenisnya
Menari di depan kaca
Bandingkan cantik wajahnya
Oleskan gincu di bibir cibir
Dan senyum menyindir....
Ya hui....ha he ha ya ha hui
Sepintas terdengar samar
Lengking suara biola
Ringkik kuda betina melirik
Rayu telinga
Meluncur s'gala rayuan
Dari mulut kuda jantan
Ya hui ha he ya ha hui
Betina pura bodoh...
Betina pura-pura pikun
Nyanyikan jampi-jampi
Menjala jantan jadilah jodoh
Uu...hui....
Ringkik kuda betina
Membuat sang jantan gila...
Tak sadar kalau dirinya
Hanya seperti sebuah bola
Oleskan gincu di bibir cibir
Dan senyum menyindir....
Ya hui ha he ha ya ha hui....
Willy
Si anjing liar dari Jogjakarta
Apa kabarmu ?
Kurindu gonggongmu
Yang keras hantam cadas
Si kuda binal dari Jogjakarta
Sehatkah dirimu ?
Kurindu ringkikmu
Yang genit memaki onar
Dimana kini kau berada ?
Tetapkah nyaring suaramu ?
Si mata elang dari Jogjakarta
Resahkah kamu ?
Kurindu sorot matamu
Yang tajam belah malam
Dimana runcing kokoh paruhmu ?
Tetapkah angkuhmu hadang keruh ?
Masih sukakah kau mendengar ?
Dengus nafas saudara kita yang terkapar
Masih sukakah kau melihat ?
Butir keringat kaum (orang) kecil yang terjerat
Oleh slogan slogan manis sang hati laknat
Oleh janji janji muluk tanpa bukti
Dimana kini kau berada ?
Tetapkah nyaring suaramu ?
Dimana runcing kokoh paruhmu ?
Tetapkah angkuhmu hadang keruh ?
Tince Sukarti Binti Mahmud
Tince sukarti binti mahmud
Kembang desa yang berwajah lembut
Kuning langsat warna kulitnya maklum
Ayah arab ibunda cina
Tince sukarti binti mahmud
Ikal mayang engkau punya rambut
Para jejaka takkan lupa
Kerling nakal karti memang menggoda
Jangankan lelaki muda terpesona yang
Tua jompopun gila
Sejuta cinta antri dimeja berada
Sukarti hanya tertawa
Bibirmu hidungmu indah menyatu
Tawamu suaramu terdengar merdu
Tince sukarti hooby memang dia
Bernyanyi
Qasidah rock & roll
Dangdut keroncong ia kuasai...
Tince sukarti ingin menjadi
Seorang penyanyi
Primadona beken neng karti selalu
Bermimpi
Ibu bapaknya enggan memberi restu
Walau sang anak merayu
Tince sukarti dasar kepala batu
Kemas barang dan berlalu
Tince sukarti berlari mengejar mimpi
Janji makelar penyanyi orbitkan sukarti
Jani sukarti hati persetan harga diri
Kembang desa layu tak lagi wangi
Seperti dulu
Untukmu Terkasih
Kasih
Ketika hati
Rasa dan jiwa
Serta apa saja yang tersembunyi
Di dada ini mulai tergetar
Karena keindahan matamu
Karena kelembutan senyummu
Karena taburan kasihmu
Justru bayang hatimu sulit kurenggut
Sementara gelombang rindu
Gelombang kasih sayang terus mengalir
Bagai air di musim penghujan
Bagai gelombang samudra
Yang mengguncang pantai kehidupan
Kasih ini nyanyian cinta untukmu
Yang entah ada di mana kini
Biar engkau mengerti apa yang terjadi
Dalam hidupku
Kabut sunyi mulai merayap di hati
Bayangmu semakin sulit ku cari
Aku tak tahu harus berbuat apa
Angin dan burung-burung pun membisu
Ketika ku tanya tentang
Tentang getaran hatimu
Tentang apa saja yang bertalian dengan jiwamu
Kasih ini nyanyian cinta untukmu
Yang entah ada di mana kini
Biar engkau mengerti apa yang terjadi
Dalam hidupku
Kabut sunyi mulai merayap di hati
Bayangmu semakin sulit ku cari
Aku tak tahu harus berbuat apa
Angin dan burung-burung pun membisu
Ketika ku tanya tentang
Tentang getaran hatimu
Tentang apa saja yang bertalian dengan jiwamu
Kabut sunyi mulai merayap di hati
Bayangmu semakin sulit ku cari
Aku tak tahu harus berbuat apa
Angin dan burung-burung pun membisu
Ketika ku tanya tentang
Tentang getaran hatimu
Tentang apa saja yang bertalian dengan jiwamu
Kuli Jalan
Derap langkah dan reringat kuli pembuat jalan
Dengan pengki ditangan kiri, pacul di pundak kanan
Dengus nafasnya, terdengar bagai suara kereta
Keringat mereka menyengat aroma penderitaan
Berjalan gontai perlahan
Berbaris bagai tentara yang kalah perang
Kerja keras kau lakukan
Walau upah tak berimbang
Bak sapi perahan
Kuli jalan kerja siang dan malam
Kuli jalan peduli curah hujan
Kuli jalan panas tak dihiraukan
Kuli jalan upah jauh berimbang
Kuli jalan pahlawan terlupakan
Kuli jalan menangis di lubang galian
Kuli jalan resah di kaki tuan
Kuli jalan anak isteri menunggu bimbang
Terminal
Hangatnya matahari
Membakar tapak kaki
Siang itu disebuah terminal
Yang tak rapi
Wajah pejalan kaki
Kusut mengutuk hari
Jari jari kekar kondektur
Genit goda daki
Dari sebelah warung
Sebuah WC umum
Irama melayu terdengar
Akrab mengalun
Iringi deru mesin mesin
Iringi tangis yang kemarin
Bocah kurus tak berbaju
Yang tak kenal bapaknya
Tajam matamu
Liar mencari mangsa
Ramai para pedagang
Datang tawarkan barang
Ratap pengemis
Bak meriam dalam perang
Iringi deru mesin mesin
Iringi tangis yang kemarin
Iringi deru mesin mesin
Iringi tangis yang kemarin
Aku datangi kamu lewat lagu
(Kudatangi lewat lagu)
Kudatangi kamu
Langitku masih biru
Nyanyian duka nyanyian suka
Tarian duka tarian suka
Apakah ada bedanya?
Tanam Tanam Siram Siram
Tanam tanam tanam kita menanam
Tanam pohon kehidupan
Kita tanam masa depan
Tanam tanam tanam kita menanam
Jangan lupa disiram
Yang sudah kita tanam
Siram siram siram yo kita siram
Apa yang kita tanam
Ya mesti kita siram
Tanam tanam pohon kehidupan
Siram siram sirami dengan sayang
Tanam tanam tanam masa depan
Benalu benalu kita bersihkan
Biarkan anak cucu kita belajar dibawah pohon
Biarkan anak cucu kita menghirup udara segar
Biarkan mereka tumbuh bersama hijaunya daun
Jangan biarkan mereka mati dimakan hama kehidupan
Tanam tanam tanam ... siram
Tanam tanam tanam ... oi
Tanam tanam tanam ... siram
Tanam tanam tanam
Tengkulak
Tengkulak
Disebut apa orang yang semacam dia
Menawarkan jasa lalu meminta sumbangan
Perlakuan orang kaya mungkin juga
Tengkulak namanya itu pun hanya kataan
Kapankah engkau kan menjadi pahlawan
Menolong umat manusia tak minta imbalan
Mungkin dahulu jaman perang keluargamu
Pernah tertolong oleh orang yang engkau tekan
Didunia ini katanya
Tak pernah ada yang abadi
Semuanya akan berganti
Apa engkau tak menyesal
Bila dia nanti
Kaya dan dermawan
Sadarlah
Tengkulak
Sekarang
Sesaat memang engkau mendapat pujian
Selangit dari orang yang baru engkau kenal
Karena mulut manismu yang selalu didepan
Memang lidah tak bertulang kau praktekan itu
Pasti semua orang nantinya kan tau
Dan maafkan saja kalau dia membalasmu
Tinggalkan gelar yang kau dapat dari mangsa
Kalau kau masih mau kumpul dengan manusia
Didunia ini katanya
Tak pernah ada yang abadi
Semuanya akan berganti
Apa engkau tak menyesal
Bila dia nanti
Kaya dan dermawan
Sadarlah
Tengkulak
Sekarang………!
Semoga Saja Kau Benar
Berbondong-bondong orang cumbui angan
dibibir pelabuhan....
Tinggalkan tanah lahirdesa tercinta
Menuju pulau sura...
Selamat tinggal semua bukan aku tak cinta
Tiada lagi tersisa...bahkan mimpi kubawa
(Isak tangisan bayi dalam gendongan
Tak goyahkan lamunan)
(Kaum suri) kapal jangkar diangkat
Segeralah berlayar....
Selamat tinggal semua bukan aku tak cinta
Tiada lagi tersisa...bahkan mimpi kubawa
Perlahan-lahan kapal jauhi tepi
Malas mengangkut mimpi
Mercusuar dermaga dan burung camar
Selamat jalan kawan....bukan aku tak cinta
Mungkin saja kau benar.....s'moga saja kau benar
Selamat Tinggal Malam
S'lamat tinggal malam.......
Yang hitam
Antara kupergi ikhlaskan
Rumah memang....
Kita berteman
Tempuh jalan yang kelam
Terima kasih malam....
Yang hitam
Banyak kauajarkan....padaku
S'gala dosa....s'gala cela...
S'gala.....galanya
Pernah kau kecewa padaku
Sebab kutak percaya padamu
Bahwa hari ada malam
Hari ada siang
Hari...ada pagi...hari adalah
Hari
Engkau hanya diam
Dengarkan
Bahwa 'ku yang keras cemooh
Dengar ucapmu....
Dengar katamu...dengar....
Khotbahmu.....
Dengar bohongmu
Oh malam maafkan aku...
Yang lupa saat itu
Oh malam maafkan aku
Tak percaya padamu
Hari ada pagi...
Hari ada malam
Hari ada siang...
Dalam hati s'lalu ada
Kemungkinan
Teman Kawanku Punya Teman
Kawanku punya teman temannya punya kawan
Mahasiswa terakhir fakultas dodol
Lagaknya bak professor pemikir jempolan
Selintas seperti sibuk mencari bahan skripsi
Kacamata tebal maklum kutu buku
Ngoceh paling jago banyak baca Kho Ping Hoo
Bercerita temanku tentang kawan temannya
Nyatanya skripsi beli oh di sana
Buat apa susah susah bikin skripsi sendiri
Sebab ijazah bagai lampu kristal yang mewah
Ada di ruang tamu hiasan lambang gengsi
Tinggal membeli tenang sajalah
Saat wisuda datang
Dia tersenyum tenang
Tak nampak dosa di pundaknya
Sarjana begini
Banyakkah di negeri ini
Tiada bedanya dengan roti
Menangis orang tua
Lihat anaknya bangga
Lahirlah sudah si jantung bangsa
Aku hanya terdiam
Sambil kencing diam diam
Dengar kisah temanku punya kawan
Selancar
Persoalan hidup kalau diikuti tak ada habisnya
Soal lama pergi soal baru datang
Bagai ombak bergulung sepanjang waktu
Kita mesti berselancar diatasnya atau tenggelam
Tak bisakah kita menerimanya
Sebagai satu kenyataan yang harus dihadapi
Tak bisakah kita bergembira karenanya
Agar hidup yang singkat ini jadi berarti
Selancari hidup sepanjang hari
Tarian maut bermahkota matahari
Menuju pantai kebahagiaan
Bersama hati yang suci
Kita rindukan ini semua
Lantas kenapa kita mesti bersedih
Bukankah ini yang kita cari
Semenjak purba hingga kini
Persoalan hidup kalau diikuti tak ada habisnya
Persoalan hidup kalau diikuti tak ada habisnya
Oh oh oh
Oh oh oh oh
Oh oh oh
Oh oh oh
Oh oh oh oh
Oh oh oh
Persoalan hidup kalau diikuti tak ada habisnya
Soal lama pergi soal baru datang
Bagai ombak bergulung sepanjang waktu
Kita mesti berselancar diatasnya atau tenggelam
Oh oh oh
Oh oh oh oh
Oh oh oh
Oh oh oh
Oh oh oh oh
Oh oh oh
Potret Panen + Mimpi
Panen tiba petani desa
Memetik harapan
Bocah bocah berlari lincah
Dipematang sawah
Padi menguning lambai menjuntai
Ramai dituai
Riuh berlagu lesung bertalu
Irama merdu
Senja datang mereka pulang
Membawa harapan
Pesta pora hama dilumbung
Nyanyikan tralala
Balai reot bambu rapuh
Menyambut tubuh
Penat raga
Sarat peluh luruh
Mata belum sempat pejam
Terbayang cemas
Gaung hama
Semakin mengganas