Kumpulan lagu Iwan Fals

Mabuk Cinta


Pagi ini ayamku berkokok keras sekali
Seperti memaki bangunkan aku dari mimpi
Daram diram diram dararam diram dararam
Hari ini pacarku yang cantik telah kembali
Melelehkan hatiku yang s’lama ini mati suri
Aku bahagia, sekali lagi ku jatuh cinta
Hari istimewa, kar’na kau kembali percaya padaku
Woo… hari ini aku bahagia
Kau kembali
Woo… hari ini aku bahagia
Jatuh cinta lagi
Wangi bunga, hangat mentari
Semua jelas kurasakan asyik sekali
Rasa benci, sakit hati
Terbang menghilang, jauh pergi
Aku bahagia…
Denganmu lagi ku jatuh cinta
Hari istimewa, kar’na kau kembali percaya padaku
Jika aku tahu dari dulu saja
Aku tak mau khianati kamu
Jika aku tahu begini rasanya
Aku mau bahagia sampai mati
Woo… hari ini aku bahagia
Kau kembali
Woo… hari ini aku bahagia
Jatuh cinta lagi
Uuh… hari ini aku bahagia
Kau kembali
Uuh… hari ini aku bahagia
Jatuh cinta lagi
Ku mabuk cinta
Ku mabuk cinta
Lagi-lagi mabuk… lagi-lagi cinta
Bolak-balik jatuh… bolak-balik cinta
Ku mabuk cinta
Ku mabuk cinta

Lagu Satu

jalani hidup
tenang tenang, tenanglah seperti karang
sebab persoalan bagai gelombang
tenanglah tenang, tenanglah sayang
tak pernah malas
persoalan yang datang hantam kita
dan kita tak mungkin untuk menghindari
semuanya sudah suratan
Oh, matahari
masih setia
menyinari hidup kita
tak kan berhenti, tak kan berhenti menghangati hati kita
sampai tanah ini inginkan kita kembali
sampai kejenuhan mampu merobek-robek hati ini
sebentar saja
aku pergi meninggalkan
membelah langit
punguti bintang
untuk kita jadikan hiasan
tenang tenang, tenanglah sayang
semuanya sudah suratan
tenang tenang, sepeti karang
bintang bintang jadikan hiasa
berlomba kita dengan sang waktu
jenuhkah kita jawab sang waktu
bangkitlah kita tunggu sang waktu
tenanglah kita menjawab waktu
seperti karang tenanglah…..
seperti karang tenanglah….

Aku Bukan Pilihan

Kini Ku mengungkap tanya, siapakah dirinya
Yang mengaku kekasihmu itu
Aku tak bisa memahami
Ketika malam tiba
Ku rela kau berada
Dengan siapa kau melewatinya
Aku tak bisa memahami

Aku lelaki tak mungkin menerima bila
Ternyata kau mendua, membuatku terluka
Tinggalkan saja diriku, yang tak mungkin menunggu
Jangan pernah memilih, aku bukan pilihan
Selalu terungkap tanya, benarkan kini ada
Wanita yang kukenal hatinya
Aku tak bisa memahami
Tak perlu memilihku
Aku lelaki, bukan tuk dipilih
Ibu
Ribuan kilo jalan yang kau tempuh
Lewati rintang untuk aku anakmu
Ibuku sayang masih terus berjalan
Walau tapak kaki, penuh darah… penuh nanah
Seperti udara… kasih yang engkau berikan
Tak mampu ku membalas…ibu…ibu
Ingin kudekat dan menangis di pangkuanmu
Sampai aku tertidur, bagai masa kecil dulu
Lalu doa-doa baluri sekujur tubuhku
Dengan apa membalas…ibu…ibu….
Jangan Tutup Dirimu
Dari hati yang paling dalam
Kudendangkan…sebuah
lagu temani sepi
Sejenak iringi nurani
Ada jarak diantara kita
Selimuti sekian waktu
t’lah tersita
Ingin kubilang jarak
terbentang….semoga
Datanglah kau kekasih
Dekap aku erat-erat
Jangan buang pelukku
yang tulus
Biarkan hujan turun
Basahi jiwa yang halus
Jangan tutup dirimu
Buat apa kau diam saja
Bicaralah agar aku
semakin tau
Warna dirimu duhai permata
Kau mimpiku…
aku tak bohong
Seperti yang kau kira
Seperti yang s’lalu kau duga
Pintaku kau percayalah
usah ragu
Datanglah kau kekasih
Dekap aku erat-erat
Jangan campakkan pelukku
yang tulus
Biarkan hujan turun
Basahi jiwa yang kering
Jangan tutup dirimu

Antara Aku, Kau dan Bekas Pacarmu

Tabir gelap yang lalu hinggap
Lambat laun mulai terungkap
Labil tawamu tak pasti tangismu
Jelas membuat Aku sangat ingin mencari
Apa yang tersembunyi dibalik manis senyummu
Apa yang tersembunyi dibalik bening dua matamu

Dapat kutemui mengapa engkau tak pasti

Lalu aku coba untuk mengerti
Saat engkau tiba disimpang jalan
Lalu engkau bimbang untuk tentukan
Arah mana tempat tujuan

Jalan gelap yang kau pilih
Penuh lubang dan mendaki
Jalan gelap yang kau pilih
Penuh lubang dan mendaki

Bung Hatta

Tuhan terlalu cepat semua
Kau panggil satu-satunya yang tersisa
proklamator tercinta
jujur lugu dan bijaksana
mengerti apa yang terlintas dalam jiwa
rakyat Indonesia
hujan air mata dari pelosok negeri
saat melepas engkau pergi
berjuta kepala tertunduk haru
terlintas nama seorang sahabat
yang tak lepas dari nam
terbayang baktimu
terbayang jasamu
terbayang jelas jiwa
sederhanamu
bernisan bangga
berkafan doa
dari kami yang merindukan orang
sepertimu


Entah


Entah mengapa aku tak berdaya
waktu kau bisikkan,
"Jangan aku kau tinggalkan"
tak tahu di mana ada getar terasa
waktu kau katakan
"Kubutuh dekat denganmu"

seperti biasa aku diam tak bicara
hanya mampu pandangi
bibir tipismu yang menari

seperti biasa aku tak sanggup berjanji
hanya mampu katakan:
"Aku cinta kau saat ini"
entah esok hari
entah lusa nanti
entah

sungguh mati betina
aku tak mampu beri sayang yang cantik
seperi kisah cinta di dalam komik

sungguh mati betina
buang saja angan angan itu
lalu cepat peluk aku
lanjutkan saja langkah kita
rasalah….
rasalah….
apa yang terasa


Buku Ini Aku Pinjam


Biar tau… biar rasa…
Cinta ini milik kita
Di kantin depan kelasku
Disana kenal dirimu
Yang kini tersimpan di hati
Jalani kisah sembunyi
Di halte itu ku tunggu
Senyum manismu kekasih
Usai dentang bel sekolah
Kita nikmati yang ada
Seperti hari yang lain
Kau senyum tersipu malu
Ketika ku sapa engkau
Genggamlah jari genggamlah hati ini
Memang usia kita muda
Namun cinta soal hati
Biar mereka bicara
Telinga kita terkunci
Biar tau… biar rasa…
Maka tersenyumlah kasih
Tetap langkah… jangan hentikan
Cinta ini milik kita
Buku ini aku pinjam
Kan ku tulis sajak indah
Hanya untukmu seorang
Tentang mimpi-mimpi malam
Cinta ini milik kita…



Yang Terlupakan


Denting piano kala jemari menari
Nada merambat pelan di kesunyian malam
Saat datang rintik hujan bersama sebuah bayang
Yang pernah terlupakan

Hati kecil berbisik untuk kembali padanya
Seribu kata menggoda seribu sesal di depan mata
Seperti menjelma waktu aku tertawa
Kala memberimu dosa

Na….na….na….na O….maafkanlah
Na….na….na….na O….maafkanlah
Rasa sesal di dasar hati diam tak mau pergi
Haruskah aku lari dari kenyataan ini
Pernah ku mencoba tuk sembunyi…
Namun senyummu tetap mengikuti…


Rinduku


Tolong rasakan ungkapan hati
rasa saling memberi
agar semakin erat hati kita
jalani kisah yang ada
*
ku tak pernah merasa jemu
jika kau selalu disampingku
begitu nyanyian rinduku
terserah apakah katamu
rambutmu matamu bibirmu kurindu
senyummu candamu tawamu kurindu
beri aku waktu sedetik lagi
menatap wajahmu
esok hari ini atau nanti
mungkin tak kembali
Back to *
rambutmu matamu bibirmu kurindu
senyummu candamu tawamu kurindu


Ujung Aspal Pondok Gede

di kamar ini aku dilahirkan
di bale bambu buah tangan bapakku
di rumah ini aku dibesarkan
dibelai mesra lentik jari ibuku
nama dusunku ujung aspal pondok gede
rimbun dan anggun
ramah senyum penghuni dusunku

kambing sembilan motor tiga
bapak punya
ladangnya luas habis sudah sebagai gantinya

sampai saat tanah moyangku
tersentuh sebuah rencana
demi serakahnya kota
terlihat murung wajah pribumi
terdengar langkah hewan bernyanyi

di depan masjid
samping rumah wakil pak lurah
tempat dulu kami bermain
mengisi cerahnya hari

namun sebentar lagi
angkuh tembok pabrik berdiri
satu persatu sahabat pergi
dan tak kan pernah kembali


Ijinkan Aku Menyayangimu

Andai kau ijinkan
Walau sekejap memandang
Kubuktikan padamu
Aku memiliki rasa
Cinta yang ku pendam
Tak sempat aku nyatakan
Karena kau telah memilih
Menutup pintu hatimu
Ijinkan aku membuktikan
Inilah kesungguhan rasa
Ijinkan aku menyayangimu
Sayangku ooh
Dengarkanlah isi hatiku
Cintaku ooh
Dengarkanlah isi hatiku
Bila cinta tak menyatukan kita
Bila kita tak mungkin bersama
Ijinkan aku tetap menyayangimu
Sayangku ooh
Dengarkanlah isi hatiku
Cintaku ooh
Dengarkanlah isi hatiku
Aku sayang padamu
Ijinkan aku membuktikan

Kesaksian

aku mendengar suara
jerit makhluk terluka
luka, luka
hidupnya luka
orang memanah rembulan
burung sirna sarangnya
sirna, sirna
hidup redup
alam semesta luka
banyak orang
hilang nafkahnya
aku bernyanyi
menjadi saksi

Senandung Lirih

Kau wanita terindah
Yang pernah kutaklukkan
Kau kenapa kau pergi
Kenapa kau pergi
Kau wanita terhebat
Yang pernah memelukku
Kau kenapa kau pergi
Kenapa kau pergi
Helai udara disekitarku
Senandung lirih namamu
Tiap sudut kota yang ku datangi
Senandung lirih namamu
Kau wanita termegah
Yang pernah kudapatkan
Kau kemana kau pergi
Kemana kau pergi
Semoga kau temukan apa yang kau cari
Yang tak kau dapatkan dari aku
Semoga kau temukan apa yang kau cari
Yang tak kau dapatkan dari aku
Helai udara disekitarku
Senandung lirih namamu
Kemana pun kau akan melangkah
Aku yang selalu mengenangmu
Kemana pun kau akan melangkah
Aku yang selalu mengenangmu
La la la la la
La la la la la
La la la la la
Ooh

Galang Rambu Anarki

Galang rambu anarki anakku
lahir awal januari menjelang pemilu
galang rambu anarki dengarlah
terompet tahun baru menyambutmu
galang rambu anarki ingatlah
tangisan pertamamu ditandai bbm
membumbung tinggi (melambung)
maafkan kedua orangtuamu
kalau tak mampu beli susu
bbm naik tinggi
susu tak terbeli orang pintar tarik subsidi
mungkin bayi kurang gizi (anak kami)
galang rambu anarki anakku
cepatlah besar matahariku
menangis yang keras, janganlah ragu
tinjulah congkaknya dunia buah hatiku
doa kami di nadimu
Kisah Motorku

Hei bapak kopral saya datang mau lapor
Tadi malam waktu saya sedang molor
Telah kehilangan sepeda motor
Dirumah teman saya yang bermata bolor

Baik anak muda kuterima laporanmu
Tapi mengapa kau lapor hari sudah bedug lohor
Juga kenapa kau lapor
Kok hanya pakai celana kolor

Tunggu saja sebulan nanti bapak beri kabar
Sekarang engkau boleh pulang

Lama kutunggu kabar dari bapak kopral
Kenapa nggak nongol-nongol
Sehingga gua dongkol

Lalu aku pergi menuju kantor polisi
Tapi nggak jadi
Sebab kabel listrik perut saya kortsleting
Oh kiranya saya lupa setor tadi pagi

Terpaksa sore hari saya baru pergi Kontrol
Ternyata sepeda motor ada di garasi
Kantor polisi

Sudah tak beraki
Sudah tak berlampu
Tutup tengki hilang
Kaca spion kok melayang
Dia bilang waktu diketemukan
Sudah demikian

Memang tak beraki kok
Memang tak berlampu kok
Tutup tengki hilang
Kaca spion kok melayang

Bolehkah motor ini saya bawa pulang bapak kopral?
Oh tentu saja boleh engkau bawa pulang
Asal engkau tahu diri
Mbok terima kasih

Imitasi

Join join dong aku kita kumpul duit
Dana siap kita berangkat
Pakaian rapi celana potongan nabi
Taplak meja dirombak jadi dasi

Pergi kita cari sasaran
Malam ingin melepas keresahan
Lihat Poppy pakai rok mini
Lihat Nancy pakai bikini
Tapi sayang sudah di booking papi papi

Otakku tegang begitupun kawan sejalan
Cepat putar haluan
Tancap gas kita ngacir
Pergi ke taman lawang

Paginya Totok malamnya Titik
Paginya Sunarto malam Sunarti
Paginya Ahmad malamnya Asye
Paginya Ismet malam Isye

Aku melongo persis kebo bego
Jidat mengkerut persis jidat Darto
Lihat itu potongan habisnya mirip perempuan


Joni Kesiangan


Habis sebulan dia baru gajian
Joni kesiangan bersiul tanda girang
Dapat cium sayang dari istrinya
Yang merengek manja
Minta kacamata penutup papaya

Janjikan papaya
Janjikan papaya

Joni kesal lalu masuk kamar
Si istri datang mengajak senam malam

Ogah ah Joni sudah bosan
Istri yang sekarang
Jempolnya ketombean

Mpok Tati tante seberang jalan
Sudah menjanjikan Joni tuk bermalam
Dengan imbalan telur setengah matang

Tengah malam Joni asik berkencan
Tak ingat pintu depan
Di gedor gedor orang

Ha ha hansip datang
Membawa pentungan
Joni kelimpungan masuk kolong ranjang
Joni kesiangan

Generasi Frustasi

Generasiku banyak yang frustasi
Broken home istilah bule bule luar negeri
Mereka muak lihat papi mami bertengkar
Mereka jijik lihat papi mami selalu keluar

Ada urusan yang tak masuk diakal
Mami sibuk cari bujangan
Papi sibuk cari perawan

Timbang kesal lebih baik aku berhayal
Jadi orang besar seperti Hitler yang tenar
Jadi orang tenar persis Carter juragan kacang

Mata cekung badan persis capung
Tingkah sedikit bingung pikiran mirip mirip orang linglung
Rambut selalu kusut disuruh selalu manggut manggut
Duduk di sudut eh kasihan itu tubuh tinggal tulang sama kentut

Hei mister gelek
Lo tega mata gua kok nggak bisa melek
Hei mister gelek
Duit gopek gua kira cepek
Hei mister gelek
Perut laper ada tape pas gua sikat asem asem
Ndak taunya telek



Dongeng Sebelum Tidur


Jika sepasang monyet tidur
Jadi buyut moyangku
Jika buyut moyangku tidur
Jadi kakek dan nenekku

Jika kakek dan nenek tidur
Jadi ayah dan ibu
Dan jika ayah dan ibu tidur
Jadi sebiji kepala yaitu kepalaku

Sedangkan waktu aku yang tidur
Nggak jadi apa apa
Yang jadi cuma beberapa pasang kecoak
Dikolong tempat tidurku

Dan seribu armada kutu
Diatas sprei belang bentong kasurku
Walaupun mereka itu kecoak dan kutu
Tetapi mereka tetap darah dagingku

Maka dari itu saya minta dengan amat sangat
Jangan semprotkan baygon sayang

Anakku yang paling tua
Bernama Kecoak Idi Amin
Lahir di Cengkareng
Eh badannya kerempeng
Matanya sedikit jereng
Kalau berjalan seperti Gareng

Anakku Idi Amin orang kaya di Cengkareng
Senang pakai mobil mentereng
Banyak yang tahu mobil si Amin itu mobil curian
Tapi maklum si Amin kebal kerangkeng

Aku benci aku benci sama si Amin
Habis si Amin suka nempeleng
Tapi cuma berani sama tukang kacang goreng
Itu dulu seribu tahun yang lalu

Kini cerita anakku yang nomer dua
Perempuan lho
Cantik molek, manja, seksi lahir di Madura
Sekolah di Karawang

Minum jamunya wah jangan ditanya
Dari jamu galian singset sari rapet
Sampai jamu terlambat datang bulan
Tak pernah ketinggalan

Putriku cantik, putriku molek
Putriku pandai memasak
Dari bistik, spaghetti, rendang ayam, cap cay goreng, udang rebus
Sampai rendang jengkol dia bisa

Tapi mengapa belum juga
Datang lamaran?

Oh iya, hampir saya lupa
Putriku mempunyai dua kekurangan
Yang mungkin itu sebabnya
Putriku vakum dalam dunia percintaan

Putriku memang anggun
Tapi sayang kepala putriku sebesar bola kasti
Itu satu

Dan yang kedua
Putriku tidak boleh kena air
Hayo kenapa?

( Dia alergi? ) bukan, ( Kutu air? ) bukan, ( Ambeien? ) bukan
Ayan

Anakku yang paling bontot pemain sepak bola
Pernah dikirim berguru atau dikirim tamasya ke Brazilia
Enam bulan disana
Begitu pulang kok keok eh kalah semua


Jaman Edan

Hai teman katanya jaman ini kemajuan
Sampai si om gendut dan rambut ubanan
Berani berpacaran
Dengan pembantunya sampai naik ranjang
Ranjang goyang

Hai teman katanya jaman ini pembangunan
Para tante pun tak mau ketinggalan
Mencari pasangan
Dengan mahasiswa yang kurang biaya
Kuliahnya yang tertunda

Kalau ada gadis jaman sekarang
Jangan heran kalau tidak perawan
Para pelajar pun jadi edan edanan
Kalau pusing belajar cari hiburan
Di tempat pelacuran

Oh oh oh we yo
Jaman edan
Jaman jaman edan
Jaman saiki jaman edan
Sampeyan edan aku melok edan
Ini ramalan dari nenek moyang
Jayabaya yang kelahiran Bengawan

Hai teman di jaman ini memang banyak penipuan dan pengangguran
Terpaksa Yance Mince berjualan
Daging karet tiruan
Oh di taman Lawang demi kepuasan
Hidung belang

Hai teman jangan sampai kita pun ketinggalan
Cepat cepat kau cari kesempatan
Di dalam kesempitan
Untuk melemaskan segala ketegangan
Oh pikiran yang bukan bukan

Suatu kali eh pernah aku kehilangan
Celana Levi’s yang semata wayang
Itu juga belinya di tukang loakan
Telah hilang melayang disamber orang
Waktu di jemuran

Oh oh oh we yo
Maling sialan
Maling maling sialan
Dia nggak pikir itu barang orang

Ada lagi maling gede gedean
Dia nekat embat duit ‘jut - ‘jutan
Dia nggak mikir itu duit haram
Inget inget dong sama gelandangan
Berani amat ente sama kutukan Tuhan
Maling yang ini memang kebangetan

Ada maling hoi maling jemuran
Di sono maling di sini maling
Maling maling hei elu sialan



Pie-Pie

Koyo ngene rasane
Dadi wong ora duwe
Ngalor ngidul di ece
Karo kancane dewe

Pie pie pie

Ora wero
Pie pie pie pie pie
Ora ngerti

Pie pie pie

Ora wero
Pie pie pie pie pie
Ora ngerti


Pengamen

Permisi tuan-tuan
Ini suara pengamen yang bisa rekaman

If you know me
If you know me
Ladies and gentleman ( baby )
Kulo niki urip saking hasil ngamen
Tenan mas

And biasa parkir
And biasa parkir
Dulunya di proyek Senen ( asoy )
Waktu Malari ngungsi ke blok M
Waktu Malari terpaksa ngungsi ke blok M

Cita cita sih dulu ane kepengen
Jadi mentri atau presiden ( teksi )
Pasti punya gedong di bilangan Menteng
Eh mana tahan

Kagak kesampean ane pengen njajal
Jadi pengawas kendaraan
Sekali semprit duit orang melayang
Sekali semprit duit orang melayang
Parkiran tuan

Dasar sial nasib ane
Masih kepengen main kucing kucingan ( baby )
Terpaksa demi hidup beta ngamen
Oho di jalanan ( ya Tuhan )

Eh kok ada bandit bandit
Yang bisa lolos dari tahanan ( gile )
Mungkin si Ipir dan si Hansoy
Asik ngintipin orang pacaran

Ai mohon sorry
Ai mohon sorry
Hadirin serta para pendengar dimana saja berada
Kalau tersinggung
Jangan hamba jadi sasaran ( kasihan )

Bisa berabe om
Bisa berabe
Ini muka kalau masuk kurungan
Pasti berantakan kena bogem tuan
Pasti berantakan kena bogem tuan

Hei memang sial hidup bujangan
Kalau masih jadi pengangguran
Jangankan mau pacaran
Eh buat makan duit juga musti pas pasan

Eh pernah gua ngamen di restoran
Yang makan cuek malah gua diusir sama gonggongan anjing sialan
Tapi untungnya waktu ada anak kecil liwat
Dia iseng malah dia baek ngasih gua duit jigoan

Eh jangan cengengesan
Jangan cengengesan
Sori mulut gue udah kesemutan
Tangan capek eh eh kantong minta sokongan

Yah kalau sudi tuan tuan
Tuan yang dermawan
Berilah sumbangan
Asal cukup buat ongkos hari tua
Eh lumayan gua udah bisa rekaman


Ambulance Zig Zag

Deru ambulance
Memasuki pelataran rumah sakit
Yang putih berkilau

Di dalam ambulance tersebut
Tergolek sosok tubuh gemuk
Bergelimang perhiasan

Nyonya kaya pingsan
Mendengar kabar
Putranya kecelakaan

Dan para medis
Berdatangan kerja cepat
Lalu langsung membawa korban menuju ruang periksa

Tanpa basa basi
Ini mungkin sudah terbiasa

Tak lama berselang
Supir helicak datang
Masuk membawa korban yang berkain sarung

Seluruh badannya melepuh
Akibat pangkalan bensin ecerannya
Meledak

Suster cantik datang
Mau menanyakan
Dia menanyakan data si korban

Di jawab dengan
Jerit kesakitan
Suster menyarankan bayar ongkos pengobatan

Ai sungguh sayang korban tak bawa uang

Suster cantik ngotot
Lalu melotot
Dan berkata “Silahkan bapak tunggu di muka!”

Hai modar aku
Hai modar aku
Jerit si pasien merasa kesakitan

Hai modar aku
Hai modar aku
Jerit si pasien merasa diremehkan


Ibu (1980)

Menjelang saat kelahiran anak
Detik akhir Ibu hidup dan mati
Namun saat seperti itu yang ia tunggu
Oh hmm
Betapa besar pengorbanannya

Sembilan bulan lamanya menanti
Dengan beban yang ia tanggung sendiri
Doa puji pada-Nya mohon selamat
Oh hmm
Tak pernah terlupa setiap saat

Dan ia pun selalu berdoa
Bergunalah bagi nusa dan bangsa
Dan bukan menjadi sampah negara
Kata kata itu terucap selalu
Sejak akhir hingga binasa

Ku renung selalu

Aku menyesal pernah kecewakan hatinya


Mak

Mak perut Udin keroncongan
Belum makan dari tadi malam

Mak beliin dong Inah pakaian untuk seragam
Inah cuma punya sepasang
Itu juga sudah penuh tambal
Inah malu sama teman teman

Mak beliin dong buku tulis keluh Ujang
Buku kemarin yang Mak belikan
Sudah habis terisi pelajaran

Baik anakku kan Mak penuhi permintaan kalian
Asal Bapak sudah pulang
Baik anakku kan Mak penuhi permintaan kalian
Asal Bapak sudah pulang

Tiba tiba pintu depan diketuk orang
Mang Mamat teman sekerja Ayahnya datang
Membawa kabar
Tentang malapetaka yang menimpa Ayahnya
Dia tertiban beton dari atas bangunan
Kini dia terbujur lesu diatas kasur rumah sakit

Si Ibu bingung harus bagaimana

Mak kenapa Ayah kok belum pulang ?
Tanya ketiga putra putrinya
Si Ibu bingung harus menjawab apa

Mak nanti kalau Ayah sudah pulang
Pasti membawa banyak uang
Bisa membeli nasi Udin tak lapar lagi
Bisa membeli baju untuk seragam
Inah tak malu lagi
Bisa membeli buku tulis untuk Ujang

Kata ketiga putra putrinya
Yang tidak tahu bahwa Ayahnya terkena musibah

Si Ibu bingung harus menjawab apa
Si Ibu bingung harus menjawab apa
Menangis dia

Terbayang jelas wajah suaminya
Dan terpikir soal biaya pengobatan suaminya
Yang terlalu mahal bagi ukuran pekerja kasar
Yang terlalu mahal bagi ukuran pekerja kasar

Terngiang jelas permintaan putra putrinya
Yang tak mungkin bisa terkabulkan
Si Ibu bingung harus bagaimana
Si Ibu bingung harus bagaimana
Si Ibu bingung harus bagaimana
Menangis dia

Dalam kalut
Ia selalu mengharap uang mandor suaminya
Untuk keperluan anaknya
Untuk biaya pengobatan suaminya

Tapi si mandor pelit
Waktu si Ibu meminta pertolongan si mandor suaminya
Yang rupanya mandor itu bandot tertawa genit
Dalam otak si Ibu terselip
Pikiran yang sangat sempit
Sebab keluarga yang saya ceritakan itu pailit
Dan amat sangat memerlukan duit

Dengan perantara tubuh molek si Ibu
Keperluan anaknya dan biaya pengobatan suaminya
Bisa terpenuhi

Si Ibu tersenyum
Si Ibu tersenyum
Si Ibu tersenyum
Melihat keluarganya bisa kembali seperti semula
Sekalipun hati si Ibu amat tersiksa

Si Ibu tersenyum
Melihat keluarganya bisa kembali seperti semula
Sekalipun hati si Ibu tersiksa


Gaya Travolta

Go go go goyang
Gaya Travolta kaum remaja
Seperti
Mince, Dince, Ance, Luce
Mabok disko yang merajalela di ibukota
Lagi lagi gengsi yang mereka tonjolkan

Tante tante dan si om senang
Tak mau ketinggalan
Di jalanan pun dia raja
Pinggulnya bergoyang

Sebuah bemo datang dari belakang
Menubruk pantat tante

Keringat mengucur
Make up nya luntur
Si tante kecebur lumpur

Pemborong Jalan

Deru mesin motor jelas terdengar
Mengarung jalan penuh lubang
Baru kemarin selesai diaspal
Terkena hujan kok jerawatan?

Oh oh kasihan
Bayar pajak mahal
Banyak jalan
Seperti comberan

Pemborong berpengalaman tertawa
Berteman pipa topi baja
Bercanda dengan istri paling mudah
Tak ingat jalan dan pekerja

Oh oh kasihan
Nasib pekerja jalan
Tenaga hilang
Gaji tidak berimbang


Inspirasi

Sore itu aku duduk sendiri
Duduk termenung
Dipinggir kali yang sepi

Bukannya ku putus asa
Kan bunuh diri
Apalagi korban permainan cinta
Patah hati

Pura pura aku jadi pemusik
Duduk disitu ku menciptakan lagu
Syair telah tersusun rapi
Diotakku

Tiba tiba aku dikejutkan
Dengan suara
Sendu aneh lucu

Dan kucarilah suara itu

Kulihat kanan dan kiri
Jebulnya om Pasikom lagi
Beraksi

Eh pantesan saya kira
Pisang goreng pisang goreng
Dibuang di kali
Warna kuning kabul kabul
Jalan sendiri

Eh pantesan saya kira
Pisang goreng pisang goreng
Dibuang di kali
Warna kuning kabul kabul
Jalan sendiri

Inspirasi berantakan
Hilang semua

Bencana Alam

Sekian manusia resah menatap wajah sesamanya
Duka karena bencana
Petaka menimpa diri dan dalam hatinya berkata
Besarkah dosa hamba ?

Menjelang saat ajal daku membayang
Gapai tangan minta
Tolong semua

Bencana alam melandanya
Kehendak yang kuasa
Peringatan kah bagi kita ?
Manusia di dunia

Karena kita tlah saling cinta harta benda dan kuasa
Tanpa pandang kebenaran
Dan tanpa pandang keadilan

Bencana alam melandanya
Tiada seorangpun kuasa menekan
Bencana alam melandanya
Miskin kaya kana petaka yang sama

Akhirnya ku merenung pula
Mengapa bencana alam meraja ?
Oh oh aku tak kuasa

Mungkinkah kau merenung juga ?
Mengapa bencana alam meraja ?
Oh oh ampunilah yang kuasa
Oh oh ampunilah semua


Aku Berjalan

Aku berjalan diatas jembatan
Waktu hari siang
Tengah keramaian kota

Kupandang kebawah
Berhimpit gubuk liar
Tempat tinggal gelandangan

Tampak anak kecil gundul
Tenang menggaruk koreng
Ditepi sungai yang kotor

Diseberang sana aku melihat
Seorang ibu duduk
Sedang melamun

Kan adakah masa depan yang cerah?
Bagi orang seperti dia
Kan tegakah melihat saudara kita?
Hidup menderita


Surat Dari Paman Di Desa


Kubaca surat dari paman di desa
Berdebar hati
Sepetak tanah paman di desa di gusur
Sakit hatinya tak berdaya

Hanya ada Menangis
Si buyung kecil meronta
Seakan ingin berontak

Tanah warisan yang hanya sepetak itu
Mengapa pula harus di gusur


Alasan


Satu pengumuman
Buat pemuda dan pemudi
Yang tercinta
Dan tersayang

Bila bapak ibu pergi
Ibu pamit arisan
Dan bapak pamit rapat kerja
Itu tandanya engkau harus waspada

Lebih baik kau tegur saja
Ibu arisan berapa jam
Bapak rapat berapa bulan
Sebab dijaman sekarang
Penipuan maju di segala bidang

Jaman modern katanya
Arisan lha kok sepuluh jam
Anehnya bersolek lima jam
Di salon sri bahenol
Nyeksi...ongkosnya seharga mercy

Jaman modern katanya
Rapat lha kok sepuluh hari
Anehnya bawa mobil pribadi
Wajah berseri-seri
Tampak girang sekali

Tanda tanya pasti dalam hatimu...

Tahukah kau kawan
Arisan singkatan
Aku rindu sama Anton

Arisan singkatan
Aku rindu sama Anton

Rapat kerja singkatan
Rapat empat mata
Kerumah Jamilah, Jaitun, janda muda

Rapat kerja singkatan
Rapat empat mataKerumah Jamilah, Jaitun, janda muda

22 Januari

Dua dua Januari
Kita berjanji
Coba saling mengerti
Apa di dalam hati

Dua dua Januari
Tidak sendiri
Aku berteman iblis
Yang baik hati

Jalan berdampingan
Tak pernah ada tujuan
Membelah malam
Mendung yang selalu datang

Kudekap erat
Kupandang senyummu
Dengan sorot mata yang keduanya buta

Lalu kubisikkan
Sebaris kata kata putus asa
Sebentar lagi hujan

Dua buku teori
Kau pinjamkan aku
Tebal tidak berdebu
Kubaca selalu

Empat lembar fotomu
Dalam lemari kayu
Kupandang dan kujaga
Sampai kita jemu

WANITA TIRUAN

Lihat teman dipinggir jalan
Dibawah sinar bulan
Semua berjajaran
Wanita tiruan
Oh... kasihan...

Mince, Sonya, Betty dan Mona
Cat bibir merah muda
Rambut pirang kribo tebal
Padat bodinya
Merangsang juga...

Paha putih diobralnya
Agar si om senang
Tertarik dan memandang
Tercengang...

Tiba tiba patroli datang
Semua lari tunggang langgang
Beha palsu berterbangan
Sepatu Susy ketinggalan...

Iki piye iki... iki piye iki... iki piye iki piye.....


PERJALANAN

Hari telah jauh siang
Ketika baru datang
Lama ku diperjalanan
Hampir sembilan jam berada
Di bis tua sialan

Pergi pukul tiga malam
Berjejalnya penumpang
Duduk disampingku seorang
Nenek yang tak mau diam

Panas kuping pantat pegal
Ingin kencing malu bilang
Bau bensin aku mual
Nenek muntah banyak benar

Tiga Bulan

Tiga bulan lamanya kau dalam penjara
Teman
Seratus butir telur ayam di pasar
Hilang engkau ganyang

Palu keras bapak hakim berbunyi tegas
Terbayang
Bibir sumbing gigi rompal dapat kupastikan
Malah engkau tawan

Tiga bulan lamanya kah tuan ditahan
Nikmat benar
Seratus juta uang negara terbang melayang
Masuk kantong tuan

Palu kayu bapak hakim berbunyi pelan
Terdengar sumbang
Dalam rumah dalam penjara tiada beda
Coba bayangkan teman

Dalam rumah dalam penjara tiada beda
Coba bayangkan teman



Bangunlah Putra Putri Pertiwi

Sinar matamu tajam namun ragu
Kokoh sayapmu semua tahu
Tegap tubuhmu tak kan tergoyahkan
Kuat jarimu kala mencengkeram

Bermacam suku yang berbeda
Bersatu dalam cengkerammu

Angin genit mengelus merah putihku
Yang berkibar sedikit malu malu
Merah membara tertanam wibawa
Putihmu suci penuh karisma

Pulau pulau yang berbencar
Bersatu dalam kibarmu

Terbanglah garudaku
Singkirkan kutu kutu di sayapmu
Berkibarlah benderaku
Singkirkan benalu di tiangmu
Hei jangan ragu dan jangan malu
Tunjukkan pada dunia
Bahwa sebenarnya kita mampu

Mentari pagi sudah membumbung tinggi
Bangunlah putra putri ibu pertiwi
Mari mandi dan gosok gigi
Setelah itu kita berjanji

Tadi pagi esok hari atau lusa nanti

Garuda bukan burung perkutut
Sang saka bukan sandang pembalut
Dan coba kau dengarkan pancasila itu
Bukanlah rumus kode buntut
Yang hanya berisi harapan
Yang hanya berisi khayalan


Doa Pengobral Dosa)

Disudut dekat gerbong
Yang tak terpakai
Perempuan ber make up tebal
Dengan rokok ditangan
Menunggu tamunya datang

Terpisah dari ramai
Berteman nyamuk nakal
Dan segumpal harapan
Kapankah datang
Tuan berkantong tebal

Habis berbatang batang
Tuan belum datang
Dalam hati
Resah menjerit bimbang

Apakah esok hari
Anak anakku dapat makan
Oh Tuhan beri
Setetes rezeki

Dalam hati yang bimbang berdoa
Beri terang jalan anak hamba
Kabulkanlah Tuhan

Sarjana Muda


Berjalan seorang pria muda
Dengan jaket lusuh dipundaknya
Disela bibir tampak mengering
Terselip sebatang rumput liar

Jelas menatap awan berarak
Wajah murung semakin terlihat
Dengan langkah gontai tak terarah
Keringat bercampur debu jalanan

Engkau sarjana muda
Resah mencari kerja
Mengandalkan ijazahmu

Empat tahun lamanya
Bergelut dengan buku
Tuk jaminan masa depan

Langkah kakimu terhenti
Didepan halaman sebuah jawatan

Terjenuh lesu engkau melangkah
Dari pintu kantor yang diharapkan
Terngiang kata tiada lowongan
Untuk kerja yang didambakan

Tak perduli berusaha lagi
Namun kata sama kau dapatkan
Jelas menatap awan berarak
Wajah murung semakin terlihat

Engkau sarjana muda
Resah tak dapat kerja
Tak berguna ijazahmu

Empat tahun lamanya
Bergelut dengan buku
Sia sia semuanya

Setengah putus asa dia berucap... maaf ibu...

Si Tua Sais Pedati

Bergerak perlahan dengan pasti
Di jalan datar yang berlumpur
Sesekali terdengar geletar cemeti
Diiringi teriakan lantang
Si tua sais pedati

Gerak pedati sebentar berhenti
Tampak si tua sais pedati
Mulai membuka bungkusan nasi
Yang dibekali
Sang istri

Gerak pedati lalu jalan lagi
Singgah disetiap desa
Tanpa ragu ragu tanpa malu malu
Napas segar terhembus dari sepasang lembu
Yang tak pernah merasakan sesak polusi

Dia tak pernah memerlukan
Dia tak pernah membutuhkan
Solar dan ganti oli bensin dan ganti busi
Apalagi charge aki

Dia tak pernah kebingungan
Dia tak pernah ketakutan
Akan kata orang tentang gawatnya
Krisis energi

Gerak pedati dan lenguh lembu
Seember rumput dan geletar cemeti
Seakan suara adzan yang dikasetkan
Sementara itu sang bilal (gawat)
Pulas mendengkur

Puing I

Puing berserakan disegenap penjuru
Bekas pertempuran
Bau amis darah sisa asap mesiu
Sesak napasku

Mayat mayat bergeletakan
Tak terkubur dengan layak

Dan burung burung bangkai
Menatap liar
Dan burung burung bangkai
Berdansa senang

Diujung sana banyak orang kelaparan
Diujung lainnya wabah busung menyerang
Disudut sana banyak orang kehilangan
Disudut lainnya bayi bertanya bimbang

Mama kapan ayah pulang?
Mama sebab apa perang?

Mayat mayat bergeletakan
Tak terkubur dengan layak

Dan burung burung bangkai
Menatap liar
Dan burung burung bangkai
Berdansa senang

Banyak jatuh korban
Dari mereka
Yang tak mengerti apa apa

Suara tangis terdengar dari bekas reruntuhan
Seorang ibu muda yang baru melahirkan
Lama meratapi sesosok tubuh mayat suaminya

Dan burung burung bangkai
Menatap liar
Dan burung burung bangkai
Berdansa senang

Tinggi peradaban teknologi berkembang
Senjata hebat terciptakan
Sarana pembantaian semakin bisa diwujudkan
Oh mengerikan

Berhentilah jangan salah gunakan
Kehebatan ilmu pengetahuan
Untuk menghancurkan

Dan burung burung bangkai
Menatap liar
Dan burung burung bangkai
Berdansa senang

Ambisi

Langkahmu pelan tertatih
Dengan denyut nadi nyaris terhenti
Namun jangan padam ambisi

Rambutmu kusut tak rapi
Melekat di tubuh sejuta daki
Namun jangan padam ambisi
Namun jangan padam ambisi

Tak berkaki
Coba untuk berlari
Tak berjari
Cengkeram berulang kali
Keinginan dihati

Sinar terang lampu merkuri
Pasti akan engkau dapati
Tentu berbekal ambisi
Tentu tak tinggal ambisi

Tak bermata
Pandang dunia dengan jiwa
Tak bertelinga
Jangan cepat kecewa

Tak berkaki Coba untuk berlari
Tak berjari
Cengkeram berulang kali
Keinginan dihati

Opiniku

Manusia sama saja dengan binatang
Selalu perlu makan
Namun caranya berbeda
Dalam memperoleh makanan

Binatang tak mempunyai akal dan pikiran
Segala cara halalkan demi perut kenyang
Binatang tak pernah tahu rasa belas kasihan
Padahal disekitarnya petani berjalan pincang

Namun kadang kala ada manusia
Seperti binatang ( kok bisa ? )
Bahkan lebih keji
Dari binatang macan

Tampar kiri kanan alasan untuk makan
Padahal semua tahu dia serba kecukupan
Intip kiri kanan lalu curi jatah orang
Peduli sahabat kental kurus kering kelaparan

Manusia sama saja dengan binatang
Selalu perlu makan
Namun caranya berbeda
Dalam memperoleh makanan

Namun kadang kala ada manusia
Seperti binatang
Bahkan manusia lebih keji
Dari binatang


Guru Umar Bakri)

Tas hitam dari kulit buaya
Selamat pagi berkata bapak Umar Bakri
Ini hari aku rasa kopi nikmat sekali

Tas hitam dari kulit buaya
Mari kita pergi memberi pelajaran ilmu pasti
Itu murid bengalmu mungkin sudah menunggu

Laju sepeda kumbang dijalan berlubang
Selalu begitu dari dulu waktu jaman Jepang
Terkejut dia waktu mau masuk pintu gerbang
Banyak polisi bawa senjata berwajah garang

Bapak Umar Bakri kaget apa gerangan?
“Berkelahi pak!” jawab murid seperti jagoan
Bapak Umar Bakri takut bukan kepalang
Itu sepeda butut dikebut lalu cabut kalang kabut (Bakri kentut)
cepat pulang

Busyet... standing dan terbang

Umar Bakri Umar Bakri
Pegawai negeri
Umar Bakri Umar Bakri
Empat puluh tahun mengabdi
Jadi guru jujur berbakti memang makan hati

Umar Bakri Umar Bakri
Banyak ciptakan menteri
Umar Bakri
Profesor dokter insinyurpun jadi
(Bikin otak orang seperti otak Habibie)
Tapi mengapa gaji guru Umar Bakri
Seperti dikebiri

Bakri Bakri
Kasihan amat loe jadi orang
Gawat


Tarmijah Dan Problemnya

Cerita duka pembantu rumah tangga
Harga Tarmijah sebulan delapan ribu rupiah

Di pagi buta sedang pulas tidur kita
Neng Tarmijah sudah bangun lalu bekerja

Siapkan sarapan
Bersihkan halaman
Siapkan pakaian
Seragam sekolah untuk anak majikan

Setelah beres Tarmijah dipanggil nyonya
Pergi ke pasar belanja ini hari

Asin sedikit Tarmijah di caci maki
Masakan lezat tak pernah di puji

Oh sudah pasti keki
Namun hanya disimpan dalam hati

Di malam minggu anak majikan berdandan
Sambut sang pacar itu suatu kewajiban

Nona Tarmijah tak mau ketinggalan
Lalu berdandan siap untuk berkencan

Nyonya majikan lihat Tarmijah berkencan
Di muka rumah terhalang pagar halaman

Nyonya naik pitam
Tarmijah kena hantam
Nyonya naik pitam
Tarmijah kena hantam

Tarmijah K.O.
Tarmijah K.O.


Obat Awet Muda


Tante tante yang kesepian
Bertingkah seperti perawan
Berlomba lomba mencari pasangan
Persis oplet tua yang cari omprengan
Di ujung jalan
Saling berebut cari muatan

Slop dasi gaun model Paris
Eye shadow parfum impor
Duduk dibelakang stir mobil Mercedes
Pasangannya seorang pemuda
Yang jimatnya melebihi dosis
Sebesar burung belibis
Hey aku mendesis

Tuan yang merasa hidung belang
Keranjingan main perempuan
Tak peduli itu istri orang
Yang penting bisa ngasah pedang
Warisan dari nenek moyang
Pedang tajam wanita ditendang

Jangan nyonya ingat dong suami
Jangan tuan ingat anak istri
Jawab mereka apa ?
Justru itu harus kami lakukan
Mengapa harus dilakukan ?
Ndak tau ?
Karena itu karena itu
Obat awet muda


Tak Biru Lagi Lautku


Hamparan pasir
Tampak putih berbuih
Kala sisa ombak merayap

Hamparan pasir
Terasa panas menyengat
Di telapak kaki yang berkeringat

Camar camar hitam
Terbang rendah melayang
Di sekitar perahu nelayan

Daun kelapa
Elok saat melambai
Mengikuti arah angin

Tampak ombak
Kejar mengejar menuju karang
Menampar tubuh pencari ikan

Semilir angin berhembus
Bawa dendang unggas laut
Seperti restui jala nelayan

Gurau mereka
Oh memang akrab dengan alam
Kudengar dari kejauhan

Dan batu batu karang
Tertawa ramah bersahabat
Memaksa aku tuk bernyanyi

Tampak ombak
Kejar mengejar menuju karang
Menampar tubuh pencari ikan

Semilir angin berhembus
Bawa dendang unggas laut
Seperti restui jala nelayan

Itu dahulu
Berapa tahun yang lalu
Cerita orang tuaku

Sangat berbeda
Dengan apa yang ada

Tak biru lagi lautku
Tak riuh lagi camarku
Tak rapat lagi jalamu
Tak kokoh lagi karangku
Tak buas lagi ombakmu
Tak elok lagi daun kelapaku
Tak senyum lagi nelayanku
Tak senyum lagi nelayanku

Isi Rimba Tak Ada Tempat Berpijak Lagi


Raung buldozer gemuruh pohon tumbang
Berpadu dengan jerit isi rimba raya
Tawa kelakar badut badut serakah
Tanpa HPH berbuat semaunya

Lestarikan alam hanya celoteh belaka
Lestarikan alam mengapa tidak dari dulu
Oh mengapa

Oh jelas kami kecewa
Menatap rimba yang dulu perkasa
Kini tinggal cerita
Pengantar lelap si buyung

Bencana erosi selalu datang menghantui
Tanah kering kerontang banjir datang itu pasti
Isi rimba tak ada tempat berpijak lagi
Punah dengan sendirinya akibat rakus manusia

Lestarikan hutan hanya celoteh belaka
Lestarikan hutan mengapa tidak dari dulu
Saja

Oh jelas kami kecewa
Mendengar gergaji tak pernah berhenti
Demi kantong pribadi
Tak ingat rejeki generasi nanti

Sapuku Sapumu Sapu Sapu

Tukang sapu kuli PU besar jasamu
Oh kawan
Dengan sapu ganyang sampah dan debu
Tuk sesuap makan

Hari panas hari hujan memang tantangan
Siapa bilang bukan
Namun tugas tetap jalan absen gaji melayang
Maklum kuli harian

Pernahkah tuan pikirkan
Jasa mereka
Pernahkah tuan renungkan
Harga keringatnya

Tukang sapu bawa sapu masuk di kantor
Bersihkan yang kotor
Cukong kotor mandor koruptor semua yang kotor
Awas kena sensor

Tukang sapu bawa sapu juga disapu
Kok bisa begitu
Istri iri lihat tetangga punya barang baru
Akupun begitu

Inilah manusia
Dengan segala macam warna hidupnya
Tuk mencapai bahagia
Semua jalan ditempuhnya

Semoga Kau Tak Tuli Tuhan


Begitu halus tutur katamu
Seolah lagu termerdu
Begitu indah bunga-bungamu
Diatas karya sulam itu
Tampilkan kebajikan seorang ibu

Dengarlah detak jantung benihku
Yang ku tanam dirahimmu
Seakan pasrah menerima
Semua warna yang kita punya
Segala rasa yang kita bina

Kuharap kesungguhanmu
Kaitkan jiwa bagai sulam dikarya itu
Kuharap keikhlasanmu
Sirami benih yang kutabur ditamanmu

Oh jelas
Rakit pagar semakin kuat
Tak goyah
Walau diusik unggas

Pintaku pada Tuhan mulia
Jauhkan sifat yang manja
Bentuklah segala warna jiwanya
Diantara lingkup manusia
Diarena yang bau busuknya luka

Bukakan mata pandang dunia
Beri watak baja padanya
Kalungkan tabah kala derita
Semoga kau tak tuli Tuhan
Dengarlah pinta kami sebagai orang tuanya

Kuharap kesungguhanmu
Kaitkan jiwa bagai sulam dikarya itu
Kuharap keikhlasanmu
Sirami benih yang kutabur ditamanmu

Oh jelas
Rakit pagar semakin kuat
Tak goyah
Walau diusik unggas

Siang Pelataran SD Sebuah Kampung

Sentuhan angin waktu siang
Kibarkan satu kain bendera usang

Di halaman sekolah dasar
Di tengah hikmat anak desa nyanyikan lagu bangsa
Bergemalah

Tegap engkau berdiri walau tanpa alas kaki
Lantang suara anak anak disana

Kadar cinta mereka tak terhitung besarnya
Walau tak terucap namun bisa kurasa
Bergemalah

Ya ha ha hau
Harapan tertanam
Ya ha ha hau
Tonggak bangsa ternyata tak tenggelam

Dengarlah nyanyi mereka kawan
Melengking nyaring menembus awan
Lihatlah cinta bangsa di dadanya
Peduli usang kain bendera


Jendela Kelas

Duduk dipojok bangku deretan belakang
Didalam kelas penuh dengan obrolan
Selalu mengacau laju khayalan

Dari jendela kelas yang tak ada kacanya
Dari sana pula aku mulai mengenal
Seraut wajah berisi lamunan

Bibir merekah dan merah selalu basah
Langkahmu tenang kala engkau berjalan
Tinggi semampai gadis idaman

Kau datang membawa
Sebuah cerita

Darimu itu pasti lagu ini tercipta
Darimu itu pasti lagu ini tercipta

Dari jendela kelas yang tak ada kacanya
Tembus pandang ke kantin bertalu rindu
Datang mengetuk pintu hatiku

Kau datang membawa
Sebuah cerita

Darimu itu pasti lagu ini tercipta
Darimu itu pasti lagu ini tercipta

catatan:
pada kaset atau CD, lagu ini ditulis dengan judul "Jendela Kelas I". Sebenarnya itu salah cetak, angka I disitu dimaksud take ke-I, bukan kelas I. Dan pembetulan ini sudah pernah direvisi oleh Iwan Fals sendiri pada waktu dia akan membawakan lagu ini pada live show di sebuah TV swasta beberapa waktu yang lalu.

Puing II

Perang perang lagi
Semakin menjadi
Berita ini hari
Berita jerit pengungsi

Lidah anjing kerempeng
Berdecak keras beringas
Melihat tulang belulang
Serdadu boneka yang malang

Tuan tolonglah tuan
Perang dihentikan
Lihatlah ditanah yang basah
Air mata bercampur darah

Bosankah telinga tuan
Mendengar teriak dendam
Jemukah hidung tuan
Mencium amis jantung korban

Jejak kaki para pengungsi
Bercengkrama dengan derita
Jejak kaki para pengungsi
Bercerita pada penguasa
( Bercerita pada penguasa )

Tentang ternaknya yang mati
Tentang temannya yang mati
Tentang adiknya yang mati
Tentang abangnya yang mati
Tentang ayahnya yang mati
Tentang anaknya yang mati
Tentang neneknya yang mati
Tentang pacarnya yang mati
( Tentang ibunya yang mati )
Tentang istrinya yang mati

Tentang harapannya yang mati

Perang perang lagi
Mungkinkah berhenti
Bila setiap negara
Berlomba dekap senjata

Dengan nafsu yang makin menggila
Nuklir pun tercipta
( nuklir bagai dewa )
Tampaknya sang jenderal bangga
Dimimbar dia berkata

Untuk perdamaian (bohong)
Demi perdamaian (bohong)
Guna perdamaian (bohong)
Dalih perdamaian (bohong)

Mana mungkin
Bisa terwujudkan
Semua hanya alasan
Semua hanya bohong besar

Nyanyianmu

Kau petik gitar nyanyikan lagu
Perlahan usap hatiku
Terucap janji ku untukmu
Tenggelam ku di tembangmu

Tulikanlah kedua telingaku
Butakanlah kedua bola mataku
Agar tak kulihat dan kudengar
Kedengkian yang mungkin benam

Memang aku jatuh
Dalam cengkeramanmu
Sunggu aku minta

Teruskanlah kau bernyanyi
Kan ku dengar itu pasti
Teruskanlah kau bernyanyi
Dan jangan lagumu terhenti



Kereta Tiba Pukul Berapa


Hilang sabar dihati
Dan tak terbendung lagi waktu itu
Lama memang kutunggu
Kedatanganmu sobat karibku

Datang telegram darimu
(Tiba kabar darimu)
Dua hari yang lalu (tunggu aku)
Di stasiun kereta itu pukul satu

Kupacu sepeda motorku
Jarum jam tak mau menunggu maklum rindu
Traffic light aku lewati
Lampu merah tak peduli jalan terus (asik)

Didepan (dimuka) ada polantas
Wajahnya begitu buas
Tangkap aku

Tawar menawar harga pas tancap gas

Sampai stasiun kereta pukul setengah dua
Duduk aku menunggu tanya loket dan penjaga
Kereta tiba pukul berapa?

Biasanya kereta terlambat
Dua jam mungkin biasa (rusak lo)

Biasanya kereta terlambat
Dua jam cerita lama



Salah Siapa

Kala surya kan tiba
Tuk menyinari semua
Isi alam semesta

Embun pagi gelisah
Enggan untuk berpisah
Ingin lenyapkan hati yang resah

Jauh jauh kau datang
Hanya untuk memandang
Betapa indah alam

Sekejap kau terdiam
Saat senja kan jelang
Tangis perpisahan tak tertahan

Oh
Adakah semua ini Engkau ciptakan
Berapa dosa yang telah ia lakukan
Tiada damai di hati ia rasakan

Siapa kan menjawabnya?
Jika ia ingin bertanya

Salahku dimana?
Tunjukkan dimana?
Yang ini salah siapa?


Celoteh Camar Tolol Dan Cemar

Api menjalar dari sebuah kapal
Jerit ketakutan
Keras melebihi gemuruh gelombang
Yang datang

Sejuta lumba lumba mengawasi cemas
Risau camar membawa kabar
Tampomas terbakar
Risau camar memberi salam
Tampomas Dua tenggelam

Asap kematian
Dan bau daging terbakar
Terus menggelepar dalam ingatan

Hatiku rasa
Bukan takdir tuhan
Karena aku yakin itu tak mungkin

Korbankan ratusan jiwa
Mereka yang belum tentu berdosa
Korbankan ratusan jiwa
Demi peringatan manusia

Korbankan ratusan jiwa
Mereka yang belum tentu berdosa
Korbankan ratusan jiwa
Demi peringatan manusia

Bukan bukan itu
Aku rasa kita pun tahu
Petaka terjadi
Karena salah kita sendiri

Datangnya pertolongan
Yang sangat diharapkan
Bagai rindukan bulan
Lamban engkau pahlawan
Celoteh sang camar

Bermacam alasan
Tak mau kami dengar
Di pelupuk mata hanya terlihat
Jilat api dan jerit penumpang kapal

Tampomas sebuah kapal bekas
Tampomas terbakar di laut lepas
Tampomas tuh penumpang terjun bebas
Tampomas beli lewat jalur culas
Tampomas hati siapa yang tak panas
Tampomas kasus ini wajib tuntas
Tampomas koran koran seperti amblas
Tampomas pahlawanmu kurang tangkas
Tampomas cukup tamat bilang naas

Asmara Tak Secengeng Yang Aku Kira

Bekas tapak tapak sepatu
Yang kupakai selalu ikuti
Kemana ku berjalan

Debu dan keringat
Yang ada diatas kulit tubuh ini
Saksi bisu bahwasannya
Tak mudah dan tak segampang
Yang selama ini aku sangka tentang asmara

Cermin di segala tempat
Sahabat terdekat
Tak pernah terlambat

Menampung setiap ungkapan
Mendekap semua keluhan
Meraih suka
Menangkap tawa
Merebut duka

Satu cerita dua manusia
Terlibat dalam amuk asmara
Satu cerita yang memang ada
Tak mungkin mati jelas abadi
Selama manusia hidup dalam alam ini

Maafkan kalau ku salah duga
Ternyata asmara itu
Tak mudah tak gampang dan tak secengeng
Yang kukira yang kusangka

Sumbang

Kuatnya belenggu besi
Mengikat kedua kaki
Tajamnya ujung belati
Menghujam di ulu hati
Sanggupkah tak akan lari
Walau akhirnya pasti mati

Di kepala tanpa baja
Di tangan tanpa senjata
Ah itu soal biasa
Yang singgah didepan mata kita

Lusuhnya kain bendera dihalaman rumah kita
Bukan satu alasan untuk kita tinggalkan
Banyaknya persoalan yang datang tak kenal kasihan
Menyerang dalam gelap

Memburu kala haru dengan cara main kayu
Tinggalkan bekas biru lalu pergi tanpa ragu
Memburu kala haru dengan cara main kayu
Tinggalkan bekas biru lalu pergi tanpa ragu

Setan setan politik
Kan datang mencekik
Walau dimasa paceklik
Tetap mencekik

Apakah selamanya politik itu kejam ?
Apakah selamanya dia datang tuk menghantam ?
Ataukah memang itu yang sudah digariskan
Menjilat, menghasut, menindas, memperkosa hak hak sewajarnya

Maling teriak maling
Sembunyi balik dinding
Pengecut lari terkencing kencing

Tikam dari belakang
Lawan lengah diterjang
Lalu sibuk (kasak kusuk) mencari kambing hitam

Selusin kepala tak berdosa
Berteriak hingga serak didalam negeri yang congkak
Lalu senang dalang tertawa
Ya ha ha

Berikan Pijar Matahari

Terhimpit gelak tertawa
Diselah meriah pesta
Seribu gembel ikut menari
Seribu gembel terus bernyanyi

Keras melebihi lagu tuk berdansa
Keras melebihi gelegar halilintar
Yang ganas menyambar

Kuyakin pasti terlihat
Dansa mereka begitu dekat
Kuyakin pasti terdengar
Nyanyi mereka yang hingar bingar

Seolah kita tidak mau mengerti
Seolah kita tidak mau perduli
Pura buta dan pura tuli

Mari kita hentikan
Dansa mereka
Dengan memberi pijar matahari
Dengan memberi pijar matahari

Terkurung gedung gedung tinggi
Wajah murung yang hampir mati
Biarkan mereka iri
Wajar bila mencaci maki

Napas terasa sesak bagai terkena asma
Nampak merangkak degup jantung keras berdetak
Setiap detik sepertinya hitam

Tak sanggup aku melihat
Lukamu kawan dicumbu lalat
Tak kuat aku mendengar
Jeritmu kawan melebihi dentum meriam


Neraka Yang Asyik

Oh oh oh kenikmatanmu
Oh oh oh memanggil hasratku
Bangkitkan khayal biru
Memacu rindu dan nafsu

Oh oh oh kau wanita cantik
Oh oh oh neraka yang asyik
Diantara gerakmu
Janjikan surga dan madu

Setiap jengkal tubuhnya
Adalah kemesraan
Namun mampu runtuhkan dunia
Hanya dengan senyumnya

Oh oh oh setan yang menarik
Oh oh oh rumit juga unik
Semua punya cerita
Yang sama tapi berbeda

Oh oh oh keindahannya
Oh oh oh kelembutannya
Hadirkan cinta dendam
Damai dan sengketa

Setiap jengkal tubuhnya
Adalah kemesraan
Namun mampu runtuhkan dunia
Hanya dengan senyumnya

Jalan Yang Panjang Berliku

Jalan panjang yang berliku
Jalan lusuh dan berbatu
Namun kuharus mampu menempuh
Bersama beban dibatinku

Kudatang berlumur debu
Kupergi bersama bayu
Diantara gelisah dan ragu
Kucoba untuk tetap kukuh
Tiadakah tempat kuberteduh
Dikala luka membiru

Segenggam harapan dalam jiwa
Hilang punah tiada kesan

Dikegelapan

Kumenanti Seorang Kekasih

Bila mentari bersinar lagi
Hatiku pun ceria kembali (asyik)
Kutatap mega tiada yang hitam
Betapa indah hari ini

Kumenanti seorang kekasih
Yang tercantik yang datang dihari ini
Adakah dia akan selalu setia
Bersanding hidup penuh pesona harapanku

Jangan kau tak menepati janji
Datanglah dengan kasihmu
Andai kau tak datang kali ini
Punah harapanku


Sunatan Massal

Bukan lantaran kerjaan brutal
Ujungnya daging harus dipenggal
Di bumi insan makin berjejal
Hingga terjadi sunatan massal

Tersenyum ramah si bapak mantri
Kerja borongan dapat rejeki
Berbondong bondong bocah sekompi
Mesti dipotong ya disunatin

Si bapak mantri bukannya bengis
Meskipun tampak sedikit sadis
Kerinyut hidung bocah meringis
Sedikit tangis anunya diiris

Buyung menginjak masa remaja
Seiring doa ayah dan bunda
Sebagai bekal masa depannya
Agar menjadi anak yang berguna

Hei sunatan massal
Aha aha
Sunatan massal
Aha aha
Ditonton orang berjubal jubal
Banyak tercecer sepatu dan sandal

Hei hari bahagia
Aha aha
Bersuka ria
Aha aha
Ada yang berjoget tari India
Stambul cha-cha dan tari rabana

Hei sunatan massal
Aha aha
Ditonton orang
Sunatan massal berjubal jubal
Banyak tercecer sepatu dan sandal


Barang Antik

Berjalan tersendat
Diantara sedan sedan licin mengkilat
Dengan warna pucat
Dan badan penuh cacat sedikit berkarat

Hei oplet tua dengan bapak sopir tua
Cari penumpang dipinggiran ibukota
Sainganmu mikrolet, bajai dan bis kota
Kini kau tersingkirkan oleh mereka

Bagai kutu jalanan
Di tengah tengah kota metropolitan
Cari muatan
Untuk nguber setoran sisanya buat makan

Hei oplet tua dengan bapak sopir tua
Cari penumpang dipinggiran ibukota
Sainganmu mikrolet, bajai dan bis kota
Kini kau tersingkirkan oleh mereka

Berjalan zig zag ngebut
Nggak peduli walau mobil sudah butut
Suara bising ribut
Yang keluar dari knalpotmu bagai kentut

Hei oplet tua dengan bapak sopir tua
Cari penumpang dipinggiran ibukota
Sainganmu mikrolet, bajai dan bis kota
Kini kau tersingkirkan oleh mereka

Oh bapak tua
Pemilik oplet tua
Tunggu nanti di tahun dua ribu satu
Mungkin mobilmu
Jadi barang antik
Yang harganya selangit

Oh bapak tua
Pemilik oplet tua
Tunggu nanti di tahun dua ribu satu
Mungkin opletmu
Jadi barang nyentrik
Yang harganya selangit

Tante Lisa

Dirumah megah ada seorang nyonya
Ramping bodinya
Lagaknya centil dan tak mau kalah
Dengan gadis remaja

Melirik matanya
Bila melihat pemuda
Yang gagak perkasa
Apalagi dia orang kaya

Hei tante Lisa
Wajahmu kini semakin mempesona
Hei tante Lisa
Setahun sudah kau jadi janda

Perceraian terjadi
Gara gara sang suami
Tak tahan melihat
Tante Lisa bercumbu dengan tetangga

Hei tante Lisa
Wajahmu kini semakin mempesona
Hei tante Lisa
Setahun sudah kau jadi janda

Hei tante Lisa
Banyak tuan tuan berkencan bersamamu
Hei tante Lisa
Lihat usiamu yang semakin tua


Jangan Bicara

Jangan bicara soal idealisme
Mari bicara berapa banyak uang dikantong kita
Atau berapa dahsyatnya
Ancaman yang membuat kita terpaksa onani

Jangan bicara soal nasionalisme
Mari bicara tentang kita yang lupa warna bendera sendiri
Atau tentang kita yang buta
Bisul tumbuh subur diujung hidung yang memang tak mancung

Jangan perdebatkan soal keadilan
Sebab keadilan bukan untuk diperdebatkan
Jangan cerita soal kemakmuran
Sebab kemakmuran hanya untuk anjing si tuan Polan

Lihat disana
Si Urip meratap
Di teras marmer direktur murtad

Lihat disana
Si Icih sedih
Diranjang empuk waktu majikannya menindih

Lihat disana
Parade penganggur
Yang tampak murung ditepi kubur

Lihat disana
Antrian pencuri
Yang timbul sebab nasinya dicuri

Jangan bicara soal runtuhnya moral
Mari bicara tentang harga diri yang tak ada arti
Atau tentang tanggung jawab
Yang kini dianggap sepi


Serdadu

Isi kepala di balik topi baja
Semua serdadu pasti tak jauh berbeda
Tak peduli perwira bintara atau tamtama
Tetap tentara

Kata berita gagah perkasa
Apalagi sedang kokang senjata
Persetan siapa saja musuhnya
Perintah datang karang pun dihantam

Serdadu seperti peluru
Tekan picu melesat tak ragu
Serdadu seperti belati
Tak dirawat tumpul dan berkarat

Umpan bergizi titah bapak menteri
Apakah sudah terbukti ?
Bila saja masih ada buruknya kabar burung
Tentang jatah prajurit yang di kentit

Serdadu seperti peluru
Tekan picu melesat tak ragu
Serdadu seperti belati
Tak dirawat tumpul dan berkarat

Lantang suaramu otot kawat tulang besi
Susu telur kacang hijau ekstra gizi
Runtuh dan tegaknya keadilan negeri ini
Serdadu harus tahu pasti

Serdadu baktimu kami tunggu
Tolong kantongkan tampang serammu
Serdadu rabalah dada kami
Gunakan hati jangan pakai belati

Serdadu jangan mau di suap
Tanah ini jelas meratap
Serdadu hoi jangan lemah syahwat
Nyonya pertiwi tak sudi melihat


Maaf Cintaku

Ingin kuludahi mukamu yang cantik
Agar kau mengerti bahwa kau memang cantik
Ingin kucongkel keluar indah matamu
Agar engkau tahu memang indah matamu

Harus kuakui bahwa aku pengecut
Untuk menciummu juga merabamu
Namun aku tak takut untuk ucapkan
Segudang kata cinta padamu

Mengertilah
Perempuanku

Jalan masih teramat jauh
Mustahil berlabuh
Bila dayung tak terkayuh

Maaf cintaku
Aku menggurui kamu

Mengertilah
Perempuanku

Jalan masih teramat jauh
Mustahil berlabuh
Bila dayung tak terkayuh

Maaf cintaku
Aku nasehati kamu

Maaf cintaku
Aku menggurui kamu

Maaf cintaku
Aku nasehati kamu

Maaf cintaku
Aku menggurui kamu

Tolong Dengar Tuhan

Oh Tuhan
Apakah kau dengar?
Jerit umatmu
Diselah tebalnya debu

Oh Tuhan
Adakah kau murung?
Melihat beribu wajah berkabung
Disisa gelegar Galunggung

Oh Tuhan
Tamatkan saja
Cerita pembantaian orang desa
Yang jelas hidup tak manja

Oh Tuhan
Katanya engkau maha bijaksana
Tolong Galunggung pindahkan ke kota
Dimana tempat segala macam dosa

Berat beban kau datangkan
Pada mereka disana
Cela apa nista apa
Hingga engkau begitu murka
Sungguh ku tak mengerti

Hingar tangis karena adabmu
Setiap detik duka berpadu
Semakin keras jerit tak puas
Dari mereka yang resah bertanya
Adilkah keputusanmu?

Acap kali rintih memaki
Setiap duka tuding Ilahi
Jangan salahkan kecewa kami
Bosan dalam irama takdirmu
Walau ku tak terganggu

Bukankah kau maha tahu
Pengasih penyayang
Namun mengapa selalu saja
Itu hanya cerita

Oh Tuhan
Tolong hentikan
Oh Tuhan
Dengar rintihan

Amuk lahar yang datang hanguskan bumi
Tinggalkan arang penghuni desa pergi
Gemuruh batu hancurkan saudaraku
Ulurkan tangan bantulah sesamamu

Tuhan
Salah apakah mereka?

Asmara dan Pancaroba

Awan hitam semakin legam
Hujan panas silih berganti
Gelombang panas menyengat bumi
Insan merintih tak berhenti

Rintih tangis di malam hari
Jerit pilu menyayat kalbu
Wajah sendu menanti pagi
Hujan badai berhenti

Kicau burung ramai bernyanyi
Tanda musim berganti
Kasihku kan datang berlari
Menjemput hatiku yang sepi

Kini ku bersama kembali
Seperti dahulu berseri
Asmaraku yang telah pergi
Kini bersemi lagi


Azan Subuh Masih Di Telinga

Ketika fajar menjelang
Terlihat dia melangkah enggan
Seirama dengan dendang subuh
Yang singgah di hati keruh

Sempit jalan berdesak bangunan
Memandang sinis mendakwa bengis
Perempuan satu dan hitamnya waktu

Dihapusnya gincu dengan ujung baju
Dibuangnya dengus birahi sejuta tamu

Hari pagi menyambut kau kembali
Mengusap nadi mengelus hati
Sesal di hatimu kian mengganggu

Kau reguk habis semua doa doa
Dari surau depan rumah yang kau sewa
Tak terasa surya duduk di kepala
Azan subuh masih di telinga

Terdengar renyah tawa gadis sekolah
Menyibak tabir cerita lama
Didepan retaknya cermin yang telah usang
Menari dia seperti dahulu

Terdengar pelan ketuk pintu
Tegur anakmu buyarkan lamunan
Perempuan satu kian terbelenggu

Dihapusnya gincu dengan ujung baju
Dibuangnya dengus birahi sejuta tamu


Berkacalah Jakarta

Langkahmu cepat seperti terburu
Berlomba dengan waktu
Apa yang kau cari belumkah kau dapati
Diangkuh gedung gedung tinggi

Riuh pesta pora sahabat sejati
Yang hampir selalu saja ada

Isyaratkan enyahlah pribadi

Lari kota Jakarta lupa kaki yang luka
Mengejek langkah kura kura
Ingin sesuatu tak ingat bebanmu
Atau itu ulahmu kota

Ramaikan mimpi indah penghuni

Jangan kau paksakan untuk berlari
Angkuhmu tak peduli
Luka di kaki

Jangan kau paksakan untuk tetap terus berlari
Bila luka di kaki belum terobati
Berkacalah Jakarta

Lari kota Jakarta lupa kaki yang luka
Mengejek langkah kura kura
Ingin sesuatu tak ingat bebanmu
Atau itu ulahmu kota

Ramaikan mimpi indah penghuni

Jangan kau paksakan untuk berlari
Angkuhmu tak peduli
Luka di kaki

Jangan kau paksakan untuk tetap terus berlari
Bila luka di kaki belum terobati
Berkacalah Jakarta


Rindu Tebal

Sewindu sudah lamanya waktu
Tinggalkan tanah kelahiranku
Rinduku tebal kasih yang kekal
Detik ke detik bertambah tebal

Pagi yang kutelusuri
Riuh tak bernyanyi
Malam yang aku jalani
Sepi tak berarti

Saat kereta mulai berjalan
Rinduku tebal tak tertahankan

Terlintas jelas dalam benakku
Makian bapak usir ku pergi
Hanya menangis yang emak bisa
Dengan terpaksa kutinggalkan desa

Seekor kambing kucuri
Milik tetangga tuk makan sekeluarga
Bapak tak mau mengerti
Hilang satu anak tuk harga diri

Aku pergi meninggalkan coreng hitam dimuka bapak
Yang membuat malu keluargaku
Kuingin kembali mungkinkah mereka mau terima
Rinduku

Maafkan semua kesalahanku
Kursi kereta yang pasti tahu



Sugali

Sua sua sua suara berita
Tertulis dalam koran
Tentang seorang lelaki yang sering keluar masuk bui
Jadi buronan polisi

Dar der dor suara senapan
Sugali anggap petasan
Tiada rasa ketakutan punya ilmu kebal senapan
Semakin lupa daratan

Lihat sugali menari
Di lokasi WTS kelas teri
Asik lembur sampai pagi
Usai garong hambur uang peduli setan

Di di du Di du da di du
Di di du di du du
Di di du Di du da di du
Di du da di du di da di du di da du

Ramai gunjing tentang dirimu
Yang tak juga hinggap rasa jemu
Suram hari depanmu

Rasa was was mata beringas
Menunggu datang peluru yang panas
Di waktu hari naas

Oh bisik jangkrik ditengah malam
Tenggelam dalam suara letusan
Kata berita di mana mana
Tentang Sugali tak tenang lagi dan lari sembunyi

Tar ter tor suara senapan
Sugali anggap petasan
Tiada rasa ketakutan punya ilmu kebal senapan
Sugali makin keranjingan

Lihat sugali menari
Di lokasi WTS kelas teri
Asik joget sampai lecet
Genit gelitik cewek binal paling busyet

Nak

Jauh jalan yang harus kau tempuh
Mungkin samar bahkan mungkin gelap
Tajam kerikil setiap saat menunggu
Engkau lewat dengan kaki tak bersepatu


Duduk sini nak dekat pada bapak
Jangan kau ganggu ibumu
Turunlah lekas dari pangkuannya
Engkau lelaki kelak sendiri

Siang Seberang Istana

Seorang anak kecil bertubuh dekil
Tertidur berbantal sebelah lengan
Berselimut debu jalanan

Rindang pohon jalan menunggu rela
Kawan setia sehabis bekerja
Siang di seberang sebuah istana
Siang di seberang istana sang raja

Kotak semir mungil dan sama dekil
Benteng rapuh dari lapar memanggil
Gardu dan mata para penjaga
Saksi nyata yang sudah terbiasa

Tamu negara tampak terpesona
Mengelus dada gelengkan kepala
Saksikan perbedaan yang ada

Sombong melangkah istana yang megah
Seakan meludah diatas tubuh yang resah
Ribuan jerit didepan hidungmu (matamu)
Namun yang ku tahu tak terasa mengganggu

Gema azan ashar sentuh telinga
Buyarkan mimpi sikecil siang tadi
Dia berdiri malas melangkahkan kaki
Diraihnya mimpi digenggam tak dilepaskan lagi


Kaum Urbanis

Bersama mereka ku datang
Perempuan penjual kembang
Anak ganas dan pasanda

Menuju negeri yang penuh dengan peraturan
Sedang keadaan tak pernah menjadi mapan

Bukalah pintu dan jendela
Dengarkanlah nyanyian kami

Penari Jalanan

Berbedak dan bergincu
Menutupi mukanya yang berkerut
Selendang biru dipundaknya
Melengkapi dandanannya
Seorang penari jalanan

Menawarkan senyumnya
Pada orang yang melingkarinya
Menari dan menyanyi
Diiringi gamelan tua
Sementara anaknya tertidur dibuai lagu ibunya

Penari jalanan yang terbuang dijalanan
Menari dan menyanyi setiap malam
Keringat menghapus bedakmu
Tinggallah wajah yang tua
Diremangnya sinar lampu

Ketika anaknya terbangun
Dilihat ibunya masih menari
Lalu dia tertidur kembali
Berjanji pada diri sendiri
Kelak untuk menggantikan ibunya

Penari jalanan yang terbuang dijalanan
Menari dan menyanyi setiap malam
Keringat menghapus bedakmu
Tinggallah wajah yang tua
Diremangnya sinar lampu

Warijem Dan Tukiman

Ini kisah percintaan asli
Antara Tukiman dan Warijem
Status Warijem perawan sexy yang merangsang
Status Tukiman duda bulukan yang serampangan
Cinta mereka bersemi
Dibawah jembatan Semanggi

Disaksikan dengus mesin
Yang melintas diatas kepala
Senyum Warijem tak pernah hilang tebuang
Senyum Tukiman dibalik kumis melintang
Cinta mereka bersemi
Di dinding nurani Semanggi

Bulan bintang
Dingin malam
Desir angin
Lampu taman

Saksikan Warijem
Saksikan Tukiman
Warijem Tukiman
Disaksikan malam

Saksikan Warijem
Saksikan Tukiman
Warijem Tukiman
Disaksikan malam

Sayang cinta kasih mereka
Tak dapat dilanjutkan
Sebab sepasukan hansip keburu turun tangan
Tukiman Warijem diseret kemanan
Karena ketahuan main gelut-gelutan
Di rerumputan


Timur Tengah II / Bakar

Tuhan tolong dengarkan
Nyanyian pinggir jalan
Malam dibawah bulan
Dalam waktu yang rawan

Marah dibawah tanah
Dilangit ada merah
Menuju satu arah
Bakar bakar

Disana ada bohong
Disana ada mayat
Disana ada suara
Bom bom

Raut muka resah
Orang orang susah
Ada banyak mata
Buta

Resah luka kaki
Semakin menjadi
Ada banyak kuping (telinga)
Tuli

Malam hampir pagi
Debu jalan datang lagi
Malam hampir pagi
Bising mesin bunyi lagi

Malam hampir pagi
Kelicikan mulai lagi
Malam hampir pagi
Teriakku hilang lagi

Serenade

Aku ingin nyanyikan lagu
Buat orang orang yang tertindas
Hidup di alam bebas
Dengan jiwa yang terpapas
Dengan jiwa yang terpapas

Kenapa harus takut pada matahari ?
Kepalkan tangan dan halau setiap panasnya
Kenapa harus takut pada malam hari ?
Nyalakan api dalam hati usir segala kelamnya

Aku ingin nyanyikan lagu
Bagi kaum kaum yang terbuang
Kehilangan semangat juang
Terlena dalam mimpi panjang
Ditengah hidup yang bimbang

Kenapa harus takut pada matahari ?
Kepalkan tangan dan halau setiap panasnya
Kenapa harus takut pada malam hari ?
Nyalakan api dalam hati usir segala kelamnya

Di lorong lorong lorong jalan
Di kolong kolong kolong jembatan
Di kaki kaki kaki lima
Di bawah menara
Kau masih mendekap derita
Kau masih mendekap derita

Kenapa harus takut pada matahari ?
Kepalkan tangan dan halau setiap panasnya
Kenapa harus takut pada malam hari ?Nyalakan api dalam hati usir segala kelamnya

Aku ingin nyanyikan lagu
Tanpa kemiskinan dan kemunafikan
Tanpa air mata dan kesengsaraan
Agar dapat melihat surga
Agar dapat melihat surga

Kenapa harus takut pada matahari ?
Kepalkan tangan dan halau setiap panasnya
Kenapa harus takut pada malam hari ?
Nyalakan api dalam hati usir segala kelamnya

Senandung Istri Bromocorah

Nak berhentilah
Jangan sekolah bapakmu sudah tak kerja
Nak jangan menangis
Memang begini keadaannya

Pangkalan jatah ditoko toko dan diparkiran
Sudah bukan milik bapak lagi

Nak mari berdoa
Agar bapak selamat dari penembakan
Berita gencar
Disetiap lembaran koran
Tentang dibunuhnya para bromocorah

Maafkan bapakmu anakku
Yang tak bisa membesarkanmu
Jangan kau benci bapakmu
Entah bagaimana masa depanmu
Entah bagaimana hari depanmu

Oh anakku
Jangan kau ikuti jejak bapakmu

Nak mari berdoa
Agar bapak selamat dari penembakan
Berita gencar
Disetiap lembaran koran
Tentang dibunuhnya para bromocorah

Maafkan bapakmu anakku
Yang tak bisa membesarkanmu
Jangan kau benci bapakmu
Entah bagaimana masa depanmu
Entah bagaimana hari depanmu

Oh anakku
Jangan kau ikuti jejak bapakmu


2 Menit 10 Detik

Yang menangis di ketiakku
Engkaukah itu perempuanku?

Diamlah diamlah
Berhentilah berhentilah
Sebentar

Yang tertawa di nganga luka
Engkaukah itu betinaku?

Puaskah hatimu?
Teruslah tertawa
Hingar

Kupaksa Untuk Melangkah

Kulangkahkan kakiku yang rapuh
Tinggalkan sepi kota asalku

Saat pagi buta
Sandang gitar usang
Ku coba menantang
Keras kehidupan

Datangi rumah rumah tak jemu
Petik tali tali senar gitarku

Dari tenda ke tenda
Warung yang terbuka
Lantang nyanyikan lagu
Oh memang kerjaku

Tak pasti jalur jalan hidup
Ku tunggu putaran roda nasib
Ku coba paksakan untuk melangkah

Sementara
Kerikil kerikil tajam menghadang
langkahku


Krisis Pemuda

Bermacam macam tuduhan
Yang menimpa pemuda
Bermacam macam sindiran
Menyelimuti hidup pemuda

Tak ada yang mau mengerti
Akan segala kemampuannya
Dan tak ada yang mau peduli
Mengapa sampai jadi korban
Kelinci kelinci percobaan

Semua sibuk dengan kekayaan
Semua sibuk dengan alasan
Seakan melepas kasih sayangnya

Dimana kusumbangkan tenaga
Demi laju bangun negara
Tapi tak sempat ku berbicara
Lowongan kerja tak kudapatkan

Sistim koneksi
Sistim famili
Merajalela di setiap instansi

Sistim koneksi
Sistim famili
Merajalela di setiap instansi

Oh oh oh oh
Krisis pemuda
Melanda negeri tercinta (Indonesia)

Oh oh oh oh
Krisis pemuda
Melanda negeri tercinta (Indonesia)


Kembang Pete

Kuberikan padamu
Setangkai kembang pete
Tanda cinta abadi
Namun kere

Buang jauh jauh
Impian mulukmu
Sebab kita tak boleh
Bikin uang palsu

Kalau diantara kita jatuh sakit
Lebih baik tak usah ke dokter
Sebab ongkos dokter disini
Terkait di awan tinggi

Cinta kita cinta jalanan
Yang tegar mabuk di persimpangan
Cinta kita cinta jalanan
Yang sombong menghadap keadaan

Semoga hidup kita bahagia
Semoga hidup kita sejahtera
Semoga hidup kita bahagia
Semoga hidup kita sejahtera

Kuberikan untukmu
Sebuah batu akik
Tanda sayang batin
Yang tercekik

Rawat baik baik
Walau kita terjepit
Dari kesempatan
Yang semakin sempit

Cinta kita cinta jalanan
Yang tegar mabuk di persimpangan
Cinta kita cinta jalanan
Yang sombong menghadap keadaan

Semoga hidup kita bahagia
Semoga hidup kita sejahtera
Semoga hidup kita bahagia
Semoga hidup kita sejahtera

Semoga hidup kita bahagia
Semoga hidup kita sejahtera
Semoga hidup kita bahagia
Semoga hidup kita sejahtera

P.H.K.

Lelaki renta setengah baya
Geram di trotoar jalan
Saat panas tikam kepala
Seorang buruh disingkirkan

Bising mesin menyulut resah
Masih bisa engkau pendam
Canda anak istri dirumah
Bangkitkan kau untuk bertahan

Oh yaya Oh yaya Oh Yaa
Oh yaya Oh yaya Oh Yaa

Pesangon yang engkau kantongi
Tak cukup redakan gundah
Tajam pisau kepalan tangan
Antar kau ke pintu penjara

Oh yaya Oh yaya Oh Yaa
Oh yaya Oh yaya Oh Yaa

Sedanau nanah dari matamu
Tak mampu jatuhkan hati mereka
Serimba luka didalam jiwa
Juga tak berarti

Hitam benak kini mulai akrab
Hitam benar isi hari harimu

Kau tafakur dibalik jeruji pengap
Kau menjerit coba melawan


Nona

Sudah cukup jauh
Perjalanan ini
Lewati duka lewati tawa
Lewati segala persoalan

Kucoba berkaca
Pada jejak yang ada
Ternyata aku sudah tertinggal
Bahkan jauh tertinggal

Bodohnya diriku
Tak percaya padamu
Lalu sempat aku berfikir
Untuk tinggalkan kamu

Nona maafkan aku
Nona peluklah aku
Nona begitu perkasanya dirimu

Yakiniku

Nona marahlah padaku
Nona
Nonaku

Aku tak peduli
Apa kata mereka
Hari ini engkau disini
Esok tetap disini

Nona maafkan aku
Nona peluklah aku
Nona begitu perkasanya dirimu
Yakiniku

Nona marahlah padaku
Nona Nonaku

Nona maafkan aku
Nona nona nona nonaku
Nona nona nona nonaku

Perempuan Malam

Perempuan malam mandi di kali
Buih buih busa sampo ketengan
Di atas kepala lewat kereta
Yang berjalan lamban nakal menggoda

Disambut tawa renyah memecah langit
Dengus kereta semakin hening

Semua noda coba dibersihkan
Namun masih saja terlihat kotor
Karena kereta kirimkan debu
Yang datang tak mampu ia tepiskan

Perempuan malam kenakan handuknya
Setelah usap seluruh tubuhnya

Hangatkan tubuh di cerah pagi
Pada matahari
Keringkan hati yang penuh tangis
Walau hanya sesaat

Segelas kopi sebatang rokok
Segurat catatan yang tersimpan
Perempuan malam menunggu malam
Untuk panjangnya malam

Perempuan malam diikat tali
Di hidup di mimpi di hatinya
Aku hanya lihat dari jembatan
Tanpa mampu untuk melepaskan

Perempuan malam dipinggir jerami
Nyanyikan doa nyalakan api

Perempuan malam dipinggir jerami
Nyanyikan doa nyalakan api
14 April 2006

Pinggiran Kota Besar

Pinggiran kota besar
Nafasmu makin bingar
Kudengar dari sini
Bagai nyanyiannya oh

Cerobong asap pabrik
Berlomba ludahi langit
Barisan mobil besar
Gelisah angkut barang

Ada kabar engkau tuli

Pinggiran kota besar
Kulihat tidur mendengkur
Diranjang banyak orang
Peduli kau bermimpi

Selagi cukup nyenyak
Asiknya buang kotoran
Lukai hari kami
Cemari hati ini

Ada kabar engkau buta

Sungai kotor bau dan beracun
Penuh limbah kimia
Kita mandi mencuci disana
Lihatlah lihatlah

Ikan ikan pergi atau mati
Tak kulihat yang pasti
Kau yang tidur bangunlah segera
Lihatlah lihatlah

Telanjang anak kecil
Berenang disungai kotor
Tertawa riang bercanda
Sambil menggaruk koreng

Pinggiran kota besar
Merasa tidur terganggu
Beranjak dari ranjang
Tutup pintu jendela
Nutup pintu jendela

Sungai kotor bau dan beracun
Penuh limbah kimia
Kita mandi mencuci disana
Lihatlah lihatlah

Ikan ikan pergi atau mati
Tak kulihat yang pasti
Kau yang tidur bangunlah segera
Lihatlah lihatlah

Hitam kaliku
Hitam legam hatiku
Legam hariku
Legam hitam kaliku

Bento

Namaku Bento rumah real estate
Mobilku banyak harta berlimpah
Orang memanggilku boss eksekutif
Tokoh papan atas atas segalanya
Asyik

Wajahku ganteng banyak simpanan
Sekali lirik oke sajalah
Bisnisku menjagal jagal apa saja
Yang penting aku senang aku menang

Persetan orang susah karena aku
Yang penting asyik sekali lagi
Asyik

Khotbah soal moral omong keadilan
Sarapan pagiku
Aksi tipu tipu lobying dan upeti
Woow jagonya

Maling kelas teri bandit kelas coro
Itu kantong sampah
Siapa yang mau berguru datang padaku
Sebut tiga kali namaku Bento Bento Bento
Asyik

Condet

Kubuka jendela
Sapa angin pagi
Ringan kau melangkah
Songsong hidup ini

Hela lenguh lembu
Halau burung burung
Bocah tawa riang
Canda di kali yang jernih

Bila malam
Tembang di purnama
Yang memberi semangat
Hidup esok hari

Kubuka jendela
Maki angin pagi
Berat kau melangkah
Tuk dapatkan kesempatan

Roda teknologi
Enyahkan pedati
Bias rumah kaca
Lubangi paru bumi

Syair Ronggowarsito
Jerit dan keringat
Gemuruhnya Rolling Stones

Api revolusi
Haruskah padam
Digantikan figur yang tak pasti


Eseks eseks udug udug (Nyanyian Ujung Gang)

Menangis embun pagi yang tak lagi bersih
Jubahnya yang putih tak berseri ternoda
Daun daun mulai segan menerima
Apa daya tetes embun terus berjatuhan

Mengalir sungai sungai plastik jantung kota
Menjadi hiasan yang harusnya tak ada
Udara penuh dengan serbuk tembaga
Topeng topeng pelindung harus dikenakan

Ini desaku
Ini kotaku
Ini negeriku
Ya

Robot robot bernyawa tersenyum menyapaku
Selamat datang kawan di belantara batu
Kulanjutkan melangkah antara bising malam
Mencari tempat mencari harapan

Aku melihat
Aku bertanya
Aku terluka
Ya

Wahai kawan hei kawan bangunlah dari tidurmu
Masih ada waktu untuk kita berbuat
Luka di bumi ini milik bersama
Buanglah mimpi mimpi
Buanglah mimpi mimpi

Buanglah mimpi mimpi
Buanglah mimpi mimpi
Buanglah mimpi mimpi
Buanglah mimpi mimpi

Air Mata Api

Aku adalah lelaki tengah malam
Ayahku harimau ibuku ular
Aku dijuluki orang sisa sisa
Sebab kerap merintih kerap menjerit

Temanku gitar temanku lagu
Nyanyikan tangis marah dan cinta
Temanku niat temanku semangat
Yang kian hari kian berkarat semakin berkarat

Aku berjalan orang cibirkan mulut
Aku bicara mereka tutup hidung
Aku tersinggung peduli nilai nilai
Aku datangi dengan segunung api

Mereka lari ke ketiak ibunya
Ku tak peduli marahku menjadi
Mereka lari ke meja ayahnya
Aku tak mampu tenagaku terkuras

Lelaki tengah malam terkulai di tepi malam
Lelaki tengah malam terkulai di tepi malam
Orang sisa sisa menangis
Orang sisa sisa menangis

Air matanya
Air matanya
Air matanya
Api

Aku berjalan orang cibirkan mulut
Aku bicara mereka tutup hidung
Aku tersinggung peduli nilai nilai
Aku datangi dengan segunung api

Mereka lari ke ketiak ibunya
Ku tak peduli marahku menjadi
Mereka lari ke meja ayahnya
Aku tak mampu tenagaku habis terkuras

Lelaki tengah malam terkulai di tepi malam
Lelaki tengah malam terkulai di tepi malam
Orang sisa sisa menangis
Orang sisa sisa menangis

Air matanya
Air matanya
Air matanya
Api

Perjalanan Waktu

Pagi telah datang
Matahari datang
Jelata lewati hari
Bersetubuh dengan waktu

Wajah wajah legam
Matanya membara
Membakar bayangan palsu
Peti mati diatas langit

Oh mereka dihantam kenyataan
Oh mereka teriak!

Orang orang kalah
Tak bisa bicara
Tanyakan pada dunia
Benarkah mereka kalah
Benarkah mereka kalah

Menanti batas
Batas segala yang tidak ada batasnya
Menanti akhir
Akhir segala yang tidak ada akhirnya

Waktu berlalu
Waktu berpacu

Doa doa apa saja
Caci maki apa saja
Doa doa apa saja
Caci maki apa saja

Doa doa apa saja
Caci maki apa saja
Doa doa apa saja
Caci maki apa saja

Mata Dewa

Diatas pasir senja pantai Kuta
Saat kau rebah di bahu kiriku
Helai rambutmu halangi khusukku
Nikmati ramah mentari yang pulang

Seperti mata dewa
Seperti mata dewa
Seperti mata dewa
Seperti mata dewa

Aku berdiri tinggalkan dirimu
Waktu sinarnya jatuh di jiwaku
Gemuruh ombak sadarkan sombongku
Ajaklah aku wahai sang perkasa

Seperti mata dewa
Seperti mata dewa
Seperti mata dewa
Seperti mata dewa

Yang menangis tinggalkan diriku
Yang menangis lupakanlah aku
Yang menangis tinggalkan diriku
Yang menangis lupakanlah aku

Senja di hati

Lidah gelombang jilati batinku
Belaian karang sampai kejantungku
Jingga matahari ajak aku pergi
Kasihku tulus setulus indahmu

Seperti mata dewa
Seperti mata dewa
Seperti mata dewa
Seperti mata dewa

Yang menangis tinggalkan diriku
Yang menangis lupakanlah aku
Yang menangis tinggalkan diriku
Yang menangis lupakanlah aku

Senja di hati
Seperti mata dewa
Seperti mata dewa
Senja di hati
Seperti mata dewa
Senja di hati
Seperti mata dewa
Senja di hati

Bongkar

Kalau cinta sudah di buang
Jangan harap keadilan akan datang
Kesedihan hanya tontonan
Bagi mereka yang diperkuda jabatan
Oh oh ya oh ya oh ya bongkar
Oh oh ya oh ya oh ya bongkar

Sabar sabar sabar dan tunggu
Itu jawaban yang kami terima
Ternyata kita harus ke jalan
Robohkan setan yang berdiri mengangkang

Oh oh ya oh ya oh ya bongkar
Oh oh ya oh ya oh ya bongkar
Oh oh ya oh ya oh ya bongkar
Oh oh ya oh ya oh ya bongkar

Penindasan serta kesewenang wenangan
Banyak lagi teramat banyak untuk disebutkan
Hoi hentikan hentikan jangan diteruskan
Kami muak dengan ketidakpastian dan keserakahan

Dijalanan kami sandarkan cita cita
Sebab dirumah tak ada lagi yang bisa dipercaya
Orang tua pandanglah kami sebagai manusia
Kami bertanya tolong kau jawab dengan cinta
Oh oh

Oh oh ya oh ya oh ya bongkar
Oh oh ya oh ya oh ya bongkar
Oh oh ya oh ya oh ya bongkar
Oh oh ya oh ya oh ya bongkar
Kok bisa? Bisa kok!

Potret

Orang orang resah
Berlomba kejar nafkah
Demi anak bini
Demi sesuap nasi

Kuno kuno memang
Memang memang kuno
Namun kenyataan
Kita butuh soal itu

Uang dimana uang?
Nasi dimana nasi?
Uang dimana uang?
Nasi dimana nasi?

Seperti binatang
Bila lapar menerjang
Seperti kereta
Nafasnya terdengar

Lidahnya terjulur
Syahwatnya siap lentur
Soal harga diri
Sudah tak berarti

Uang dimana uang?
Nasi dimana nasi?
Uang dimana uang?
Nasi dimana nasi?

Pergi kau! Jangan nasehati aku oh ya!
Pergi kau! Aku mau uangmu oh ya!
Pergi kau! Jangan menggurui aku oh ya!
Pergi kau! Aku mau nasimu oh!

Anak anak kecil tengadahkan tangan
Mainkan tamborin gapai masa depan
Tanah lahirku aku cinta kau
Bumi darahku aku cium engkau



Nocturno

Aku rasa hidup tanpa jiwa
Orang yang miskin ataupun kaya
Sama ganasnya terhadap harta
Bagai binatang didalam rimba

Kini pikiranku kedodoran
Dilanda permainan yang brutal
Aku dengar denyut kesadaran
Tanganku capek mengetuk pintu

Sialan!
Sialan!

Jaman edan tanpa kewajaran
Gambar iklan jadi impian
Akal sehat malah dikeluhkan
Monyet sinting minta persenan

Sialan!
Sogokan!
Sialan!
Sogokan!

Aku panggil kamu jiwaku
Kugapai kamu dikegelapan
Jadilah kamu bintangku
Jadilah kamu samuraiku

Sialan!
Sogokan!
Godaan!
Sialan!
Sogokan!
Godaan!
Sialan!
Godaan!

Sialan!

Cinta

Orang bicara cinta
Atas nama Tuhannya
Sambil menyiksa membunuh
Berdasarkan keyakinan mereka

Orang bicara cinta
Atas nama Tuhannya
Sambil menyiksa membunuh
Berdasarkan keyakinan mereka

Air mengalir
Angin berhembus
Hening
Hening
Hening

Doa doa bergema
Mata menetes darah
Satu lagi korban jatuh
Tradisi lenyap dihisap marah

Tuhan ya Tuhan
Namamu disebutkan
Disaat hidup
Waktu sengsara
Dipintu mati

Tuhan ya Tuhan
Tuhan ya Tuhan
Tuhan ya Tuhan
Tuhan ya Tuhan
Tuhan ya Tuhan
Tuhan ya Tuhan
Cinta

Cinta ya cinta
Namamu diagungkan
Disaat hidup
Waktu sengsara
Dipintu mati

Cinta ya cinta
Cinta ya cinta
Cinta ya cinta
Cinta ya cinta
Cinta ya cinta
Cinta ya cinta
Tuhan

Sang Petualang

Laut biru begitu lapang
Dan gelombang menghalau bosan
Petualang bergerak tenang
Melihat diri untuk pergi lagi

Ya sejenak hanya sejenak
Ia membelai semua luka
Yang sekejap hanya sekejap
Ia merintih pada samudera

Sebebas camar engkau berteriak
Setabah nelayan menembus badai
Seikhlas karang menunggu ombak
Seperti lautan engkau bersikap

Petualang merasa sunyi
Sendiri di hitam hari
Petualang jatuh terkapar
Namun semangatnya masih berkobar

Petualang merasa sepi / merasa sunyi
Sendiri dikelam hari
Petualang jatuh terkulai
Namun semangatnya bagai matahari

Sebebas camar engkau berteriak
Setabah nelayan menembus badai
Seikhlas karang menunggu ombak
Seperti lautan engkau bersikap

Ya sang petualang terjaga
Ya sang petualang bergerak
Ya sang petualang terkapar
Ya sang petualang sendiri

Oh Ya!

Andaikata aku di mobil itu
Tentu tidak di bus ini
Seandainya aku rumah itu
Tentu tidak di gubuk ini

A a a andaikata
Se se se seandainya
Oh ya!

Kalau saja aku jadi direktur
Tentu tidak jadi penganggur
Umpamanya aku dapat lotere
Tentu saja aku tidak kere

Ka ka ka kalau saja
U u u umpamanya
Oh ya!

Oh ya! Ya nasib
Nasibmu jelas bukan nasibku
Oh ya! Ya takdir
Takdirmu jelas bukan takdirku

Oh ya! Ya nasib
Nasibmu jelas bukan nasibku
Oh ya! Ya takdir
Takdirmu jelas bukan takdirku

Aku bosan

A a a andaikata
Se se se seandainya
Ka ka ka kalau saja
U u u umpamanya
Oh ya!

Oh ya! Ya nasib
Nasibmu jelas bukan nasibku
Oh ya! Ya takdir
Takdirmu jelas bukan takdirku

Oh ya! Ya nasib
Nasibmu jelas bukan nasibku
Oh ya! Ya takdir
Takdirmu jelas bukan takdirku

La la la
La la la
La la la la la la la la la la la la la

La la la
La la la
La la la la la la la la la la la la la


Kantata Takwa

Malam khusuk menelan tahajjudku
Lidah halilintar menjilat batinku
Mentari dan cakrawala kenyataan hidup
Hanya padaMulah kekuasaan kekal

Ingatlah Allah yang menciptakan
Allah tempatku berpegang dan bertawakal
Allah maha tinggi dan maha esa
Allah maha lembut

Lindungilah dari ganas dan serakah
Lindungilah aku dari setan kehidupan
Berikan mentariMu sinar takwa
Ya ampunilah dosa

Gerhana matahari kuasaMu
Bumi langit manusia ciptaanMu
Hari kiamat ada di tanganMu
Aku bersujud

Bunga Trotoar

Bunga bunga kehidupan
Tumbuh subur di trotoar
Mekar liar dimana mana

Langkah langkah garang datang
Hancurkan wanginya kembang
Engkau diam tak berdaya

Bungaku
Bunga liar
Bungaku
Bunga trotoar

Menggelar aneka barang
Menggelar mimpi yang panjang
Kaki lima menggelar resah

Diemperan toko besar
Koar mulutmu berkobar
Kaki lima makin menjalar

Bungaku
Bunga liar
Bungaku
Bunga trotoar

Bungaku
Bunga liar
Bungaku
Bunga trotoar

Bungaku
Bunga liar
Bungaku
Bunga trotoar

Bungaku
Bunga liar
Bungaku
Bunga trotoar

Bagai jutaan srigala
Menyerbu kota besar
Tempat asal adalah neraka

Tolong beri tahu aku
Bagaimana caranya ?
Nasib tak pernah berpihak

Bungaku
Bunga liar
Bungaku
Bunga trotoar

Bungaku
Bunga liar
Bungaku
Bunga trotoar

Ya liar
Bunga trotoar
Liar liar liar liar

Bungaku bungaku bungaku
Bunga trotoar

Bunga liar
Bunga liar
Bunga liar

Para kurcaci diinjak mati
Para kurcaca nyanyi tralala
Para kurcaci bersedih hati
Para kurcaca ha ha ha ha ha ha

Para kurcaci diinjak mati
Para kurcaca nyanyi tralala
Para kurcaci bersedih hati
Para kurcaca ha ha ha ha ha ha


Badut

Dut badut badut badut badut badut badut
Jaman sekarang
Mong omong omong omong omong omong omong omong
Sembarang

Ditelevisi
Dikoran koran
Didalam radio
Diatas mimbar

Nggut manggut manggut manggut manggut manggut manggut
Seperti badut
Ya iya iya iya iya iya iya
Ya iya iya

Ho ho ho!
Ho ho ho ho ho ho ho
Ho ho ho!
Ho ho ho ho ho ho ho

Peragawati peragawan
Senyam senyum seperti badut
Penyanyi dan pemusik
Bintang film nampang seperti badut

Ditelevisi
Dikoran koran
Didalam radio
Diatas mimbar

Ku aku aku aku aku aku aku
Seperti kamu
Mu kamu kamu kamu kamu kamu kamu
Seperti badut

Ho ho ho!
Ho ho ho ho ho ho ho
Ho ho ho!
Ho ho ho ho ho ho ho
Ho ho ho!
Dut badut badut badut badut badut badut
Jaman sekarang
Mong omong omong omong omong omong omong omong
Sembarang

Ditelevisi
Dikoran koran
Didalam radio
Diatas mimbar

Para pengaku intelek
Tingkah polahnya lebihi badut
Kaum pencuri tikus
Politikus palsu saingi badut

Ho ho ho!
Ho ho ho ho ho ho ho
Ho ho ho!

Intro

Dalam gelap berjalan
Membelah belantara akal
Sendiri…Sendiri…
Selalu sendiri

Pada terang kumerenung
Mencari kesejatian
Mencari…Mencari….
Selalu mencari

Pada ruang
Pada waktu
Aku ingin datang

Pada ruang
Pada waktu
Aku ingin datang

Gitar kayu kumainkan
Suaranya lahirkan tanya
Bertanya…Bertanya….
Selalu bertanya

Orang Orang Kalah

Malam yang gelap mencekik bumi
Anjing menggonggong bayi merintih
Orang dipaksa saling memojokkan
Buta langkah buta mata hatinya

Hati yang menganga
Kosong tak berdarah
Tidak bercahaya

Manusia sembunyi dibalik wajahnya
Kata kata suci berubah makna
Hukum rimba telah menjadi dewa
Siapa kalah terkubur hidupnya

Mayat mayat hidup
Sumbang suaranya
Dimana tempatnya?

Mereka yang telah kalah
Terkapar tak berdaya
Mencoba mengucap doa
Berserakan dijalan menjadi srigala

Orang kalah
Jangan dihina
Dengan cinta
Kita bangunkan

Dikamar aku berkaca
Tampak wajah yang asing
Mentertawakanku

Aku terdiam
Aku merasa
Pernah juga kalah

Siang yang kering terasa menyiksa
Hati yang kering terlunta lunta
Hentikan caci maki tak berguna
Dimata tuhan kita tak berbeda

Dengarlah suara
Mengajak kita
Berbagi duka

Mereka yang pernah kalah
Belum tentu menyerah
Memang jangan menyerah
Masih banyak lagi yang bisa dikerjakan

Orang kalah
Jangan dihina
Dengan cinta
Kita bangunkan

Dikamar aku berkaca
Tampak wajah yang asing
Mentertawakanku

Aku terdiam
Aku merasa
Aku terdiam
Aku terdiam
Aku terdiam
Aku terdiam
Aku merasa
Pernah juga kalah

Rajawali

Satu sangkar dari besi
Rantai kasar pada hati
Tidak merubah rajawali
Menjadi burung nuri

Rajawali
Rajawali

Satu luka perasaan
Maki puji dan hinaan
Tidak merubah sang jagoan
Menjadi makhluk picisan

Rajawali
Rajawali
Rajawali
Rajawali

Burung sakti diangkasa
Lambang jiwa yang merdeka
Pembela kaum yang papa
Penggugah jiwa lara

Rajawali
Rajawali
Rajawali
Rajawali

Jiwa anggun teman sepi
Jiwa gagah pasti diri
Sejati

Bertahan pada godaan
Prahara atau topan
Keberanian

Setia kepada budi
Setia pada janji
Kegagahan

Menembus kabut malam
Menguak cadar fajar
Mendatangi matahari
Memberi inspirasi

Mendaki… Mendaki
Meninggi…. Meninggi
Bersemi…..Bersemi
Mendaki…..Mendaki

Untuk Bram

Panji panji putih putih
Berkibar setengah tiang
Burung burung merpati
Menebarkan melati
Lampu suci dinyalakan
Dalang tua berdoa

Wayang kayon diletakkan
Lakon mulai dilakukan
Rahasia dibeberkan
Peristiwa dijelaskan
Bayangan dihidupi
Cermin hati dibagi

Alam semesta
Menerima perlakuan sia sia
Diracun jalan napasnya
Diperkosa kesuburannya

Rayat menilai
Menerima penderitaan curang
Digusur jalan hidupnya
Digoda kemakmurannya

Lakon selesai
Penonton pulang kerumahnya
Membawa hati yang bertanya tanya tanya
Siapa tadi yang menjadi korban
Dijawabnya tanya tanya

Pertanyaan abadi ditanyakan lagi
Tanyakan tanyakan tanyakan tanyakan
Pertanyaan abadi ditanyakan lagi
Ditanyakan ditanyakan ditanyakan

Air Mata

Disini kita bicara
Dengan hati telanjang
Lepaslah belenggu
Sesungguhnya lepaslah

Sesuatu yang hilang
Sudah kita temukan
Walau mimpi ternyata
Kata hati nyatanya

Bagaimanapun aku harus kembali
Walau berat aku rasa kau mengerti
Simpanlah rindumu jadikan telaga
Agar tak usai mimpi panjang ini
Air mata nyatanya

Sampai berapa lama
Kita akan bertahan
Bukan soal untuk dibicarakan
Mengalirlah
Mengalirlah
Mengalirlah
[+/-]
Balada Pengangguran

Balada Pengangguran
Iwan Fals, Jockie, Jabo & WS Rendra (Album Kantata Takwa 1990)

O, apa jadinya?
E, ini apa?
O, apa jadinya?
E, aku lesu?

Dibolak balik dinalar nalar
Tanpa logika oh ya!
Diraba raba diterka terka
Tidak terduga oh ya!

Misteri ijazah tidak ada gunanya
Ketekunan tidak ada artinya

Pembangunan oh!
Pengangguran ya!
Ya ha ha ha
Oh ya!

Penerangan oh!
Kegelapan ya!
Putus asa oh ya
Oh ya o!

Akan merampok takut penjara
Menyanyi tidak bisa
Bunuh diri ku takut neraka
Menangis tidak bisa

Kaki lima oh!
Kaki lima ya!
Kaki lima oh!
Oh ya!

Makan debu huh!
Makan debu iya!
Ya janji palsu
Oh ya!

Dibolak balik dinalar nalar
Tanpa logika oh ya!
Diraba raba diterka terka
Tidak terduga oh ya!

Menghutang lalu lagi menghutang
Tahu tahu menipu

Pembangunan oh!
Pengangguran ya!
Pengangguran oh!
Oh ya!

Penyuluhan oh!
Kegelapan ya!
Putus asa oh!
Oh ya!

Menghutang lalu lagi menghutang
Tahu tahu menipu

Pembangunan oh!
Pengangguran ya!
Pengangguran oh!
Oh ya!

Menghutang lalu lagi menghutang
Tahu tahu menipu

Penyuluhan oh!
Kegelapan ya!
Putus asa oh!
Oh ya!

Menghutang lalu lagi menghutang
Tahu tahu menipu

Pembangunan oh!
Pengangguran ya!
Pengangguran oh!
Oh ya!

Menghutang lalu lagi menghutang
Tahu tahu menipu


Robot Bernyawa

Lihatlah itu ya disana
Orang berkumpul bising suaranya
Wajahnya merah dibakar marah
Sang dewa nasib sedang berduka

Didepan pabrik minta keadilan
Hanyalah janji membumbung tinggi
Tuntutan mereka membentur baja
Terus bekerja atau di PHK

Inilah lagu orang tak berdaya
Mencoba mempertanyakan haknya
Dituduh pengacau kerja
Dianggap pahlawan kesiangan
Bisa berbahaya

Jangan bertanya jangan bertingkah
Robot bernyawa teruslah bekerja
Sapi perahan dijaman moderen
Mulut dikunci tak boleh bicara

Didepan pabrik minta keadilan
Hanyalah janji membumbung tinggi
Tuntutan mereka membentur baja
Terus bekerja atau di PHK

Inilah lagu orang tak berdaya
Mencoba mempertanyakan haknya
Dituduh pengacau kerja
Dianggap pahlawan kesiangan
Bisa berbahaya

Inilah nasib orang orang bawah
Tidur berjajar menciptakan mimpi indah
Bekerja terus bekerja
Mencoba membalik nasib
Ternyata susah

Gelisah

Anak muda diujung jalan
Petik gitar jilati malam
Mata merah hatinya berdarah
Sebab apa tiada yang mau tahu

Pada kelelawar ia mengadu
Pada lampu lampu jalan sandarkan angan
Pada nada nada lontarkan marah
Pada alam raya ia berterus terang
Aku gelisah

Orang tua diremang remang
Cari teman hamburkan uang
Senyum ramah tak ada dirumah
Sebab apa tiada yang mau tahu

Pada kelelawar ia mengadu
Pada lampu lampu jalan sandarkan angan
Pada nada nada lontarkan marah
Pada alam raya ia berterus terang
Aku gelisah
Aku gelisah

Gelisah jiwa bagai prahara
Orang muda orang tua
Penuh amarah membabi buta

Gelisah hidup penjara dunia
Penjara dunia
Padang gelisah panas membara
Hutan gelisah memagar hidup
Gelisah langit muntahkan badai

Kebimbangan lahirkan gelisah
Jiwa gelisah bagai halilintar
Aku gelisah
Aku gelisah

Orang orang saling bertengkar
Untuk apa bukan soal lagi
Keserakahan sudah menjadi nabi
Kekuasaan adalah jalan keluar

Pada kelelawar ia mengadu
Pada lampu lampu jalan sandarkan angan
Pada nada nada lontarkan marah
Pada alam raya ia berterus terang
Aku gelisah
Aku gelisah

Orang muda penuh luka
Terkoyak nasib tertikam gelisah
Membalik hidup menerkam nasib

Gelisah badan gelisah tidur
Lingkaran gelisah lingkaran setan
Menggelinding menggelinding
Datang dan pergi
Memagar hidup

Adakah orang tidak gelisah
Gelisah gelisah dunia gelisah
Aku gelisah
Aku gelisah

Aku gelisah

Paman Doblang

Paman Doblang paman Doblang
Mereka masukkan kamu kedalam sel yang gelap
Tanpa lampu tanpa lubang cahaya
Oh pengap

Ada hawa tak ada angkasa ( terkucil )
Temanmu beratus ratus nyamuk semata ( terkunci )
Tak tahu kapan pintu akan terbuka
Kamu tak tahu dimana berada

Paman Doblang paman Doblang
Apa katamu?

( ...Ketika haus aku minum air dari kaleng karatan
Sambil bersila aku mengarungi waktu
Lepas dari jam, hari dan bulan Aku dipeluk oleh wibawa... )

Tidak berbentuk, tidak berupa, tidak bernama
Aku istirahat disini
Tenaga gaib memupuk jiwaku

Paman Doblang paman Doblang
Di setiap jalan menghadang mastodon dan srigala
Kamu terkurung dalam lingkaran
Para pangeran meludahi kamu dari kereta kencana

Kaki kamu dirantai kebatang karang
Kamu dikutuk dan disalahkan tanpa pengadilan
Paman Doblang paman Doblang
Bubur di piring timah didorong dengan kaki kedepanmu

Paman Doblang paman Doblang
Apa katamu?

Kesadaran adalah matahari
Adalah matahari adalah matahari

Kesabaran adalah bumi
Adalah bumi adalah bumi

Keberanian menjadi cakrawala
Menjadi cakrawala menjadi cakrawala

Dan perjuangan
Adalah pelaksanaan kata kata
Adalah pelaksanaan kata kata

Kesadaran adalah matahari
Adalah matahari adalah matahari

Paman Doblang paman Doblang
Apa katamu?
Sangkala

Apa yang kan terjadi?
Ketika sosok sangkala
Diberi ruang tuk berkuasa

Kebanggaan nan semu
Kemegahan dalam penantian
Rusaknya tata kehidupan bumi

Bayi bayi menjerit
Menerawang maki kerakusan
Akal tanpa nurani

Apa yang kan terjadi?
Apa yang terjadi nanti?

Waktu kian meranggas
Arus berbalik menghantam
Awan hitam kematian

Mata saling memandang
Semua bertanya tanya
Berkata kata tanpa suara

Apa yang kan terjadi?
Apa yang terjadi kini?

Sangkala menyeringai
Menelan bumi ini

CENDRAWASIH
Sayap sayap cinta bagaikan cendrawasih
Kabarkan berita duka alam raya
Hati bumi luka anak durhaka
Terjungkal merintih menghiba

Rindu tergoda oleh tembok
Dendam menampakkan wajah gelap
Tetes air mata para malaikat
Berjatuhan kelahan berdebu

Tak hirau akan kesuburan
Kering menindas nurani

Ha ha…Ha ha….Ha ha….Ha ha

Sayap sayap cinta bagaikan cendrawasih
Kabarkan cerita menyayat
Bulan berdengung didalam bayangan
Menghadirkan rupa yang tajam

Dibibir tebing kelam tinggi
Lirih terdengar angin berdoa
Gairah harum lembut kebebasannya
Laksana aroma bunga hutan

Tercium dari puncak gunung
Gemetar sadar terancam

Sayap sayap cinta bagaikan cendrawasih
Di buru luka karena keindahannya
Kesadaran bersinar dengan merdeka
Nyanyi jiwa melebihi tanya

Ada apa gerangan wahai cendrawasih ?
Lingkar matamu hitam letih batinmu
Beratkah deritamu wahai cendrawasih ?
Murung paruhmu kicaukan keluh

Ada apa gerangan ?

Sayap sayap cinta membela bianglala
Sayap sayap cinta membela cakrawala
Sayap sayap cinta membela nuraninya

Pulang Kerja

Kucing hutan ibu dan anak berang berang
Tikus salju dan harimau kumbang berwarna coklat
Mereka berkelahi untuk kehidupan
Yang aku rasakan adalah keseimbangan

Kucing hutan lari karena kalah berkelahi
Ibu berang berang pulang kerumah
Kucing hutan bertemu tikus salju
Ibu berang berang bercanda dengan anak anaknya

Karena lapar kucing hutan menerkam tikus salju
Tikus salju malah mendapatkan teman
Kucing hutan yang gagal gagal lagi
Tikus salju biasa saja sudah nasibnya selamat

Dari balik bukit dikaki cemara
Aku melihat mulut harimau berlumuran darah
Kucing hutan yang gagal ia terkapar
Akhirnya mati

Sudah takdir harimau mendatangi berang berang
Tetapi berang berang sudah pulang
Sementara tikus salju entah pergi kemana
Harimau itu kesepian

Aku terkesima
Aku terkesima
Aku terkesima terkesima

Duhai langit
Duhai bumi
Duhai alam raya
Kuserahkan ragaku padamu

Duhai ada
Duhai tiada
Duhai cinta
Ku percaya
Ada

Ada yang ada
Ada yang tak ada
Nyatanya ada
Nyatanya tak ada

Antara ada
Antara tak ada
Ada antara
Diantara ada dan tak ada

Ada yang ada
Ada yang tak ada
Nyatanya ada
Nyatanya tak ada

Antara ada
Antara tak ada
Ada antara
Diantara ada dan tak ada

Hanya tak terasa ada disana
Hanya tak terasa ada disini
Hanya tak terasa apa yang dirasa
Ada dan tak ada mungkin tak berbeda

Ada yang ada
Ada yang tak ada
Nyatanya ada
Nyatanya tak ada

Antara ada
Antara tak ada
Ada antara
Diantara ada dan tak ada

Antara ada disini
Rasa disini
Ada antara disana
Dimana rasa?

Antara ada disini
Nalar disini
Ada antara disana
Dimana nalar?

Ada dan tak ada
Nyatanya ada
Menari dan bernyanyilah
Langit dan bumi nyatanya ada
Tapi tersimpan di cakrawala

Mencetak Sawah

Kubaca koran pagi sambil ngopi
Ada kabar menarik hati
Konglomerat akan mencetak sawah
Diatas tanah milik siapa?

Aku jadi berpikir
Untuk apa berupaya membuat sawah?
Sebab tanah ini tak lagi berkah
Tak lagi ramah

Semua akan sia sia
Karena kami tak lagi makan nasi
Dari bumi pertiwi ini
Dari keringat pak tani

Tanah tanah suburmu
Sudah menjadi ranjang industri
Menjadi ayunan ambisi ambisi
Demi gengsi demi aksi

Untuk apa sawah sawah
Pak taniku sudah pergi
Menjadi pejalan kaki yang sepi

Untuk Yani

Rembulan tenang dan bisu
Anak bangsa berjalan
Berdesakan bagai tikus di jalan yang licin
Berdesakan bertanya pada masa silam
Apa nasib buni pertiwi?

Angin subuh memupuri
Tubuh tubuh hitam dengan kabut
Rembulan bisu napasnya mengalir tenang

Wahai kenyataan alam
Wahai kenyataan diri
Wahai kenyataan zaman
Apa nasib bumi pertiwi?

Rembulan tenang dan bisu
Anak bangsa bergerak
Berdesakan didalam kereta malam
Berdesakan dari desa desa ke kota
Apa nasib bumi pertiwi?

Wahai kenyataan alam
Wahai kenyataan diri
Wahai kenyataan zaman
Apa nasib bumi pertiwi?

Wahai kenyataan alam
Wahai kenyataan diri
Wahai kenyataan zaman
Apa nasib bumi pertiwi?

Rembulan tenang dan bisu
Anak bangsa berbaris
Berharapan didepan gerbang pendidikan
Berharapan bermimpi tentang masa depan
Apa nasib bumi pertiwi?

Wahai kenyataan alam
Wahai kenyataan diri
Wahai kenyataan zaman
Apa nasib bumi pertiwi?

Wahai kenyataan alam
Wahai kenyataan diri
Wahai kenyataan zaman
Apa nasib bumi pertiwi?

Koran - Koranku

Aku baca koran ada dalang mainkan wayang
Didalam koran banyak wayang ingin jadi bintang
Ku baca koran belum juga selesai persoalan
Didalam koran semakin jernih kaca kehidupan
Engkau koranku

Sementara kehidupan masih harus berputar
Sementara masih banyak orang terpaksa bertahan
Menunggu mendengar melihat apa yang kan terjadi
Koran koran berikanlah kami jawaban yang pasti
Engkau koranku

Seharusnya kau buka pintu pintu dunia
Menceritakan apa saja yang sebenarnya
Jadilah engkau api penyadaran
Kehidupan
Jadilah engkau api penyadaran
Sang kebenaran haruslah dijaga dan dikabarkan

Jangan putar balikkan cerita
Jangan jungkir balikkan berita

Jangan putar balikkan cerita
Jangan jungkir balikkan berita

Jangan putar balikkan cerita
Jangan jungkir balikkan berita

Jangan putar balikkan cerita
Jangan jungkir balikkan berita

Alam Malam

Malam malam terjebak didalam keraguan
Mana utara mana selatan?
Melihat ketegangan melihat kegelapan
Melihat banyak pertanyaan

Apa? Siapa? Mengapa? Orang orang bingung
Apa? Siapa? Mengapa? Jangan bingung bingung

Biar saja suka suka
Jangan hiraukan mereka biar saja
Biar saja suka suka
Jangan hiraukan mereka biar saja

Alam malam Alam malam Alam maya da da
Alam malam
Alam malam Alam malam Alam maya da da
Alam malam

Menjadi anak alam lahir diujung malam
Bumi bunda bapak angkasa
Merasakan udara membawa peristiwa
Merenungkan pengalaman

Apa? Siapa? Mengapa? Orang orang bingung
Apa? Siapa? Mengapa? Jangan bingung bingung

Biar saja suka suka
Jangan hiraukan mereka biar saja
Biar saja suka suka
Jangan hiraukan mereka biar saja
Biar saja suka suka
Jangan hiraukan mereka biar saja

Mendengar lagu baru nyanyikan lagu lama
Bermain bersama sama
Menemu kebebasan membebaskan temuan
Mengalami kekosongan

Apa? Siapa? Mengapa? Orang orang bingung
Apa? Siapa? Mengapa? Jangan bingung bingung

Biar saja suka suka
Jangan hiraukan mereka biar saja
Biar saja suka suka
Jangan hiraukan mereka biar saja

Alam malam Alam malam Alam maya da da
Alam malam
Alam malam Alam malam Alam maya da da
Alam malam

Hei apa yang dicari? Tak usah cari cari
Semuanya ada disini
Dimana kehidupan disitulah jawaban
Jawabannya nyanyikanlah

Nyanyi Menyanyi Nyanyikan
Indonesia Raya

Bingung Merenung Merenung
Menjadi gunung
Bingung Mengalir Mengalir
Menjadi air

Bingung Merenung Merenung
Menjadi gunung
Mengalir Mengalir Mengalir
Menjadi air

Biar saja suka suka
Jangan hiraukan mereka biar saja

Bingung Merenung Merenung
Menjadi gunung
Mengalir Mengalir Mengalir
Menjadi air
Mengalir Mengalir Merenung
Menjadi gunung

Alam malam Alam malam Alam maya da da
Alam malam
Alam malam Alam malam Alam maya da da
Alam malam
Alam malam Alam malam Alam maya da da
Alam malam
Alam malam Alam malam Alam maya da da
Alam malam


Proyek 13

Meskipun kurang paham tentang radiasi
Meskipun kurang paham tentang uranium
Meskipun kurang paham tentang plutonium
Ku tahu radioaktif panjang usia

Aku tak tahu sampahnya ada dimana
Aku tak tahu pula cara menyimpannya
Aku tak yakin tentang pengamanannya
Karena kebocoran pun ada disana

Oh apa yang sesungguhnya sedang terjadi
Oh apa yang sesungguhnya sedang terjadi
Oh apa yang sesungguhnya sedang terjadi
Oh apa yang sesungguhnya sedang terjadi

Aku menolak akal yang tanpa hati
Aku menolak teknologi tanpa kendali
Aku tak mau mengijonkan masa depan
Demi listrik sedikit banyak keruwetan

Sama sekali ku tak anti teknologi
Tapi aku lebih percaya pada hati
Aku tahu listrik penting buat industri
Tapi industri jangan ancam masa depan

Oh apa yang sesungguhnya sedang terjadi
Oh apa yang sesungguhnya sedang terjadi
Oh apa yang sesungguhnya sedang terjadi
Oh apa yang sesungguhnya sedang terjadi

Daripada susah payah beli reaktor
Daripada pusing karena sampah nuklir
Daripada malu kepada anak cucu
Aku bergerak menyanyikan kehidupan

Informasi tentang ini harus diberikan
Bahaya dunia maju harus disingkirkan
Rasa gengsi tak perlu diteruskan
Pembangunan PLTN harap hentikan

Oh apa yang sesungguhnya sedang terjadi
Oh apa yang sesungguhnya sedang terjadi
Oh apa yang sesungguhnya sedang terjadi
Oh apa yang sesungguhnya sedang terjadi

Apa yang akan terjadi nanti

Untuk listrik banyak memerlukan sumber energi
Pilihanmu pun tentu jadi dicurigai
Sebab di negeri maju reaktor ditutupi
Bukan alasan agar republik ini beli

Aku lebih suka tenaga matahari
Aku lebih suka tenaga panas bumi
Aku lebih suka dengan tenaga angin
Aku lebih suka tenaga arus laut

Rog-Rog Asem

Malam kusam tanpa rembulan
Hanya janji pupus harapan

Gerombolan burung terbang rendah
Tinggalkan tanah yang hitam

Serang
Terkam
Maut turun tanpa darah

Sumpah
Serapah
Ini semua salah siapa ?

Hari hari semakin letih
Nilai moral entah dimana

Geram
Seram
Tangan tangan melempar kembang

Sunyi
Bisu
Raut wajah berbaris keluh

Siapa menang semua kalah
Semua benar siapa yang salah ?

Cikal

Kerbau dikepalaku ada yang suci
Kerbau dikepalamu senang bekerja
Kerbau disini teman petani

Ular dinegara maju menjadi sampah nuklir
Ular didalam buku menjadi hiasan tatto
Ular disini memakan tikus

Kerbauku kerbau petani
Ularku ular sanca
Kerbauku teman petani
Ularku memakan tikus

Kerbauku besar kerbauku seram
Tetapi ia bukan pemalas
Hidupnya sederhana

Sancaku besar sancaku seram
Mengganti kulit keluar sarang makan dan bertapa
Hidupnya sederhana

Ularku ular sanca
Kerbauku kerbau petani
Ularku memakan tikus
Kerbauku teman petani

Walau kerbauku bukan harimau
Tetapi ia bisa seperti harimau
Kerbauku tetap kerbau
Kerbau petani yang senang bekerja

Sancaku melilitnya
Kerbauku tidak terganggu
Karena sancaku dan kerbau
Temannya petani

Lalu dimana anak anak sang tikus?

Bayi bayi bayi
Murni dan kosong

Bayi bayi bayi
Bayi ya bayi

Kalau kita sedang tidur dan tiba tiba saja kita terbangun
Karena lubang hidung kita terkena kumis harimau
Mungkin kita akan lari ya lari
Tetapi bayiku tidak

Bukan karena bayiku belum bisa berlari
Aku percaya
Aku percaya

Bayiku tidak akan pernah berfikir
Bahwa harimau itu jahat
Bayiku menarik narik kumis
Dan memukul mukul mulut harimau
Harimau malah memberikan bayiku mainan

Bayiku menjadi bayi harimau
Bayi harimau anak petani
Seperti sanca melilit kerbau
Ia ada di gorong gorong kota

Lantas apa agamanya?

Kerbauku kerbau petani
Ularku ular sanca
Bayiku murni dan kosong
Ia ada di gorong gorong kota

Kerbauku kerbau petani
Ularku ular sanca
Bayiku bayi harimau
Ia ada di gorong gorong kota

Bayi bayi bayi
Murni dan kosong

Bayi bayi bayi
Bayi harimau

Bayi bayi bayi
Yang berkalung sanca

Bayi bayi bayi
Yang di susui kerbau
Kuda Lumping

Kuda lumping nasibnya nungging
Mencari makan terpontang panting
Aku juga dianggap sinting
Sebenarnya siapa yang sinting?

Berputar putar dalam lingkaran
Menari tak sadarkan diri
Mata terpejam mengunyah beling
Mempertahankan hidup yang sulit

Kuda lumping nasibnya nungging
Mencari makan terpontang panting
Aku juga dianggap sinting
Sebenarnya siapa yang sinting?

Mulutnya berbusa
Nasibnya berbusa
Tradisi berbusa
Tradisi amblas

Nyanyi
Penari bernyanyi
Sebelum
Tergilas mati
Sunyi
Hati sang penari
Sebab
Hidup mereka telah tersisih

Berbaju sutra pandai menipu
Membabi buta cari mangsa
Mulut penipu berbau busuk
Mempertahankan hidup yang busuk

Para penipu berkeliaran
Makan tanah memperkosa fakta
Saling menipu sesama penipu
Tidak menipu jadinya tertipu

Mulutnya berbusa
Nasibnya berbusa
Tradisi berbusa
Tradisi amblas

Nyanyi
Penipu menyanyi
Sebelum
Mereka mati
Sunyi
Hati sang penipu
Sebab
Tak bisa menipu diri sendiri

Kuda lumping megap megap
Pelan pelan ditelan jaman
Para penipu tunggu saatmu
Kuda lumping menginjak mulutmu

Kuda lumping nasibnya nungging
Mencari makan terpontang panting
Aku juga dianggap sinting
Sebenarnya siapa yang sinting?

Para penipu berkeliaran
Makan tanah memperkosa fakta
Saling menipu sesama penipu
Tidak menipu jadinya tertipu

Kuda lumping megap megap
Pelan pelan ditelan jaman
Para penipu tunggu saatmu
Kuda lumping menginjak mulutmu

Hio

Aku tak mau terlibat segala macam tipu menipu
Aku tak mau terlibat segala macam omong kosong
Aku wajar wajar saja
Aku mau apa adanya
Aku tak mau mengingkari hati nurani

Aku tak mau terlibat persekutuan manipulasi
Aku tak mau terlibat pengingkaran keadilan
Aku mau jujur jujur saja
Bicara apa adanya
Aku tak mau mengingkari hati nurani

Hio hio hio hio hio
Hio hio hio hio hio
Hoo hoo hoo
Hoo hoo hoo
Hoo hoo hoo
Hoo hoo hoo

“Mulane dulur ayo dijogo
Omongane lan kelakuane”

Aku tak mau bicara yang tentang aku sendiri tidak tahu
Aku tak mau mengerti kenapa orang saling mencaci
Aku mau sederhana
Mau baik baik saja
Aku tak mau mengingkari hati nurani

Aku tak mau kehilangan akal sehat dipikiranku
Aku tak mau menyaksikan ada orang yang dihinakan
Aku hanya tahu
Bahwa orang hidup
Agar jangan mengingkari hati nurani

Hio hio hio hio hio
Hio hio hio hio hio
Hoo hoo hoo
Hoo hoo hoo
Hoo hoo hoo
Hoo hoo hoo

Aku mau wajar wajar saja
Aku mau apa adanya
Aku mau jujur jujur saja
Bicara apa adanya
Aku mau sederhana
Mau baik baik saja
Aku hanya tahu
Bahwa orang hidup
Agar jangan mengingkari hati nurani

Hio hio hio hio hio
Hio hio hio hio hio
Hio hio hio hio hio
Hio hio hio hio hio

Aku tak mau mengingkari hati nurani
Aku tak mau mengingkari hati nurani
Aku tak mau mengingkari hati nurani
Aku tak mau mengingkari hati nurani

Kebaya Merah

Kebaya merah kau kenakan
Anggun walau nampak kusam
Kerudung putih terurai
Ujung yang koyak tak kurangi cintaku

Wajahmu seperti menyimpan duka
Padahal kursimu dilapisi beludru
Ada apakah?
Ibu

Ceritalah seperti dulu
Duka suka yang terasa
Percaya pada anakmu
Tak terfikir tuk tinggalkan dirimu

Ibuku, darahku, tanah airku
Tak rela kulihat kau seperti itu
Ada apakah?
Ibu
Na Na Na Na

Desaku
Kampungku
Telah lama menghilang
Tenggelam dalam air
Telah lama terkubur
Tergusur kemajuan

Dengarlah
Belalang nyanyi bersahutan
Menari dibalik alang alang
Terdengar sangat menyedihkan
Rumah merekapun terancam

Nyanyian
Harapan
Anak anak didesa
Bermain dengan alam
Bermain bayang bayang
Dibawah sinar bulan

Lihatlah
Dilorong perkampungan kota
Anak anak kecil bermain
Imajinasi dikebiri
Surga mereka telah pergi

Saat senja perlahan mendekati
Mereka duduk didalam ruangan
Televisi gantikan dongengan
Tidak pernah tahu masa lalu

Oh ya oh ya
Nyanyian desa

Oh ya oh ya
Nyanyian kota

Oh ya oh ya
Jauh berbeda

Oh ya oh ya
Memang berbeda

Na na na na
Na na na
Na na na na

Na na na na
Na na na
Na na na na

Panggilan Dari Gunung

Panggilan dari gunung
Turun ke lembah lembah
Kenapa nadamu murung
Langkah kaki gelisah

Matamu separuh katup
Lihat kolam seperti danau
Kau bawa persoalan
Cerita duka melulu

Disini menunggu
Cerita yang lain
Disini menunggu
Cerita yang lain
Menunggu

Berapa lama diam
Cermin katakan bangkit
Pohon pohon terkurung
Kura kura terbius

Disini menunggu
Cerita yang lain
Disini menunggu
Cerita yang lain
Menunggu

Nyanyian Jiwa

Nyanyian jiwa
Bersayap menembus awan jingga
Mega mega
Terburai diterjang halilintar

Mata hati
Bagai pisau merobek sangsi
Hari ini
Kutelan semua masa lalu

Biru biru biru biruku
Hitam hitam hitam hitamku

Aku sering ditikam cinta
Pernah dilemparkan badai
Tapi aku tetap berdiri oh

Nyanyian jiwa haruslah dijaga
Mata hari haruslah diasah
Nyanyian jiwa haruslah dijaga
Mata hari haruslah diasah

Menjeritlah
Menjeritlah selagi bisa
Menangislah
Jika itu dianggap penyelesaian

Biru biru biru biruku
Hitam hitam hitam hitamku

Aku sering ditikam cinta
Pernah dilemparkan badai
Tapi aku tetap berdiri ohoh

Nyanyian jiwa haruslah dijaga
Mata hari haruslah diasah
Nyanyian jiwa haruslah dijaga
Mata hari haruslah diasah

Besar dan kecil

Kau seperti bis kota atau truk gandengan
Mentang mentang paling besar klakson sembarangan
Aku seperti bemo atau sandal jepit
Tubuhku kecil mungil biasa terjepit

Pada siapa kumengadu?
Pada siapa kubertanya?

Kau seperti buaya atau dinosaurus
Mentang mentang menakutkan makan sembarangan
Aku seperti cicak atau kadal buntung
Tubuhku kecil merengit sulit dapat untung

Pada siapa kumengadu?
Pada siapa kubertanya?

Mengapa besar selalu menang?
Bebas berbuat sewenang wenang
Mengapa kecil selalu tersingkir?
Harus mengalah dan menyingkir

Apa bedanya besar dan kecil?
Semua itu hanya sebutan
Ya walau didalam kehidupan
Kenyataannya harus ada besar dan kecil

Kau seperti bis kota atau truk gandengan
Mentang mentang paling besar klakson sembarangan
Aku seperti bemo atau sandal jepit
Tubuhku kecil mungil biasa terjepit

Pada siapa kumengadu?
Pada siapa kubertanya?
Pada siapa kumengadu?
Pada siapa kubertanya?
Pada siapa kumengadu?
Pada siapa kubertanya?

Ya Atau Tidak


Bicaralah nona
Jangan membisu
Walau sepatah kata
Tentu kudengar

Tambah senyum sedikit
Apa sih susahnya?
Malah semakin manis
Semanis tebu

Engkau tahu isi hatiku
Semuanya sudah aku katakan
Ganti kamu jawab tanyaku
Ya atau tidak itu saja

Bila hanya diam
Aku tak tahu
Batu juga diam
Kamu kan bukan batu

Aku tak cinta pada batu
Yang aku cinta hanya kamu
Jawab nona dengan bibirmu
Ya atau tidak itu saja

Tak aku pungkiri
Aku suka wanita
Sebab aku laki laki
Masa suka pria

Ah kuraslah isi dadaku
Aku yakin ada kamu disitu
Jangan diam bicaralah
Ya atau tidak itu saja

Mereka Ada Di Jalan

Pukul tiga sore hari
Di jalan yang belum jadi
Aku melihat anak anak kecil
Telanjang dada telanjang kaki
Asik mengejar bola

Kuhampiri kudekati
Lalu duduk di tanah yang lebih tinggi
Agar lebih jelas lihat dan rasakan
Semangat mereka keringat mereka
Dalam memenangkan permainan

Ramang kecil Kadir kecil
Menggiring bola di jalanan
Ruli kecil Riki kecil
Lika liku jebolkan gawang

Tiang gawang puing puing
Sisa bangunan yang tergusur
Tanah lapang hanya tinggal cerita
Yang nampak mata hanya
Para pembual saja

Anak kota tak mampu beli sepatu
Anak kota tak punya tanah lapang
Sepak bola menjadi barang yang mahal
Milik mereka yang punya uang saja
Dan sementara kita disini di jalan ini

Bola kaki dari plastik
Ditendang mampir ke langit
Pecahlah sudah kaca jendela hati
Sebab terkena bola
Tentu bukan salah mereka

Roni kecil Heri kecil
Gaya samba sodorkan bola
Nobon kecil Juki kecil
Jegal lawan amankan gawang
Cipto kecil Suwadi kecil
Tak tik tik tak terinjak paku
Yudo kecil Paslah kecil
Terkam bola jatuh menangis
Coretan Dinding

Coretan di dinding
Membuat resah
Resah hati pencoret
Mungkin ingin tampil

Tapi lebih resah
Pembaca coretannya
Sebab coretan dinding
Adalah pemberontakan kucing hitam
Yang terpojok di tiap tempat sampah

Ditiap kota
Cakarnya siap dengan kuku kuku tajam
Matanya menyala mengawasi gerak musuhnya
Musuhnya adalah penindas
Yang menganggap remeh
Coretan dinding kota

Coretan dinding
Terpojok ditempat sampah
Kucing hitam dan penindas
Sama sama resah

Belum Ada Judul

Pernah kita sama sama susah
Terperangkap didingin malam
Terjerumus dalam lubang jalanan
Digilas kaki sang waktu yang sombong
Terjerat mimpi yang indah
Lelah

Pernah kita sama sama rasakan
Panasnya mentari hanguskan hati
Sampai saat kita nyaris tak percaya
Bahwa roda nasib memang berputar
Sahabat masih ingatkah
Kau

Sementara hari terus berganti
Engkau pergi dengan dendam membara
Dihati

Cukup lama aku jalan sendiri
Tanpa teman yang sanggup mengerti
Hingga saat kita jumpa hari ini
Tajamnya matamu tikam jiwaku
Kau tampar bangkitkan aku
Sobat

Sementara hari terus berganti
Engkau pergi dengan dendam membara
Dihati

Aku Disini

Mengantuk perempuan setengah baya
Di bak terbuka mobil sayuran
Jam tiga pagi itu
Tangannya terangkat saat sorot lampu mobilku
Menyilaukan matanya
Aku ingat ibuku
Aku ingat istri dan anak perempuanku

Separuh jalan menuju rumah
Saat lampu menyala merah
Didepan terminal bis kota yang masih sepi
Aku melihat seorang pelacur tertidur
Mungkin letih atau mabuk
Aku ingat ibuku
Aku ingat istri dan anak perempuanku

Dibawah temaram sinar merkuri
Bocah telanjang dada bermain bola
Oh pagi yang gelap
Kau sudutkan aku

Suara kaset dalam mobil
Aku matikan
Jendela kubuka
Angin pagi dan nyanyian sekelompok anak muda
Mengusik ingatanku
Aku ingat mimpiku
Aku ingat harapan
Yang semakin hari semakin panjang tak berujung

Perempuan setengah baya
Pelacur yang tertidur
Bocah bocah bermain bola
Anak muda yang bernyanyi

Sebentar lagi ayam jantan
Kabarkan pagi
Hari harimu menagih janji
Aku disini
Ya aku disini
Ingat ibuku
Istri dan anak anakku

Ikrar

Meniti hari
Meniti waktu
Membelah langit
Belah samudra

Ikhlaslah sayang
Kukirim kembang
Tunggu aku
Tunggu aku

Rinduku dalam
Semakin dalam
Perjalanan
Pasti kan sampai

Penantianmu
Semangat hidupku
Kau cintaku
Kau intanku

Doakanlah sayang
Harapkanlah manis
Suamimu segera kembali

Doakanlah sayang
Harapkanlah manis
Suamimu suami yang baik

Ku titipkan
Semua yang kutinggalkan

Kau jagalah
Semua yang mesti kau jaga

Permataku
Aku percaya padamu

Permataku
Aku percaya padamu


Di Mata Air Tidak Ada Air Mata

Memetik gitar dan bernyanyi
Pada waktu tak bertepi
Di atas langit di bawah tanah
Dihembus angin terseret arus

Untuk saudara tercinta
Untuk jiwa yang terluka

Tengah lagu suaraku hilang
Sebab hari semakin bising
Hanya bunyi peluru di udara
Gantikan denting gitarku

Mengoyak paksa nurani
Jauhkan jarak pandangku

Bibirku bergerak tetap nyanyikan cinta
Walau aku tahu tak terdengar
Jariku menari tetap tak akan berhenti
Sampai wajah tak murung lagi

Bibirku bergerak tetap nyanyikan cinta
Walau aku tahu tak terdengar
Jariku menari tetap tak akan berhenti
Sampai wajah tak murung lagi

Amarah sempat dalam dada
Namun akalku menerkam
Kubernyayi dimatahari
Kupetik gitar di rembulan

Dibalik bening mata air
Tak pernah ada air mata

Dibalik bening mata air
Tak pernah ada air mata
Lagu Enam

Kemana perginya mainanku ?
Mobil mobilan dari kulit jeruk
Kuda kudaan dari pelepah pisang
Entah kemana perginya

Sekarang sulit membedakan
Mana mainan mana sungguhan
Semua mahal
Semua harus dibeli di toko toko penggoda hati

Minta ampun harga mainan kini
Ada yang seharga gaji menteri
Terbuat dari plastik maupun besi
Hanya untuk gengsi anak bayi

Tak ada lagi bocah berkreasi
Semua sudah tersedia
Mereka menjadi cengeng dan manja
Kejernihan otaknya pun sirna

Mana mainanku yang dulu ?
Aku ingin melihat bentuknya
Aku ingin mengingat nama namanya
Yang pernah akrab dengan kehidupan ini

Lagu Lima

Anjing hitam kepala dan kakinya kuning
Sendiri tertidur
Luka luka di punggungnya
Melebam menunggu lalat

Anjing hitam kepala dan kakinya kuning
Kawini ibunya dan beranak lagi
Seperti sebagian manusia
Seperti sebagian manusia

Anjing hitam anaknya hitam
Menunggu seperti kita
Lukanya yang melebam
Memberi kesaksian bagi kehidupan

Kaki depan kanannya pincang
Ditabrak tank ketika latihan didepan
Kaki depan kanannya pincang
Ditabrak tank ketika latihan didepan

Kaki depan kanannya pincang
Ditabrak tank ketika latihan didepan
Kaki depan kanannya pincang
Ditabrak tank ketika latihan didepan

Anjingku menggonggong
Protes pada situasi
Hatiku melolong
Protes pada kamu

Anjingku menggonggong
Protes pada situasi
Hatiku melolong
Protes pada kamu

Anjingku menggonggong
Hatiku melolong

Anjingku menggonggong

Anjingku menggonggong
Anjingku menggonggong
Anjingku menggonggong
Anjingku menggonggong
Anjingku menggonggong

Lagu Empat

Kenapa banyak orang ingin menang ?
Apakah itu hasil akhir kehidupan ?
Kenapa kekalahan menjadi aib ?
Apakah itu kesalahan manusia ?

Demi kemenangan rela membunuh
Demi kemenangan rela memperkosa
Apa saja akan kamu tempuh
Agar kemenangan dapat diraihnya

Kenapa kebenaran tak lagi dicari ?
Sudah tak pentingkah bagi manusia ?
Apakah kebenaran tinggal kata kata ?
Dari bibir pemenang pemenang semu

Aku menjadi lelah dan sangsi
Terhadap kemenangan kemenangan itu
Biarlah aku kalah asal tak memperkosa
Biar saja aku tak menang
Asalkan tak menginjak nuraninya

Aku tidak ingin menang
Aku hanya ingin benar
Walau harus menggali sukma bumi
Merenangi gelombang samudera

Aku tidak ingin menang
Aku hanya ingin benar
Walau harus menggali sukma bumi
Merenangi gelombang samudera

Lagu Tiga

Aku tunggu kamu di tempat ini
Di puncak bukit yang sepi dan dingin
Aku percaya kamu pasti sampai
Rasa dan akal sehatku mengatakan itu
Saudaraku

Singkatnya hari yang kita punya
Begitu banyak memberi makna
Sudah saatnya aku kembali
Sudah waktunya kamu mulai
Saudaraku

Disini
Aku sendiri
Datanglah

Bukit yang sepi
Bukit yang dingin
Tak kan membuatmu tersiksa
Saudaraku
Aku percaya

Kita harus mulai bekerja
Persoalan begitu menantang
Satu niat satulah darah kita
Kamu adalah kamu
Aku adalah aku

Kita harus mulai bekerja
Persoalan begitu menantang
Satu niat satulah darah kita
Kamu adalah kamu
Aku adalah aku

Hijau

Hutanku,
Rusak !

Langitku,
Bocor !

Udara yang aku hisap,
Tercemar !

Makanan yang aku makan,
Racun !

Hijau Hijauku Hijau
Hijau Hijau Dunia

Hijau Hijauku Hijau
Hijau Dunia

Hijau Hijauku Hijau
Hijau Dunia

Hijau Hijauku Hijau
Hijau Dunia

Hijau

Lagu Dua

Jakarta sudah habis
Musim kemarau api
Musim penghujan banjir

Jakarta tidak bersahabat
Api dan airnya bencana
Entah karena kebodohan kecerobohan
Atau keserakahan

Jakarta sudah habis
Diatasnya berdiri bangunan bangunan industri
Disekitar bangunan bangunan itu
Bangunin bangunin memproduksi belatung

Jakarta sudah habis
Warna tanahnya merah kecoklat coklatan
Mirip dengan darah
Mirip dengan api
Mirip dengan air mata

Tanah Jakarta sedang gelisah
Jangan lagi dibuat marah
Tanah Jakarta sedang gelisah
Jangan lagi dibuat marah

Jakarta sudah habis
Dijalan jalan marah ( Dijalan )
Dijalan marah marah
Dirumah rumah marah ( Dirumah )
Dirumah marah marah
Apa enaknya ?

Jakarta sudah habis
Empat puluh persen rakyatnya
Beli air dari PAM
Sisanya gali sendiri

Persoalannya gali pakai apa ?
Tentu saja gali pakai duit
Duitnya terbuat dari air mata asli

Jakarta sudah habis

Sebentar lagi kita akan menjual
Air mata kita sendiri
Karena air mata kita
Adalah air kehidupan

Jakarta sudah habis
Tetapi Indonesia bukan hanya Jakarta

Jakarta
Jakarta

Cuma enak buat cari duit
Nah kalau duit sudah punya
Hijrah saja
Hijrah saja
Hijrah saja
Hijrah saja

Tanah Jakarta sedang gelisah
Jangan lagi dibuat marah
Tanah Jakarta sedang gelisah
Jangan lagi dibuat marah

Jakarta
Jakarta
Jakarta
Hijrah saja

Jakarta sudah habis
Musim kemarau api
Musim penghujan banjir

Jakarta tidak bersahabat
Api dan airnya bencana
Entah karena kebodohan kecerobohan
Atau keserakahan

Jakarta sudah habis
Jakarta sudah habis


Lagu Satu

Jalani hidup
Tenang tenang tenanglah seperti karang
Sebab persoalan bagai gelombang
Tenanglang tenang tenanglah sayang

Tek pernah malas
Persoalan yang datang hantam kita
Dan kita tak mungkin untuk menghindar
Semuanya sudah suratan

Oh matahari
Masih setia
Menyinari rumah kita

Tak kan berhenti
Tak kan berhenti
Menghangati hati kita

Sampai tanah ini inginkan kita kembali
Sampai kejenuhan mampu merobek robek hati ini

Sebentar saja
Aku pergi meninggalkan
Membelah langit punguti bintang
Untuk kita jadikan hiasan

Tenang tenang tenanglah sayang
Semuanya sudah suratan
Tenang tenang seperti karang
Bintang bintang jadikan hiasan

Berlomba kita dengan sang waktu
Jenuhkah kita jawab sang waktu
Bangkitlah kita tunggu sang waktu
Tenanglah kita menjawab waktu

Seperti karang
Tenanglah
Seperti karang
Tenanglah

Karena Kau Bunda Kami

Kami berdiri disini
Mencoba menjaga hidupmu
Bukan hanya sekedar mencintai
Bukan sekedar melindungi
Karena kau bunda kami

Kami minum air susumu
Dihidupi tanahmu
Dimandikan oleh airmu
Kami berdoa
Karena kau bunda kami

Lihatlah fajar pagi telah menyingsing
Dengarkan doa kami
Karena kau bunda kami

Biar keadilan sulit terpenuhi
Biar kedamaian sulit terpenuhi
Kami berdiri menjaga dirimu

Biar keadilan sulit terpenuhi
Biar kedamaian sulit terpenuhi
Kami berdiri menjaga dirimu
Karena kau bunda kami

Dunia Binatang

Ya ya ya ya
Mau makan tak punya uang
Ya ya ya ya
Mau tidur tak punya kasur

Ya ya ya ya
Jawablah jangan diam saja
Kenapa orang susah makin susah saja ?

Ya ya ya ya
Diamlah jangan ngoceh saja
Mereka sudah bosan tutup mulut saja

Ada macan mencakar macan
Ular menggigit ular
Ada gajah membunuh gajah
Kita yang terinjak ya ho ho

Mata liar dimana mana
Mencari mangsa yang lemah
Tangan tangan yang penuh darah
Menindas sambil tertawa

Ada maling teriak maling
Ada musang berbulu domba
Monopoli menjadi jadi
Tangan besi merajalela

Bidadari Senjakala

Wajah langit senja hari
Ada kelelawar melayang
Laut yang bergolak didepanku

Wajah itu datang lagi
Mendatangiku memanggilku
Wajah yang berduka
Aku memelukmu mencium keningmu

Tatap matamu membara membakar hidupku
Suaramu bergairah menenangkanku

Membara membara
Pandanganmu membara
Tubuhmu yang hangat
Menghangatkan tubuhku

Lagu ini untukmu
Mimpi ini untukmu
Duka datang dan pergi
Datangnya silih berganti

Sering aku tak mampu bicara
Terdiam seperti patung bernyawa
Sering aku tak mampu menjawab
Tak tahu harus bagaimana

Bidadari senjakala
Menari untukku untukku
Masih ada cahaya di wajahmu
Di wajahmu

Nyanyian di senja hari membuatku rindu
Jangan berhenti memandang jangan berpaling
Jangan berhenti mencintai jangan berhenti
Aku tahu apa artinya senyum dibibirmu

Sudrun

Angin panas otak panas
Orang waras jadi ganas
Hawa gerah hidup susah
Ngomongnya ngaco dianggap gila

Rumah kontrakan belum terbayar
Uang habis hutang numpuk
Pemasukan belum jelas
Pengeluaran sudah jelas

Oooh
Apakah ini ?
Siapa yang tahu ?
Tak ada yang tahu

Sering kali kita terpaksa berfikir
Melihat orang yang menjadi gila
Sebab tak sanggup lagi menanggung
Beban hidup yang semakin berat

Nasib baik belum datang
Angin surga sering datang
Kepala pusing kepanasan
Mau menangis tidak bisa


Hura-Hura Huru-Hara

Apa jadinya jika mulut dilarang bicara ?
Apa jadinya jika mata dilarang melihat ?
Apa jadinya jika telinga dilarang mendengar ?

Jadilah robot tanpa nyawa
Yang hanya mengabdi pada perintah

Apa jadinya jika saran berubah menjadi ancaman ?
Apa jadinya jika lintah darat makin menghisap rakyat ?
Apa jadinya jika keserakahan makin semena-mena ?

Jadilah kepincangan keadilan
Yang hanya melahirkan dendam

Hura-hura huru-hara
Lingkaran setan semakin seram bentuknya
Hura-hura huru-hara
Gelombang mara bahaya makin terasa

Apa jadinya jika petani tak lagi punya sawah ?
Apa jadinya jika cukong-cukong menguasai tanah ?
Apa jadinya jika hukum sekedar bendera-bendera pajangan ?

Jadilah penghisapan sesama manusia
Yang hanya melahirkan drakula-drakula

Hura-hura huru-hara
Lingkaran setan semakin seram bentuknya
Hura-hura huru-hara
Gelombang mara bahaya makin terasa


Kwek ... Kwek ... Kwek

Kawan apa kabarmu ?
Kawan kemana kamu ?
Kawan apa kabarmu ?
Kawan dimana kamu ?

Bingung bingung dia bingung
Kawanku bingung
Pusing pusing dia pusing
Kawanku pusing
Minggat minggat dia minggat
Kawanku minggat

Ya ya ya ya ya ya ya ya ya ya

Pacar apa kabarmu ?
Pacar kenapa kamu ?
Pacar apa kabarmu ?
Pacar apa maumu ?

Senyum senyum tersenyum
Pacarku tersenyum
Manja manja sangat manja
Pacarku manja
Kwek kwek kwek kwek cerewet
Pacarku cerewet

Ya ya ya ya ya ya ya ya ya ya

Tuan apa kabarmu ?
Tuan siapa kamu ?
Tuan apa kabarmu ?
Tuan mana janjimu ?

Tah tah tah tah merintah
Senang merintah
Cat cat cat cat memecat
Senang memecat
Si si si si korupsi
Senang korupsi

Ya ya ya ya ya ya ya ya ya ya

Kwek kwek
Kwek kwek kwek
Kwek kwek
Kwek kwek kwek kwek


Hua Ha Ha

Hua ha ha ha ha
Hua ha ha ha ha
Hua ha ha ha ha ha ha ha ha
Hua ha ha

Hua ha ha ha ha
Hua ha ha ha ha
Hua ha ha ha ha ha ha ha ha

Bukalah mulut kamu
Lantangkan saja suaramu
Bebaskan jiwa kamu

Tidak apa-apa dianggap gila
Dari pada tak bisa
Tertawa itu sehat
Menipu itu jahat

Tertawa itu sehat
Menipu itu jahat

Hua ha ha ha ha
Hua ha ha ha ha
Hua ha ha ha ha ha ha ha ha



Dalbo

Sejak dilahirkan aku tak tahu siapa orang tuaku
Aku berpindah dari satu kasih sayang
Ke satu kasih sayang yang lain

Aku hisap air susu
Dari tetek banyak ibu

Merpati terbang melintasi
Membawa ku pergi ke masa lalu
Merpati terbang melintasi
Membawa ku pergi ke masa lalu

Aku tak pernah bertanya siapa orang tuaku
Walau memang merasakan
Ada sesuatu yang hilang
Sesuatu yang hilang

Merpati terbang melintasi
Membawa ku pergi ke masa lalu
Merpati terbang melintasi
Membawa ku pergi ke masa lalu

Aku bukan anak haram
Aku Dalbo anak alam

Aku Bosan

Papiku belum pulang
Mamiku belum pulang
Kakakku belum pulang
Katanya cari uang

Hanya ada pembantu
Mengurusi hidupku
Hanya ada televisi
Menemani hariku

Aku bosan
Aku bosan
Aku bosan Bosan bosan bosan bosan

Aku bosan
Aku bosan
Aku bosan Bosan bosan bosan bosan

Ketika papi pulang
Mukanya sangat tegang
Ketika mami pulang
Menyapa halo sayang

Ketika kakak pulang
Jalannya sudah goyang
Katanya cari uang
Katanya cari uang

Aku bosan
Aku bosan
Aku bosan Bosan bosan bosan bosan

Aku bosan
Aku bosan
Aku bosan Bosan bosan bosan bosan

Ini Si Trendy

Ini si trendy menari memuja diri
Ini si trendy bergaya pasang aksi
Hidupnya penuh basa basi
Ingin dianggap paling seksi

Tiap hari maunya dipuji
Hidup diperbudak gengsi

Ini si trendy menari gaya babi ngepet
Ini si trendy menyanyi karaoke
Suaranya mirip bebek
Matanya merem melek

Yang penting bisa di potret
Ngetren

Trendy trendy trendy trendy trendy trendy trendy
Trendy trendy trendy trendy trendy trendy trendy

Enggak ikut ikut gengsi
Kuno kuno kuno kuno
Enggak ikut ikut gengsi
Kuno kuno kuno kuno

Enggak ikut ikut gengsi
Kuno kuno kuno kuno
Enggak ikut ikut gengsi
Kuno kuno kuno kuno

Ini si trendy masih menari dan menyanyi
Ini si trendy genitnya semakin jadi
Orang orang dianggap tuli
Moderenisasi salah kaprah

Lantas menjadi latah
Ngetren

Trendy trendy trendy trendy trendy trendy trendy
Trendy trendy trendy trendy trendy trendy trendy


Jogja

Aku jalan sendiri
Dijalan yang sering aku lewati dulu
Aku masih melihat
Wajah wajah yang aku kenal dahulu

Dikota ini
Dikota ini

Aku bangun kembali
Setelah tidur yang panjang tanpa pernah kusadari
Ingin menyanyi
Untuk apa saja yang pernah terjadi dikota ini

Dikota ini
Dikota ini

Kupanggil Jogjakarta

Malam semakin sunyi
Jalan semakin sepi
Malam semakin dingin
Oh dikota ini masih ada jejakku

Malam semakin sunyi
Jalan semakin sepi
Malam semakin dingin
Oh dikota ini masih ada jejakku

Na na na na na na na
Na na na na na na na

Oh dikota ini masih ada jejakku

Telaga Dan Bencana

Aku sering menyesali
Sebab tak mampu memahami
Sulit membaca isyaratmu
Kata katamu penuh arti

Lidahku bagai api
Menghanguskan harapanmu
Ada air jernih mengalir
Dari dua matamu

Mengalirlah air hidup
Bawa aku ke samudera
Dihatimu ada telaga
Didiriku mengalir bencana

Pertengkaran demi pertengkaran
Ketegangan demi ketegangan
Penyesalan demi penyesalan
Menyimpan prahara

Mana mungkin aku bisa
Memberimu ketenangan
Aku masih mencari
Lembah ketenangan jiwa

Mengalirlah air hidup
Bawa aku ke samudera
Dihatimu ada telaga
Didiriku mengalir bencana

Pertengkaran demi pertengkaran
Ketegangan demi ketegangan
Penyesalan demi penyesalan
Menyimpan prahara


Dihatimu Aku Berlindung

Ketika matahari membakar lautan
Ketika matahari membakar dunia
Ketika matahari membakar diri sendiri

Dihatimu aku berlindung
Dihatimu aku berlindung

Ketika badai menghempaskan diriku
Ketika badai menutupi langkahku
Ketika badai mengguncang guncang hidupku

Dihatimu aku berlindung
Dihatimu aku berlindung
Dihatimu aku berlindung
Dihatimu aku berlindung

Ketika bumi ini tak berputar lagi
Ketika malaikat tak berdoa lagi
Ketika aku tak bisa bernyanyi lagi

Dihatimu aku berlindung
Dihatimu aku berlindung
Dihatimu aku berlindung
Dihatimu aku berlindung

Dihatimu aku berlindung
Dihatimu aku berlindung
Dihatimu aku berlindung
Dihatimu aku berlindung


Ketika matahari membakar diri sendiri
Ketika matahari membakar diri sendiri

Dihatimu aku berlindung
Dihatimu aku berlindung

Ketika aku tak bisa bernyanyi lagi
Ketika malaikat tak berdoa lagi

Nasib Nyamuk


Aku bukan seperti nyamuk
Yang menghisap darahmu
Aku manusia yang berbuat
Sesuai aturan dan keinginan

Kadang kadang aku melanggar
Kadang kadang aku seperti nyamuk
Tetapi aku bukan nyamuk
Aku punya akal budi nyamuk tidak

Nyamuk nyamuk berputar putar
Di atas kepalaku
Suaranya berdengung mendengung

Seperti suara ribuan helikopter
Seperti suara mesin perang

Yang membantai Vietnam
Yang membantai timur tengah
Yang mengganyang Timor Timur
Yang membantai Kamboja
Yang membantai Bosnia

Mula mula
Aku bisa mengerti
Lama lama
Aku ingin nyamuk nyamuk yang mengerti

Mataku terganggu
Hidungku terganggu
Tangan dan kakiku terganggu
Kemaluanku terganggu

Kehidupanku terganggu
Jasmani dan rohaniku terganggu
Kehidupanku terganggu
Jasmani dan rohaniku terganggu

Lingkaran Aku Cinta Padamu

Kini kami berkumpul
Esok kami berpencar

Berbicara tentang kehidupan
Berbicara tentang kebudayaan
Berbicara tentang ombak lautan
Berbicara tentang bintang di langit
Kami berbicara tentang Tuhan
Berbicara tentang kesejatian
Tentang apa saja

Malam boleh berlalu
Gelap boleh menghadang

Disini kami tetap berdiri
Disini kami tetap berpikir
Disini kami tetap berjaga
Disini kami tetap waspada
Disini kami membuka mata
Disini kami selalu mencari
Kesejatian diri

Alang alang bergerak
Mata kami berputar

Seperti elang kami melayang
Seperti air kami mengalir
Seperti mentari kami berputar
Seperti gunung kami merenung
Di lingkaran kami berpandangan
Di lingkaran kami mengucapkan

Aku cinta padamu
Aku cinta padamu
Aku cinta padamu
Aku cinta padamu

Puisi Gelap

Langit gelap
Jutaan gagak hitam memenuhi langit
Datang dari goa goa yang gelap dan lembab
Dari padang yang kering tandus
Merentang sayap berputar putar mengerikan

Suaranya melengking menyayat
Amarah yang terpendam amarah tertahan
Gentayangan bagai mayat bangun dari kuburan
Karena mereka pun tak mau menerima

Gerhana matahari gerhana hidup
Mereka menutupi cahaya matahari
Memakan bangkai dari apa saja yang tersisa
Hinggap diatas tanah diatap rumah
Di dahan dahan pohon yang mati kering
Mengintai mangsa
Menanti bangkai temannya sendiri yang mati kelaparan

Bau bangkai menyengat dimana mana
Saling menerkam diantara mereka sendiri
Sekedar bertahan dari kematian yang segera datang menjemput

Tak ada cahaya matahari
Tak ada cahaya kehidupan
Tak ada apa apa
Hanya ada ketegangan dan keganasan
Ketegangan yang mengandung bencana

Gagak gagak terus berputar semakin banyak
Marah pada apa ?
Marah pada siapa ?
Marah pada marah yang tak terlampiaskan

Sampai pada saatnya nanti
Mereka jatuh terkapar dan mati

Tapi dimana cahaya kehidupan ?
Tak ada yang tahu

Hanya ada jutaan bangkai gagak
Berserakan berbau amis dan busuk

Ah
Bau busuk kehidupan
Menyusup menebar ke sudut sudut kota
Dan kita menghisapnya


Doa Dalam Sunyi

Angin datang dari mana ?
Merayapi lembah gunung
Ada luka dalam duka
Dilempar kedalam kawah

Memanjat tebing tebing sunyi
Memasuki pintu misteri
Menggores batu batu
Dengan kata sederhana
Dengan doa sederhana

Merenung seperti gunung
Mengurai hidup dari langit
Jejak jejak yang tertinggal
Menyimpan rahasia hidup

Selamat jalan saudaraku
Pergilah bersama nasibmu
Pertemuan dan perpisahan
Dimana awal akhirnya ?
Dimana bedanya ?
Dimana bedanya ?

Doa doa terdengar dalam sunyi
Doa doa terdengar dalam sepi

Doa doa terdengar dalam sunyi
Doa doa terdengar dalam sepi

Doa doa terdengar dalam sunyi
Doa doa terdengar dalam sepi

Doa doa terdengar dalam sunyi
Doa doa terdengar dalam sepi

Awang-Awang

Jika kata tak lagi bermakna
Lebih baik diam saja
Jika langkah tak lagi bermata
Langkah buta terjang saja

Melayang terbang melayang
Melayang di awang-awang
Melayang terbang melayang
Di atas samudera terbentang

Berlari aku berlari
Menembus hari
Berlari aku berlari
Menembus hari

Bagaimana bisa berhenti ?
Sedang kita belum melangkah
Bagaimana bisa kembali ?
Sedang kita tak tahu sampai dimana

Berlari aku berlari
Menembus hari
Berlari aku berlari
Menembus hari

Bagaimana bisa mengerti ?
Sedang kita belum berpikir
Bagaimana bisa dianggap diam ?
Sedang kita belum bicara

Melayang terbang melayang
Melayang melayang
Melayang melayang

Bagaimana bisa mengerti ?
Sedang kita belum berpikir
Bagaimana bisa dianggap diam ?
Sedang kita belum bicara

Melayang terbang melayang
Melayang di awang-awang
Melayang terbang melayang
Di atas samudera terbentang

Orang Gila

Waktu pulang
Malam malam
Sendiri
Sendiri

Orang gila di lampu penyeberangan
Jam dua malam
Lewat pada saat lampu sedang merah
Tepat ditengah tengah zebra cross

Irama langkahnya tidak berubah
Seperti lagu lama
Yang aku dengar menuju pulang
Sendirian

Orang gila di lampu penyeberangan
Rambutnya gimbal
Kumis dan jenggotnya jarang jarang
Membawa gembolan
Entah gombalan
Atau makanan

Melangkah terus lurus kedepan
Melangkah terus lurus kedepan

Orang gila di lampu penyeberangan
Apa kabar?
Siapa yang menyapa kamu diam
Tersenyum tidak menangis tidak
Kamu sapa siapa saja
Selamat malam
Selamat malam

Orang gila di lampu penyeberangan
Orang gila di lampu penyeberangan
Melangkah terus lurus kedepan
Melangkah terus lurus kedepan
Kamu sapa siapa saja
Selamat malam
Selamat malam

Menunggu Ditimbang Malah Muntah

Aku bernyanyi di dalam kamar mandi
Seorang diri
Disamping wastafel di samping kaca
Sambil menghisap kejenuhan

Majalah mingguan tergeletak
Di keranjang cucian
Gambar dua orang menteri
Sedang jabat tangan sambil tersenyum

Di atas kakus aku terus menulis
Menulis lagu lagu seimbang
Timbang menimbang ditimbang timbang
Timbang menimbang dibuang sayang

Yang paling besar pulang sekolah
Si bapak asyik sendiri
Suara mesin buyarkan maksud
Maksud siapa aku tak tahu

Adzan terdengar gemericik hujan
Mencari teman orang tertawa
Tunggu menunggu ditunggu tunggu
Tunggu menunggu dibuang sayang

Pelan pelan sayang
Kalau mulai bosan
Jangan marah marah
Nanti cepat mati
Santai sajalah

Pelan pelan sayang
Kalau mulai bosan
Jangan marah marah
Nanti cepat mati
Santai sajalah

Seekor nyamuk terbang diatas majalah
Kadang hinggap lalu terbang lagi
Mengitari wajah politikus
Yang entah tersenyum atau sakit gigi

Lampu empat puluh watt
Bertopi pendekar Cina
Tetap saja merendah tidak berubah
Kartu nama seorang teman terlindas asbak

Yos tidur
Galang Cikal tidur

Hari ini ada berita
Polisi mati
Hari ini ada berita
Pembantu dibantai majikannya
Hari ini ada berita
Anak anak membunuh orang tuanya
Hari ini ada berita
Orang tua memperkosa anak anaknya
Hari ini ada berita
Guru guru banyak yang sakit jiwa
Hari ini ada berita
Orang orang kaya takut bangkrut
Hari ini ada berita
Mahasiswa protes
Merah putih cemang cemong
Mau insaf susah
Desa sudah menjadi kota

Burung hantu liar berbunyi terus
Yos bangun
Galang Cikal tidur
Yos tidur lagi

Jangkrik tidak berhenti
Belalang masih bernyanyi
Detik jam belum berhenti
Suara mobil sewenang wenang
Suara pabrik sama saja

Yos tidur
Galang Cikal tidur

Pelan pelan sayang
Kalau mulai bosan
Jangan marah marah
Nanti cepat mati
Santai sajalah


Lagu Cinta

Aku tak tahu harus mulai dari mana?
Aku tak tahu harus menulis apa?

Ditanganku duka
Ditanganku suka
Lagu cinta ingin kunyanyikan
Namun lidahku kaku hatiku beku

Aku rindu
Aku tak tahu
Lagu cinta dimana kamu?

Mencari apa yang dicari
Menunggu apa yang ditunggu
Aku merasa dikejar waktu

Mencari apa yang dicari
Menunggu apa yang ditunggu
Aku merasa dikejar waktu

Dari mana kamu datang?
Aku tak mendengar langkahmu

Lagu cinta
Pelan pelan bangunkan aku

Mencari apa yang dicari
Menunggu apa yang ditunggu
Aku merasa dikejar waktu

Mencari apa yang dicari
Menunggu apa yang ditunggu
Aku merasa dikejar waktu

Mencari apa yang dicari
Menunggu apa yang ditunggu
Aku merasa dikejar waktu

( Mencari apa yang dicari )

Mencari apa yang dicari
Menunggu apa yang ditunggu
Aku merasa dikejar waktu

Satu Satu

Satu satu daun berguguran
Jatuh ke bumi dimakan usia
Tak terdengar tangis tak terdengar tawa
Redalah reda

Satu satu tunas muda bersemi
Mengisi hidup gantikan yang tua
Tak terdengar tangis tak terdengar tawa
Redalah reda

Waktu terus bergulir
Semuanya mesti terjadi
Daun daun berguguran
Tunas tunas muda bersemi

Satu satu daun jatuh kebumi
Satu satu tunas muda bersemi
Tak guna menangis tak guna tertawa
Redalah reda

Waktu terus bergulir
Kita akan pergi dan ditinggal pergi
Redalah tangis redalah tawa
Tunas tunas muda bersemi

Waktu terus bergulir
Semuanya mesti terjadi
Daun daun berguguran
Tunas tunas muda bersemi
Samsara

"Ooh Tentreming ati Tentreming donya Ooh"

Bila ruang waktu berbenturan
Bila bintang diganti satelit
Manusia bunuh jarak
Evolusi kehidupan
Makin jelas

Bila hidup butakan budaya
Bila anarki membara rakyat merana
Daulat daya hidup jadi semu
Demokrasi bibir jalanan
Bukan penyelesaian

Keadilan
Kehidupan
Ditegakkan

Kebersamaan
Kemakmuran
Dilautkan

Apakah masih ada angin cinta kebersamaan ?
Gerhana meratap jiwa membara
Kesatuan berbangsa digemakan

Samsara
Galileo
Samsara
Galileo
Samsara

Angin berputar putar ditengah matahari
Bila anarki dan emosi bernyanyi
Kepalsuan membudaya
Merobohkan masa depan
Tergilas kehidupan melanium

Emosi membara
Anarki menyala
Serakah membara
Membuahkan kesenjangan

Oligarki
Monopoli
Daya mati

Demokrasi
Ekonomi
Daya hidup

"Singgah singgah kala singgah
Pan suminggah
Durga kala sumingkira
Singa sirah singa suku
Singa tan kasat mata
Singa tenggak singa
Wulu singa bahu
Kabeh pada sumingkira
Balia mring asal neki"

Anak Zaman

Aku tanamkan benih hidup
Aku sirami dengan doa
Tumbuh tumbuhlah pohon kehidupan
Mekar mekarlah bunga harapan

Burung terbang menelan bintang
Dingin mencekam menakutkan
Bunga bunga api menari nari
Waspada waspadalah pancaroba

Hari baru telah datang
Bunga bunga masa depan
Telah datang perubahan
Bintang bintang anak zaman

For Green And Peace

I am jealous of the moonshine
I am jealous of the sun's rays

Oh sun the sun above
You are the soul of life
Moon full moon above
Your light in this darkening the world
In the eyes for peace and tranquility

Water of love
You are the blood that ruin through my veins

There are more and more conflicts
Even without the threat of nuclear games
Civilized economy and technology
Did not bear the green and peace movement

Let us sing
For the world of green and peace
Let us sing
For the rejuvination of the universe constitution

Let’s echo the word

Let’s start our revolution for green and peace
Let’s start our revolution for green and peace
Let’s start our revolution for green and peace
Let’s start our revolution for green and peace

Sing the song for the world of green and peace

Human civilitation
Witness how greed ruins natures harmony
The earth shaltering the atmosphere is heating up
The stars would never shine

The beginning of the millenium
Bring war criminals
Witness Bosnia, Somalia, Palestine
Watch the world crumbles plagued by terrorism

Singing together

Let’s start our revolution for green and peace
Let’s start our revolution for green and peace
Let’s start our revolution for green and peace
Let’s start our revolution for green and peace

The sun, the earth, the moon and the stars
You are the witness for the universe constitution
Constitution and democracy made by the men
Could never solve problems world conflict


Nyanyian Preman

Wajahku disabet angin jadi tembaga
Ketombe dirambut celana kusut
Umurku ditelan jalan dalam kembara
Impian dirumput ah cerita butut

Addressku pojokan jalan tapi merdeka
Hidupku bersatu bersama rakyat
Jiwaku menolak menjadi kuku garuda
Hatiku setia meskipun cacat

Ooh ooh
Ya ya ya ya ya ya ya

T K W
Susu macan
Ijasah SD
Pengalaman

T K W
Susu macan
Ijasah SD
Pengalaman

Kugenggam nasibku mantap tanpa sesalan
Bapakku mentari bundaku jalan
Hidupku berlangsung tanpa buku harian
Berani konsekuen pertanda jantan

( Minuman pun ditenggak... Glegek huah )

Bunga Matahari

Embun selembut wajahmu
Fajar secerah senyummu
Merdu burung bernyanyi
Merdu janji janjimu
Kau tumpahkan cintamu
Bergelora jiwa jantanku

Berjanji setubuhi indraku
Matahari seindah kasihmu
Kuberikan segalanya oh jantung hatiku
Kukorbankan kurelakan
Demi bunga matahariku

Tetapi kini semua
Hampa karena kau terbang
Sebagai angin senja

Bunga matahariku
Bunga mata hatiku
Sirnalah impian indahku

Retaklah daya cinta
Kau sirnakan lautan
Kasih sayangku ini
Kau ratakan gunung cinta
Bunga bunga hatiku
Matahariku

Halilintar getarkan jiwaku
Bergetar dibelah asmara
Kurelakan kukorbankan
Segala galanya
Aku masih tetap tegar
Diterjang badai asmara

Bunga mata hatiku
Bunga matahariku

Bunga mata hatiku
Bunga matahariku


Panji Panji Demokrasi

Panji panji demokrasi
Apa sudah mati ?
Dewa dewa keadilan
Tinggal bayangan

Mata mata kesadaran
Di nina bobok kan
Kenapa hukum tak pernah
Menyentuh yang diatas

Pu tipu saling menipu
Kat sikat saling menyikat
Lah salah menjadi benar
Ngung bingung hidup menjadi bingung

Celaka
Menangis panji panji demokrasi

Panji panji demokrasi
Penuh luka berdarah
Jatuh menetes ke bumi
Membangunkan kesadaran

Pu tipu saling menipu
Kat sikat saling menyikat
Lah salah menjadi benar
Ngung bingung hidup semakin bingung

Celaka
Menangis panji panji demokrasi

Panji panji demokrasi sedang menangis
Panji panji demokrasi sedang mengemis


Asmaragama

Aku ingin menurunkan bulan
Lenganku pendek
Pertolongan apa yang bisa kuharapkan ?
Aku menari menghadang angin

Mencari jala atau jaring
Asmaragama mengacaukan nafasku

Mendam birahi gua siluman
Benda jaya ingin ku singgahkan
Bertapa sampai tuntas air kehidupan
Dan sang rembulan wajah kencana

Yang penuh rahasia
Dengan tuntutan yang takkan terlaksanakan

Oh bulan oh bara asmara
Tak tersisakah kenanganmu sedikit juga ?

Gelepar ikan di peraduan
Kijang mengerang di alam mimpi
Gada perkasa dalam khayal bidadari

Oh rembulan
Oh asmaragama
Mengapa kau belah hatiku ?

Oh rembulan
Oh asmaragama
Aku tetap tegar dibelah asmara

Songsonglah

Lepaslah
Lepaslah belenggu ragu
Yang membelit hati

Langkahlah
Melangkah dengan pasti
Menuju gerbang baru

Songsonglah
Songsonglah gelombang waktu
Berenang dengan tenang

Tangis bayi baru lahir
Memecah hari yang berat
Ibunya pasrah berdarah
Beban hidup kian bertambah
Namun harapan juga bertambah
Sang ayah tak mampu berkata

Mendengar
Mendengar suara gaduh
Hatinya terluka

Melihat
Melihat wajah murung
Air matanya berlinang

Merasa
Merasa telah tiba
Saat yang ditunggu tunggu


Lagu Buat Penyaksi

Matinya seorang penyaksi
Bukan matinya kesaksian
Tercatat direlung jiwa
Menjadi bara membara

Duka cita terdalam

Hari ini kisahmu abadi
Berbaringlah kawan
Berbaringlah dengan tenang

Matinya seorang wartawan
Bukan matinya kebenaran
Tercatat dengan kata sakti
Menjadi benih yang murni

Duka cita terdalam

Hari ini kisahmu abadi
Berbaringlah kawan
Berbaringlah dengan tenang


Langgam Lawu

Dengarlah suara bening dalam hatimu
Biarlah nuranimu berbicara
Lihatlah puncak gunung menjulang tinggi
Perkasa menghadapi badai hidup

Dalang melenggang di pasar baru
Cari wayang yang mau jadi dalang
Main silat pakai sepatu
Sepatu bot buatan Jepang

E walah gunung Lawu langite wungu
Golek wahyu endasku ngelu

Kupu kupu terbang datang
Dikaki gunung Lawu
Dinaungi awan

Dalang melenggang mencari pacar baru
Wayang pusing pakai topeng berwarna belang
Rokok menyan mengebul memanggil hantu
Pohon beringin dibonsai membayar hutang

E walah bapak pucung menari nari
Bernyanyi kami akan terus bernyanyi

Kupu kupu terus datang
Dikaki gunung Lawu
Satu warna satu tujuan

Dengarlah suara bening dalam hatimu
Biarlah nuranimu berbicara
Lihatlah puncak gunung menjulang tinggi
Perkasa menghadapi badai hidup

Pangeran Brengsek

Pangeran brengsek gudel ngepet
Suka nyopet mati disantet
Pangeran brengsek gegar otak
Padahal jelas tak punya otak

Aku seperti monyet botak
Monyet botak seperti aku
Monyet botak seperti gudel
Gudel ngepet seperti pangeran

Oh ya
Ngaku dermawan suka nyopet
Oh ya
Ee ee ati ati disantet

Sudah kubilang jangan protes
Pangeran brengsek
Sudah kubilang jangan nyopet
Pangeran brengsek sek sek sek sek

Pangeran brengsek suka nggelek
Pingin jadi caleg tapi gebleg
Jual tampang dikoran koran
Ha ha ha pahlawan kesiangan

Oh ya
Ngaku dermawan suka nyopet
Oh ya
Ee ee ati ati disantet

Sudah kubilang jangan protes
Pangeran brengsek
Sudah kubilang jangan nyopet
Pangeran brengsek

Senang bernyanyi kaya Sengkuni
Senang berkhotbah kaya Dorna
Ngomongnya ngaco co co co co co
Sek sek sek sek sek sek sek sek sek

Kemesraan

Suatu hari
Dikala kita duduk ditepi pantai
Dan memandang
Ombak dilautan yang kian menepi

Burung camar
Terbang bermain diderunya air
Suara alam ini
Hangatkan jiwa kita

Sementara
Sinar surya perlahan mulai tenggelam
Suara gitarmu
Mengalunkan melodi tentang cinta

Ada hati
Membara erat bersatu
Getar seluruh jiwa
Tercurah saat itu

Kemesraan ini
Janganlah cepat berlalu
Kemesraan ini
Ingin kukenang selalu

Hatiku damai
Jiwaku tentram disampingmu
Hatiku damai
Jiwaku tentram bersamamu
Bersamamu

Orang Pinggiran

Orang pinggiran
Ada di trotoar
Ada di bis kota
Ada di pabrik pabrik

Orang pinggiran
Di terik mentari
Di jalan becek
Menyanyi dan menari

Lagunya nyanyian hati
Tarinya tarian jiwa
Seperti tangis bayi dimalam hari

Sepinya waktu kala sendiri
Sambil berbaring meraih mimpi
Menatap langit langit tak perduli
Sebab esok pagi kembali

Orang pinggiran
Didalam lingkaran
Berputar putar
Kembali kepinggiran

Lagunya nyanyian hati
Tarinya tarian jiwa
Seperti tangis bayi dimalam hari

Sepinya waktu kala sendiri
Sambil berbaring meraih mimpi
Menatap langit langit tak perduli
Sebab esok pagi kembali

Orang pinggiran
Bukan pemalas
Orang pinggiran
Pekerja keras

Orang pinggiran
Tidak mengeluh
Orang pinggiran
Terus melenguh

Mimpi yang Terbeli

Berjalan di situ
Di pusat pertokoan
Melihat-lihat barang-barang
Yang jenisnya beraneka ragam

Cari apa di sana
Pasti tersedia
Asal uang di kantong cukup
Tentu tak ada soal

Aku ingin membeli
Kamu ingin membeli
Kita ingin membeli
Semua orang ingin membeli

Apa yang dibeli ?
Mimpi yang terbeli
Sebab harga barang tinggi
Tiada pilihan selain mencuri

Sampai kapan mimpi mimpi itu kita beli ?
Sampai nanti sampai habis terjual harga diri
Sampai kapan harga harga itu melambung tinggi ?
Sampai nanti sampai kita tak bisa bermimpi

Segala produksi ada disini
Menggoda kita untuk memiliki
Hari hari kita berisi hasutan
Hingga kita tak tahu diri sendiri

Melihat anak kecil
Mencuri mainan
Yang harganya tak terjangkau
Oleh bapaknya yang maling

Mata Indah Bola Ping Pong

Pria mana yang tak suka
Senyummu juwita
Kalau ada yang tak suka
Mungkin sedang goblok

Engkau baik
Engkau cantik
Kau wanita
Aku cinta

Mata indah bola ping pong
Masihkah kau kosong
Bolehkah aku membelai
Hidungmu yang aduhai

Engkau baik
Engkau cantik
Kau wanita
Aku puja

Jangan marah kalau kugoda
Sebab pantas kau digoda
Salah sendiri kau manis
Punya wajah teramat manis

Wajar saja kalau kuganggu
Sampai kapan pun kurindu
Lepaskan tawamu nona
Agar tak murung dunia

Engkau baik
Engkau cantik
Kau wanita
Aku cinta

Aku puja
Kau betina
Bukan gombal
Aku yang gila

Jangan marah kalau kugoda
Sebab pantas kau digoda
Salah sendiri kau manis
Punya wajah teramat manis

Wajar saja kalau kuganggu
Biar mampus aku rindu
Lepaskan tawamu nona
Agar tak murung dunia

Mata indah bola ping pong
Masihkah kau kosong
Bolehkah aku membelai
Hidungmu yang aduhai

Mata indah bola ping pong
Masihkah kau kosong
Bolehkah aku membelai
Bibirmu yang aduhai

Mata indah bola ping pong
Masihkah kau kosong
Bolehkah aku membelai
Pipimu yang aduhai

Mata indah bola ping pong
Masihkah kau kosong
Bolehkah aku membelai
Jidatmu yang aduhai


Ethiopia

Dengar rintihan berjuta kepala
Waktu lapar menggila
Hamparan manusia tunggu mati
Nyawa tak ada arti

Kering kerontang meradang
Entah sampai kapan
Datang tikam nurani

Selaksa doa penjuru dunia
Mengapa tak rubah bencana
Menjerit Afrika mengerang Ethiopia

Ethiopia Ethiopia
Ethiopia Ethiopia
Ethiopia Ethiopia
Ethiopia Ethiopia

Derap langkah sang penggali kubur
Angkat yang mati dengan kelingking
Parade murka bocah petaka
Tak akan lenyap kian menggema

Nafas orang-orang disana
Merobek telinga
Telanjangi kita

Lalat-lalat berdansa cha cha cha
Berebut makan dengan mereka
Tangis bayi ditetek ibunya
Keringkan air mata dunia

Obrolan kita dimeja makan
Tentang mereka yang kelaparan
Lihat sekarat dilayar TV
Antar kita pergi ke alam mimpi

Ethiopia Ethiopia
Ethiopia Ethiopia
Ethiopia Ethiopia
Ethiopia Ethiopia

” Disana terlihat ribuan burung nazar...
Terbang disisi iga iga yang keluar...
Jutaan orang memaki takdirnya...
Jutaan orang mengutuk nasibnya...
Jutaan orang marah...
Jutaan orang tak bisa berbuat apa apa... “

” Setiap detik selalu saja ada yang merintih...
Setiap menit selalu saja ada yang mengerang...”

Ethiopia Ethiopia
Ethiopia Ethiopia

“ Aku dengar jeritmu dari sini...
Aku dengar...
Aku dengar tangismu dari sini...
Aku dengar... “

” Namun aku hanya bisa mendengar...
Aku hanya bisa sedih...
Hitam kulitmu...
Sehitam nasibmu kawan... ”

” Waktu kita asik makan...
Waktu kita asik minum...
Mereka haus...
Mereka lapar...
Mereka lapar...
Mereka lapar... “


Pesawat Tempurku

Waktu kau lewat
Aku sedang mainkan gitar
Sebuah lagu yang kunyanyikan
Tentang dirimu

Seperti kemarin
Kamu hanya lemparkan senyum
Lalu pergi begitu saja
Bagai pesawat tempur

Hei kau yang manis
Singgahlah dan ikut bernyanyi
Sebentar saja nona
Sebentar saja hanya sebentar

Rayuan mautku
Tak membuat kau jadi galak
Bagai seorang diplomat ulung
Engkau mengelak

Kalau saja aku bukanlah penganggur
Sudah kupacari kau
Jangan bilang tidak bilang saja iya
Iya lebih baik daripada kau menangis

Penguasa penguasa
Berilah hambamu uang
Beri hamba uang
Beri hamba uang

Penguasa penguasa
Berilah hambamu uang
Beri hamba uang
Beri hamba uang
Beri hamba uang
Beri hamba uang

Oh ya andaikata
Dunia tak punya tentara
Tentu tak ada perang
Yang banyak makan biaya

Oh oh ya andaikata
Dana perang buat diriku
Tentu kau mau singgah
Bukan cuma tersenyum

Kalau hanya senyum yang engkau berikan
Westerling pun tersenyum
Bersinggahlah sayang pesawat tempurku
Mendarat mulus didalam sanubariku

Penguasa penguasa
Berilah hambamu uang
Beri hamba uang
Beri hamba uang

Penguasa penguasa
Berilah hambamu uang
Beri hamba uang
Beri hamba uang
Beri hamba uang
Beri hamba uang

Beri hamba uang
Beri hamba uang
Beri hamba uang
Beri hamba uang

Beri hamba uang

Beri hamba uang
Beri hamba uang
Beri hamba uang
Beri hamba uang

Surat Buat Wakil Rakyat

Untukmu yang duduk sambil diskusi
Untukmu yang biasa bersafari
Disana di gedung DPR

Wakil rakyat kumpulan orang hebat
Bukan kumpulan teman teman dekat
Apalagi sanak famili

Dihati dan lidahmu kami berharap
Suara kami tolong dengar lalu sampaikan
Jangan ragu jangan takut karang menghadang
Bicaralah yang lantang jangan hanya diam

Dikantong safarimu kami titipkan
Masa depan kami dan negeri ini
Dari Sabang sampai Merauke

Saudara dipilih bukan di lotere
Meski kami tak kenal siapa saudara
Kami tak sudi memilih para juara
Juara diam juara he eh juara hahaha

Untukmu yang duduk sambil diskusi
Untukmu yang biasa bersafari
Disana di gedung DPR

Dihati dan lidahmu kami berharap
Suara kami tolong dengar lalu sampaikan
Jangan ragu jangan takut karang menghadang
Bicaralah yang lantang jangan hanya diam

Wakil rakyat seharusnya merakyat
Jangan tidur waktu sidang soal rakyat
Wakil rakyat bukan paduan suara
Hanya tahu nyanyian lagu “setuju”

Wakil rakyat seharusnya merakyat
Jangan tidur waktu sidang soal rakyat
Wakil rakyat bukan paduan suara
Hanya tahu nyanyian lagu “setuju”

Wakil rakyat seharusnya merakyat
Jangan tidur waktu sidang soal rakyat
Wakil rakyat bukan paduan suara
Hanya tahu nyanyian lagu “setuju”

Wakil rakyat seharusnya merakyat
Jangan tidur waktu sidang soal rakyat
Wakil rakyat bukan paduan suara
Hanya tahu nyanyian lagu “setuju”


Lingkaran Hening

Di lingkaran keheningan
Tak ada lagi batasan waktu
Nyala api dalam hening
Menyentuh dinding jiwa yang luka

Satu satu wajah datang
Satu persatu menghilang lagi
Batas langit batas hidup
Kita melayang tak tentu arah

Sayap sayap jiwa yang terluka
Darah menetes basahi senja
Untuk apa mengasingkan diri ?
Lingkaran hening

Telah tumbuh pohon baru
Diatas tanah yang pernah kering
Air hujan air hidup
Mengalir dari jiwa yang hening

Bayang bayang tarian jiwaku
Memenuhi ruangan dunia
Pintu langit makin terbuka
Lingkaran hening

Lingkaran hening
Jiwa yang hening
Lingkaran hening

Lingkaran hening
Jiwa yang hening
Lingkaran hening

Lancar

Sejak palapaku mengorbit ke angkasa
Kemajuan teknologiku semakin menggila
Komunikasipun bertambah mudah
Walau itu jauh di luar kota

Disana sini dan dimana mana
Terlihat berita tentang pembangunan
Terciptalah kini pemerataan
Bangsaku kini telah dipintu kemajuan

Tinggal semua perlu kesadaran
Jangan kita berpangku tangan
Teruskan hasil perjuangan
Dengan jalan apa saja yang pasti kita temukan

Asal jangan pembangunan
Dijadikan korban
Asal jangan pembangunan
Hanya untuk si tuan Polan

Disana sini dan dimana mana
Terlihat berita tentang pembangunan
Terciptalah kini pemerataan
Bangsaku kini sudah diambang kemajuan

Tinggal semua perlu kesadaran
Jangan kita berpangku tangan
Teruskan hasil perjuangan
Dengan jalan apa saja yang pasti kita temukan

Asal jangan pembangunan
Dibuat kesempatan
Asal jangan pembangunan
Dijadikan korban
Asal jangan pembangunan
Bikin resah kaum susah
Asal jangan pembangunan
Bikin mandul hutan gundul
Asal jangan pembangunan
Bikin gendut kulit perut
Asal jangan pembangunan
Bikin subur kaum makmur
Asal jangan pembangunan
Bikin kotor meja kantor
Asal jangan pembangunan
Buat senang cacing cacing


Aku Sayang Kamu

Susah susah mudah kau kudekati
Kucari engkau lari kudiam kau hampiri
Jinak burung dara justru itu kusuka
Bila engkau tertawa hilang semua duka

Gampang naik darah omong tak mau kalah
Kalau datang senang nona cukup ramah
Bila engkau bicara persetan logika
Sedikit keras kepala ah dasar betina

Ku suka kamu
Sungguh suka kamu
Ku perlu kamu
Sungguh perlu kamu

Engkau aku sayang sampai dalam tulang
Banyak orang bilang aku mabuk kepayang
Aku cinta kamu bukan cinta uangmu
Aku puja selalu setiap ada waktu

Ku suka kamu
Sungguh suka kamu
Ku perlu kamu
Sungguh perlu kamu

Langsat kuning cina warna kulit nona
(Rambut kepang dua kadang ekor kuda)
Bibir merah muda lesung pipit pun ada
Wajah cukup lumayan dapat poin enam
Kalau nona berjalan rembulan pun padam

Tikus Tikus Kantor


Kisah usang tikus tikus kantor
Yang suka berenang di sungai yang kotor
Kisah usang tikus tikus berdasi
Yang suka ingkar janji lalu sembunyi

Dibalik meja teman sekerja
Didalam lemari dari baja

Kucing datang cepat ganti muka
Segera menjelma bagai tak tercela
Masa bodoh hilang harga diri
Asal tak terbukti ah tentu sikat lagi

Tikus tikus tak kenal kenyang
Rakus rakus bukan kepalang
Otak tikus memang bukan otak udang
Kucing datang tikus menghilang

Kucing kucing yang kerjanya molor
Tak ingat tikus kantor datang menteror
Cerdik licik tikus bertingkah tengik
Mungkin karena sang kucing pura pura mendelik

Tikus tau sang kucing lapar
Kasih roti jalanpun lancar
Memang sial sang tikus teramat pintar
Atau mungkin si kucing yang kurang ditatar

Sore Tugu Pancoran

Si Budi kecil kuyup menggigil
Menahan dingin tanpa jas hujan
Di simpang jalan tugu pancoran
Tunggu pembeli jajakan koran

Menjelang maghrib hujan tak reda
Si Budi murung menghitung laba
Surat kabar sore dijual malam
Selepas isya melangkah pulang

Anak sekecil itu berkelahi dengan waktu
Demi satu impian yang kerap ganggu tidurmu
Anak sekecil itu sempat nikmati waktu
Dipaksa pecahkan karang lemah jarimu terkepang

Cepat langkah waktu pagi menunggu
Si Budi sibuk siapkan buku
Tugas dari sekolah selesai setengah
Sanggupkah si Budi diam di dua sisi
Suara Hati

Apa kabar suara hati?
Sudah lama baru terdengar lagi
Kemana saja suara hati?
Tanpa kau sepi rasanya hati

Kabar buruk apa kabar baik?
Yang kau bawa mudah mudahan baik
Dengar dengar dunia lapar
Lapar sesuatu yang benar

Suara hati
Kenapa pergi?
Suara hati
Jangan pergi lagi

Suara hati
Kenapa pergi?
Suara hati
Jangan pergi lagi

Ku dengarkah orang orang yang menangis?
Sebab hidupnya dipacu nafsu
Kau rasakah sakitnya orang yang terlindas?
Oleh derap sepatu pembangunan

Kau lihatkah pembantaian?
Demi kekuasaan yang secuil
Kau tahukah alam yang kesakitan?
Lalu apa yang akan kau suarakan?

Suara hati
Kenapa pergi?
Suara hati
Jangan pergi lagi

Suara hati
Kenapa pergi?
Suara hati
Jangan pergi lagi

Jangan pergi lagi

Dendam Damai

Tak habis pikir aku tak mengerti
Mengapa ada orang yang senang membunuh ?
Hanya karena uang semata
Atau demi kuasa dan nama
Bagi kita rakyat biasa
Tak berdaya ditodong senjata
Mencuri hidup yang hanya sekali
Hanya berdoa yang kita bisa

Dendam dendam celaka
Menghasut kita tak jemu menggoda
Damai damai dimana
Bersembunyi tak ada wujudnya

Kapan berakhirnya situasi seperti ini ?
Tidak bisakah kita saling berpelukan ?

Bukankah indah hidup bersama
Saling berbagi saling menyinta
Terasa hangat sampai ke jiwa
Memancar ke penjuru dunia

Jangan goyah percayalah teman
Perang itu melawan diri sendiri
Selamat datang kemerdekaan
Kalau kita mampu menahan diri

Dendam dendam celaka
Menghasut kita tak jemu menggoda
Damai damai dimana
Bersembunyi tak ada wujudnya

Kapan berakhirnya situasi seperti ini ?
Tidak bisakah kita saling berpelukan ?

Tak habis pikir aku tak mengerti
Mengapa ada orang yang senang membunuh ?
Hanya karena uang semata
Atau demi kuasa dan nama

Hanya karena itu semua
Rela hancurkan tanah tercinta
Rela hancurkan tanah tercinta

Untukmu Negeri

Perihnya masih terasa
Sakitnya tak terhingga
Nafsu ingin berkuasa
Sungguh mahal ongkosnya

Apapun yang kan terjadi
Aku tak akan lari
Apalagi bersembunyi
Tak kan pernah terjadi

Air mata darah telah tumpah
Demi ambisi membangun negeri
Kalaulah ini pengorbanan
Tentu bukan milik segelintir orang

Belum cukupkah semua ini
Apakah tidak berarti
Lihatlah wajah ibu pertiwi
Pucat letih dan sedihnya berkarat
Berdoa terus berdoa

Hingga mulutnya berbusa busa
Ludahnya muncrat saking kecewa
Ibu pertiwi hilang tawanya
Tak percaya masih ada cinta

Seluruh hidupku jadi siaga
Pagar berduri kutancapkan dihati

Untukmu negeri
Yang telah memberi arti
Untukmu negeri
Yang telah melukai ibu kami
Untukmu negeri
Yang telah merampas anak kami
Untukmu negeri
Yang telah memperkosa saudara kami
Untukmu negeri
Waspadalah
Untukmu negeri
Bangkitlah
Untukmu negeri
Bersatulah
Untukmu negeri
Sejahteralah kamu negeriku
Sejahteralah kamu

Perihnya masih terasa
Sakitnya tak terhingga


Untuk Para Pengabdi

Kesetiaan masih ada
Setidaknya menjadi cita cita
Itu sebabnya aku disini
Menemanimu

Siang malam kuberjaga
Di relung hatimu di dalam benakmu
Di setiap langkahmu
Mudah mudahan begitu

Silahkan engkau tertawa
Sepuas hatimu
Ku takkan pernah berpaling
Karena hinaan itu

Bahagia rasanya
Lihat engkau bahagia
Berduka rasanya
Kalau engkau berduka

Untuk pengabdi lagu para pengabdi
Di puncak gunung di tengah tengah samudera
Di dalam rimba di kebingungan desa dan kota

Untuk pengabdi lagu para pengabdi
Di puncak gunung di tengah tengah samudera
Di dalam rimba di kebingungan desa dan kota

Kan ku temani kau
Kan ku temani kau


Kupu Kupu Hitam Putih

Menunggu matahari terbit
Di musim hujan
Mendung menjadi teman
Ada juga keindahannya

Butir embun yang ada didaun
Bagai intan berlian
Lebih riang ia berkilauan
Karena matahari tertutup awan

Suara burung burung didahan
Nyanyian alam
Bekerja ia mencari makan
Ada juga yang membuat sarang

Iri aku menyaksikan itu
Tapi kutekan aku harus bersyukur
Berguru pada kenyataan
Pada makhluk Tuhan yang katanya tak berakal

Mendung datang lagi
Setelah hangat sebentar
Butir embun hilang
Aku jadi termenung

Mencari pegangan
Mencoba untuk bersandar
Langit makin hitam
Aku jadi berharap pada hujan

Kupu kupu hitam putih
Terbang di sekitarku
Melihat ia menari
Hatiku terpatri

Sepasang merpati
Bercumbu dibalik awan
Kemudian ia turun menukik
Sujud syukur padanya


Hadapi Saja

Relakan yang terjadi
Tak kan kembali
Ia sudah miliknya
Bukan milik kita lagi

Tak perlu menangis
Tak perlu bersedih
Tak perlu tak perlu sedu sedan itu
Hadapi saja

Pasrah pada Ilahi
Hanya itu yang kita bisa
Ambil hikmahnya
Ambil indahnya

Cobalah menari
Cobalah bernyanyi
Cobalah cobalah mulai detik ini
Hadapi saja

Hilang memang hilang
Wajahnya terus terbayang
Berjumpa dimimpi
Kau ajak aku
Tuk menari bernyanyi
Bersama bidadari, malaikat
Dan penghuni surga


Belalang Tua

Belalang tua diujung daun
Warnanya kuning kecoklat coklatan
Badannya bergoyang ditiup angin
Mulutnya terus saja mengunyah
Tak kenyang kenyang

Sudut mata kananku tak sengaja
Melihat belalang tua yang rakus
Sambil menghisap dalam rokokku
Kutulis syair
Tentang hati yang khawatir

Sebab menyaksikan
Akhir dari kerakusan
Belalang tua
Yang tak kenyang kenyang

Seperti sadar kuperhatikan
Ia berhenti mengunyah
Kepalanya mendongak keatas
Matanya melotot melihatku tak senang

Kakinya mencengkram daun
Empat didepan dua dibelakang
Bergerigi tajam

Sungutnya masih gagah menusuk langit
Berfungsi sebagai radar

Belalang tua masih saja melihat marah kearahku
Aku menjadi grogi dibuatnya
Aku tak tahu apa yang dipikirkan
Tiba tiba angin berhenti mendesir
Daun pun berhenti bergoyang

Walau hampir habis
Daun tak jadi patah
Belalang yang serakah
Berhenti mengunyah

Kisah belalang tua diujung daun
Yang hampir jatuh tetapi tak jatuh
Kisah belalang tua yang berhenti mengunyah
Sebab kubilang tak kenyang kenyang

Kisah belalang tua diujung daun
Yang kakinya berjumlah enam
Kisah belalang tua yang berhenti mengunyah
Sebab kubilang kamu serakah

Belalang tua diujung daun
Dengan tenang meninggalkan harta karun
Warnanya hijau kehitam hitaman
Berserat berlendir
Bulat lonjong sebesar biji kapas

Angin yang berhenti mendesir
Digantikan hujan rintik rintik

Aku yang menulis syair
Tentang hati yang khawatir
Tak tahu kapan
Kisah ini akan berakhir

Kisah belalang tua diujung daun
Yang hampir jatuh tetapi tak jatuh
Kisah belalang tua yang berhenti mengunyah
Sebab kubilang tak kenyang kenyang

Kisah belalang tua diujung daun
Yang kakinya berjumlah enam
Kisah belalang tua yang berhenti mengunyah
Sebab kubilang kamu serakah


Seperti Matahari

Keinginan adalah sumber penderitaan
Tempatnya didalam pikiran
Tujuan bukan utama
Yang utama adalah prosesnya

Kita hidup mencari bahagia
Harta dunia kendaraannya
Bahan bakarnya budi pekerti
Itulah nasehat para nabi

Ingin bahagia derita didapat
Karena ingin sumber derita
Harta dunia jadi penggoda
Membuat miskin jiwa kita

Ada benarnya nasehat orang orang suci
Memberi itu terangkan hati
Seperti matahari
Yang menyinari bumi
Yang menyinari bumi

Ingin bahagia derita didapat
Karena ingin sumber derita
Harta dunia jadi penggoda
Membuat miskin jiwa kita

Keinginan adalah sumber penderitaan


15 Juli 1996

Kalau kau datang
Hatiku senang
Berbunga bunga

Bulan dan bintang
Terangi malam
Sehabis hujan

Saling bicara
Tukar cerita
Berbagi rasa

Aku disini
Tetap di tepi
Masih bernyanyi

Dunia sedang dilanda kalut
Alam semesta seperti merintih
Kau dengarkah?

Aku tak bisa
Untuk tak peduli
Hati tersiksa

Aku bersumpah
Untuk berbuat
Yang aku bisa

Harus ada yang dikerjakan
Agar kehidupan berjalan wajar
Hidup hanya sekali wahai kawan
Aku tak mau mati dalam keraguan

Kalau kau datang

Di Ujung Abad

Cerita kuno tentang peperangan
Diujung abad menghantui
Setiap orang

Peralihan banyak memakan korban
Sementara segelintir tuan tuan
Tertawa girang

Kekuasaan sudah menjadi tuhan
Pengkhianatan adalah
Panglima perang

Kesetiaan jadi janji murahan
Kisah inilah dongeng tidur
Bayi bayiku

Bertahan hidup
Harus bisa bersikap lembut
Walau hati panas
Bahkan terbakar sekalipun

Keluh kesah ini
Mungkin berguna
Jadikan teman sejati
Dimedan juang

Bisa jadi kita bosan
Tapi kenyataan

Badai datang
Tak bosan-bosan
Waspadalah kawan
Perjuangan masih panjang

Cerita kuno tentang peperangan
Diujung abad menghantui
Setiap orang

Kesetiaan jadi janji murahan
Kisah inilah dongeng tidur
Bayi bayiku


Doa

Berjamaah
Menyebut asma ALLAH
Saling asah saling asih saling asuh

Berdoalah
Sambil berusaha
Agar hidup jadi tak sia sia

Badan sehat
Jiwa sehat
Hanya itu yang kami mau

Hidup berkah
Penuh gairah
Mudah mudahan ALLAH setuju

Inilah lagu pujian
Nasehat dan pengharapan

Dari hati yang pernah mati
Kini hidup kembali

Sudah Berlalu

Mungkin sudah berlalu
Bersama redup senja
Kita bukanlah satu
Ku tak lagi kau puja

Kini tak akan lagi
Kuharap indah mimpi

Bila tak lagi kau resapi
Cinta hanya tuk dua hati
Jangan lagi kau ucap janji
Bila hanya kau ingkari

Sesuatu Yang Tertunda


Disini aku sendiri
Menatap relung relung hidup
Aku merasa hidupku
Tak seperti yang ku inginkan

Terhampar begitu banyak
Warna kelam sisi diriku
Seperti yang mereka tahu
Seperti yang mereka tahu

Aku merasa disudutkan kenyataan
Menuntut diriku dan tak sanggup ku melawan
Butakan mataku semua tentang keindahan
Menggugah takutku menantang sendiriku

Temui cinta
Lepaskan rasa
Temui cinta
Lepaskan rasa

Disini aku sendiri
Masih seperti dulu yang takut
Aku merasa hidupku pun surut
Tuk tumpukan harap

Tergambar begitu rupa samar
Seperti yang kurasakan
Kenyataan itu pahit
Kenyataan itu sangatlah pahit

Aku merasa disudutkan kenyataan
Menuntut diriku dan tak sanggup ku melawan
Butakan mataku semua tentang keindahan
Menggugah takutku menantang sendiriku

Temui cinta
Lepaskan rasa
Temui cinta
Lepaskan rasa


Politik Uang

Boleh saja partai ribuan jumlahnya
Tapi yang menang yang punya uang
Seorang cepek ceng sudah bisa jadi presiden
Begitulah cerita yang berkembang

Gontok gontokan sudah nggak musim
Adu doku ini yang ditunggu tunggu
Pemilu tempat berpestanya uang palsu
Habis kalau nggak gitu nggak lucu

Program program berseliweran
Seperti dongeng jaman kecil dulu
Walau ternyata hanya kibul doang
Tapi kampanye bikin hati senang

Bul kibul tak kibul kibul
Kibul diadu demi perkibulan
Ini sudah dari jaman baheula
Dari jaman raja raja sampai sekarang

Uang adalah bahasa kalbu
Santapan rohani para birokrat
Tentu saja tidak semuanya
Tapi yang pasti banyak yang suka

Jangan heran korupsi menjadi jadi
Habis itulah yang diajarkan
Ideologi jadi komoditi
Bisa diekspor ke luar negeri

Uang adalah bahasa kalbu
Santapan rohani rakyat dan wakil rakyatnya
Tentu saja tidak semuanya
Tapi yang pasti banyak yang suka

Jangan heran korupsi menjadi jadi
Habis itulah yang diajarkan
Ideologi jadi dagangan
Bisa diekspor ke luar negeri


Ancur

Namamu selalu kubisiki
Dalam tidurku dalam mimpiku
Setiap malam

Hangat tubuhmu melekat di kulitku
Beribu peluk beribu cium
Kita lalui

Tapi kau kabur
Dengan duda anak tiga
Pilihan ibumu

Hatiku hancur
Berserakan berhamburan
Kayak jeroannya binatang

Ya sudah
Kumenangis seadanya
Sekuat tenaga

Ya sudahlah

Kau memang setan alas
Nggak punya perasaan

ANCUUU UUUR

Doaku di akad nikahmu
Semoga si duda diracun orang
Biar terus mampus
Tapi kau kabur
Dengan duda anak tiga
Pilihan ibumu

Hatiku hancur
Berserakan berhamburan
Kayak jeroannya binatang

Ya sudah
Kumenangis seadanya
Sekuat tenaga

Ya sudahlah

Ya sudah
Kumenangis seadanya
Sekuat tenaga

Ya sudahlah

Kau memang “syaiton” alas
Ndak punya perasaan

ANCUUU UUUR

Doaku di akad nikahmu
Semoga si duda diracun orang
Biar terus mampus
Semoga si duda diracun orang
Biar terus mampus

Heh heh heh heh heh

Anak Wayang
Karya : Iwan Fals & Sawung Jabo (Album Anak Wayang 1994)

Mengembara memahami makna cinta
Mengurai kata di lautan jiwa
Dihadapanmu aku tak bisa berdusta
Mencintaimu adalah mencintai hidup

Anak wayang di ambang gamang
Berlayar di samudera telanjang
Membawa api menjelajahi cakrawala
Dimana air mata bukan lagi duka

Merindukanmu disaat hilang arah
Memelukmu lalu meninggalkanmu
Aku sudah basah aku pasrah
Mencintaimu adalah mencintai hidup

Aku bukan sedang berduka
Aku sedang menghadapi cinta
Aku sedang menghadapi prahara
Dimana air mata bukan lagi duka
Desa


Desa harus jadi kekuatan ekonomi
Agar warganya tak hijrah ke kota
Sepinya desa adalah modal utama
Untuk bekerja dan mengembangkan diri

Walau lahan sudah menjadi milik kota
Bukan berarti desa lemah tak berdaya
Desa adalah kekuatan sejati
Negara harus berpihak pada para petani

Entah bagaimana caranya
Desalah masa depan kita
Keyakinan ini datang begitu saja
Karena aku tak mau celaka

Desa adalah kenyataan
Kota adalah pertumbuhan
Desa dan kota tak terpisahkan
Tapi desa harus diutamakan

Di lumbung kita menabung
Datang paceklik kita tak bingung
Masa panen masa berpesta
Itulah harapan kita semua

Tapi tengkulak tengkulak bergentayangan
Tapi lintah darat pun bergentayangan
Untuk apa punya pemerintah
Kalau hidup terus terusan susah

Di lumbung kita menabung
Datang paceklik kita tak bingung
Masa panen masa berpesta
Itulah harapan kita semua

Desa harus jadi kekuatan ekonomi
Agar warganya tak hijrah ke kota
Sepinya desa adalah modal utama
Untuk bekerja dan mengembangkan diri

Desa harus jadi kekuatan ekonomi

Ngeriku

Bersih bersih bersih bersihlah negeriku
Malu malu malu malulah hati
Kotornya teramat gawat ya kotornya sangat
Inilah amanat yang menjadi keramat

Bersih bersih bersih bersihlah diri
Sebelum menyapu sampah dan debu debu
Nyanyian berkarat sampai ke liang lahat
Atas nama rakyat yang berwajah pucat

Negeriku negeri para penipu
Terkenal kesegala penjuru
Tentu saja bagi yang tak tahu malu
Inilah sorga sorganya sorga
Negeriku ngeriku

Busuk busuk busuk busuk bangkai tikus
Yang mati karena dihakimi rakyat
Adakah akhirat menerima dirinya
Adakah disana yang masih bisa bercanda dengan rakus

Negeriku negeri para penipu
Terkenal kesegala penjuru
Tentu saja bagi yang tak tahu malu
Inilah sorga sorganya sorga
Negeriku ngeriku

Bersih bersih bersih bersihlah negeriku




Buktikan

Kata kata berbisa
Mulut mulut berbusa
Janji janji bertebaran
Seperti biasa dari atas panggung
Atas nama bangsa

Yang mendengar terpesona
Bahkan ada yang terkesima
Aku pun tergoda
Untuk mengikuti apa yang terjadi
Apakah memang janji hanya janji

Buktikan buktikan
Itu yang di nanti nanti
Buktikan buktikan
Kalau hanya omong
Burung beo pun bisa

Kita hidup sering terancam
Tak ada jaminan keselamatan
Kamu ngomong tentang keamanan
Tapi makin banyak penggusuran

Kita hidup sering terancam
Tak ada jaminan keselamatan
Kamu ngomong tentang kemakmuran
Tapi makin banyak pengangguran

Buktikan buktikan
Itu yang di nanti nanti
Buktikan buktikan
Kalau hanya omong
Burung beo pun bisa

Kata kata berbisa
Mulut mulut berbusa
Janji janji berhamburan
Seolah olah kami ini bodoh
Tak mengerti apa apa
Seolah olah kami ini anak kecil
Yang bisa kau bohongi sesuka hatimu

Buktikan buktikan
Itu yang di nanti nanti
Buktikan buktikan
Kalau hanya omong
Burung beo pun bisa

Buktikan buktikan
Buktikan buktikan
Buktikan buktikan
Buktikan buktikan

Selamat Tidur Sayang

Sayang selamat malam
Sayang selamat tidur
Sayang mimpi indah
Tentang kau dan aku

Panggil namaku sebelum tidur
Agar ku hadir dalam mimpimu
Kita kan terbang diatas awan
Berdua selalu berdua
Dan Orde Paling Baru

KKN berkembang biak sampai kelurahan
Banyak orang yang kehilangan pegangan
Perlu pemimpin yang demokratis tapi bertangan besi
Kata seorang tokoh yang baru sembuh dari sakit

Sementara rakyat tidak perduli siapa yang mimpin
Yang penting kebutuhan hidup yang wajar terpenuhi
Kelaparan kemiskinan dan pengangguran masih terjadi
Ya banyak orang yang hidup dibawah garis kemiskinan

Kota besar menjadi magnit
Karena televisi mengiming imingi
Yang jelas rakyat butuh pendidikan
Tapi pendidikan yang didapat adalah rongsokan

Soal kesehatan sulit didahulukan
Sebab bisa makan sehari sekali saja sudah hebat
Jangan tanya soal sandang dan papan
Loakan dan kontrakan lah jadi jawaban
Juga kolong jembatan

Kapan ya bisa kembali normal
Karena memang keadaan ini tidak normal
Itu sebabnya bermunculan paranormal
Seperti jamur dimusim hujan

Tutup lubang gali lubang
Falsafah hidup jaman sekarang
Sebenarnya sih dari jaman dulu
Dari jaman orde lama, orde baru
Dan sampai sekarang ini
Jaman orde paling baru

KKN berkembang biak sampai kelurahan
Banyak orang yang kehilangan pegangan
Perlu pemimpin yang demokratis tapi bertangan besi
Kata seorang tokoh yang baru sembuh dari sakit

KKN berkembang biak sampai kelurahan

Para Tentara


Para tentara jangan pukul kami
Kami tak kuat menahan rasa sakit
Kami disini atas dasar nurani
Atas dasar akal sehat kami yang terus menjerit
Ingin berbuat

Para tentara jangan siksa teman kami
Kami tak kuat untuk membayangkan semuanya
Kami disini karena kami tahu
Mana baik mana buruk benar dan salah
Percayalah

Para tentara kamu kan manusia
Bukan robot apalagi boneka
Para tentara kamu kan beragama
Punya tuhan setidaknya punya cinta
Mengertilah

Para tentara nasib kita sama
Sama sama keras sama sama cadas
Kami mengerti kalau kamu mau mengerti
Karena hati sudah terlanjur tersiksa
Bijaksanalah

Para tentara tidakkah kau melihat
Media massa berlumuran darah
Para tentara tidakkah kau merasa
Kami muak dengan kekerasan
Oh ya berhentilah

Yang kamu banggakan
Hancur sudah
Sia sia senjatamu yang menakutkan
Sia sia kemenangan yang kau raih

Gelombang cinta gelombang kesadaran
Merobek langit yang mendung
Menyongsong hari esok yang lebih baik

Gelombang cinta gelombang kesadaran
Merobek langit yang mendung
Menyongsong hari esok yang lebih baik

Matahari Bulan Dan Bintang

Aku sedang susah
Perang saudara didepan mata
Sana teman sini kawan
Korban sudah berjatuhan

Dimana tempatkan diri?
Banyak orang yang kehilangan diri
Wakil rakyatnya malah dagelan
Sedangkan para pakar oleng dibentur kenyataan

Penyiar TV bergetar suaranya
Rakyat yang lapar saling menerkam
Ahli agama kewalahan
Seiman kok perang?

Burung bangkai mengintip dari balik awan
Sesekali terbang diatas kepala
Sekejap menukik kedalam hati

Lalu bau kematian dihembus angin
Yang kibarkan bendera setengah tiang

Ada apa ini?
Begitu mudahnya nyawa melayang
Padahal tanpa diundang pun
Kematian pasti datang

Apakah ini karma?
Apakah ini dosa turunan?
Apakah ini upah dari kebodohan?

Aku ingin meledak
Seperti bom waktu aku terkucil
Detaknya pun ditimbun sampah

Kalau aku boleh mengeluh
Jalan masihlah jauh
Dunia kita satu
Kenapa kita tidak bersatu?

Aku sedang susah
Rasanya ingin menjadi Hanoman atau Janggo
Aku sedang susah
Ya sedang susah

Manusia Setengah Dewa

Wahai presiden kami yang baru
Kamu harus dengar suara ini
Suara yang keluar dari dalam goa
Goa yang penuh lumut kebosanan

Walau hidup adalah permainan
Walau hidup adalah hiburan
Tetapi kami tak mau dipermainkan
Dan kami juga bukan hiburan

Turunkan harga secepatnya
Berikan kami pekerjaan
Pasti kuangkat engkau
Menjadi manusia setengah dewa

Masalah moral masalah akhlak
Biar kami cari sendiri
Urus saja moralmu urus saja akhlakmu
Peraturan yang sehat yang kami mau

Tegakkan hukum setegak tegaknya
Adil dan tegas tak pandang bulu
Pasti kuangkat engkau
Menjadi manusia setengah dewa

Masalah moral masalah akhlak
Biar kami cari sendiri
Urus saja moralmu urus saja akhlakmu
Peraturan yang sehat yang kami mau

Turunkan harga secepatnya
Berikan kami pekerjaan
Tegakkan hukum setegak tegaknya
Adil dan tegas tak pandang bulu
Pasti kuangkat engkau
Menjadi manusia setengah dewa

Wahai presiden kami yang baru
Kamu harus dengar suara ini


17 Juli 1996

Gonjang ganjing gonggongan anjing
Anjing herder sampai anjing peking
Dar der dor otak digedor
Dengan pelor hati di teror

Ngeles !...

Sas sis sus dengar desas desus
Banyak kasus bikin sakit usus
Hang heng hong berita bohong
Kongkalikong sindikat king kong

Cuek aje !...

Kwek kwek kwek suara bebek
Merem melek denger geledek
Dalam benteng diadu gambreng
Bandar judi tambah mentereng

Untung banyak do’i !...

Sengkuni kilik sana sini
Kurawa dan Pandawa rugi
Dewa dewa kerjanya berpesta
Sambil nyogok bangsa manusia

Hancur !...

Hak asasi hidup disini
Tinggal kata tinggal piagam
Bukan keki bukan bukan patah hati
Sebab hukum berwajah muram

Busyet dah !...

...Habis !...

Mungkin

Di negeri ini apa saja bisa terjadi
Untuk mendapatkan keadilan
Kalau perlu membeli

Yang hitam bisa menjadi putih
Yang putih pun begitu
Terhadap yang benar saja sewenang wenang
Apalagi yang salah

Sebenarnya ini cerita lama
Tapi nyatanya sampai kini
Masih sama

Banyak pengacara berjaya karenanya
Pengangguran banyak acara itulah dia
Tekak tekuk hukum sudah menahun
Pengadilan bagai sarang para penyamun

Hukum mudah dipermainkan
Pasal pasalnya mulur mungkrek
Sampai kapan ini berjalan
Kok semakin hari bertambah ruwet

Kalau mau menang harus punya uang
Yang bokek tak masuk hitungan

Ada hakim dilempar sepatu
Itu artinya tak mau dimadu

Yang gila lagi
Orang gila masuk persidangan

Punya pengacara yang juga gila

Hakimnya gila
Jaksanya gila

Jangan jangan semuanya sudah gila
Termasuk dokternya
Termasuk saya
Mungkin
16 Juli 1996

Kukenal kamu dari jauh
Tergetar hati melihatmu

Matamu bening
Suaramu bening
Semangatmu hening

Wajahmu lembut
Senyummu lembut
Rambutmu lepas tergerai

Terasa sejuk mengenalmu
Merdeka aku dibuaimu

Jalan yang panjang
Sebatas pandang
Kau tempuh tanpa mengeluh

Tangan terkepal
Berangkatlah kapal
Menuju dermaga sepi

Kunyanyikan hanya untukmu
Puja puji ini karena rindu
Air mata terlanjur tumpah
Membasahi tanah menjadi darah

Dipayungi mega kelabu

Aku tak peduli
Apa yang terjadi
Jangan kau pergi dariku

Akan kutemani
Ke dermaga sepi
Membelai ombak yang biru

Kau bangkitkan aku
Kupanggil kau selalu
Bertahanlah dalam gelombang

Kau buka mataku
Kau sadarkan aku
Janganlah bosan

Kunyanyikan hanya untukmu
Puja puji ini karena rindu
Air mata terlanjur tumpah
Membasahi tanah menjadi darah

Dipayungi mega kelabu

Apakah Aku Benar - Benar Memiliki kamu

Telah kuberikan semua yang ada didalam jiwa
Tak tersisa walau sekecil debu
Ku ikhlaskan goresan rasa namun kata yang indah
Selalu berlabuh di tempat yang salah

Hari sepi menikam dalam
Tak adakah secercah harapan

Biduk cinta yang hampir karam coba aku tahan
Sempat goyah sempat aku bosan
Hasrat hati yang kini terganggu oleh rasa ragu
Kemanakah rindu yang kemarin

Ungkapkanlah isi hatimu
Jangan pernah berpaling dariku
Tunjukkanlah rasa cintamu
Jangan sampai aku bertanya

Apakah aku benar-benar memiliki
Apakah aku benar-benar memiliki
Kamu

Asik Nggak Asik

Dunia politik penuh dengan intrik
Cubit sana cubit sini itu sudah lumrah
Seperti orang pacaran
Kalau nggak nyubit nggak asik

Dunia politik penuh dengan intrik
Kilik sana kilik sini itu sudah wajar
Seperti orang adu jangkrik
Kalau nggak ngilik nggak asik

Rakyat nonton jadi supporter
Kasih semangat jagoannya
Walau tau jagoannya ngibul
Walau tau dapur nggak ngebul

Dunia politik dunia bintang
Dunia hura hura para binatang
Berjoget dengan asik

Dunia politik punya hukum sendiri
Colong sana colong sini atau colong colongan
Seperti orang nyolong mangga
Kalau nggak nyolong nggak asik

Rakyat lugu kena getahnya
Buah mangga entah kemana
Tinggal biji tinggal kulitnya
Tinggal mimpi ambil hikmahnya

Dunia politik dunia bintang
Dunia pesta pora para binatang
Asik nggak asik

Dunia politik memang asik nggak asik
Kadang asik kadang enggak disitu yang asik (katanya)
Seperti orang main catur
Kalau nggak ngatur nggak asik

Pion bingung nggak bisa mundur
Pion pion nggak mungkin kabur
Menteri, luncur, kuda dan benteng
Galaknya melebihi raja

Raja tenang gerak selangkah
Sambil menyematkan hadiah

Asik nggak asik / Politik
Asik nggak asik / Politik
Asik nggak asik
Asik nggak asik


Rubah

Jaman berubah perilaku tak berubah
Orang berubah tingkah laku tak berubah
Wajah berubah kok menjadi lebih susah
Manusia berubah berubah - rubah

Gandhi yang dicari yang ada komedi
Revolusi dinanti yang datang Azahari
Lembaga berdiri berselimut korupsi
Wibawa menjadi alat melindungi diri

Pendidikan adalah anak tiri yang kesepian
Agama sebagai topeng yang menjijikkan
Kemiskinan merajalela yang kaya makin rakus saja
Hukum dan kesehatan diperjual belikan

Kesaksian tergusur oleh kepentingan ngawur
Pemerintah keasyikan berpolitik (ngawur)
Partai politik sibuk menuhankan uang (ngawur)
Ada rakyat yang lapar makan daun dan arang

Televisi sibuk mencari iklan
Sementara banyak yang tunggu giliran
Rakyat dan sang jelata menatap dengan mata kosong
Dimana aku apa ditelan tsunami ?

Negara

Negara harus bebaskan biaya pendidikan
Negara harus bebaskan biaya kesehatan
Negara harus ciptakan pekerjaan
Negara harus adil tidak memihak

Itulah tugas negara
Itulah gunanya negara
Itulah artinya negara
Tempat kita bersandar dan berharap

Kenapa tidak ?
Orang kita kaya raya
Baik alamnya
Maupun manusianya

Dan ini yang kita pelajari sejak bayi
Hanya saja kita tak pandai mengolahnya

Oleh karena itu bebaskan biaya pendidikan
Biar kita pandai mengarungi samudera hidup
Biar kita tak mudah dibodohi dan ditipu
Oleh karena itu biarkan kami sehat
Agar mampu menjaga kedaulatan tanah air ini

Negara negara
Negara harus seperti itu
Bukan hanya di surga di duniapun bisa

Negara negara
Negara harus begitu
Kalau tidak bubarkan saja
Atau ku adukan pada sang sepi

Negara harus berikan rasa aman
Negara harus hormati setiap keyakinan
Negara harus bersahabat dengan alam
Negara harus menghargai kebebasan

Itulah tugas negara
Itulah gunanya negara
Itulah artinya negara
Tempat kita bersandar dan berharap
Selain Tuhan

Cemburu

Setiap orang berharap hidupnya lebih baik
Dari hari ke hari dari waktu ke waktu
Setiap orang tak ingin hidupnya menderita
Tentu saja ingin bahagia tak ingin terhina

Tapi mengapa
Begitu banyak yang tak baik
Hidupnya susah
Terlunta lunta jiwa dan raganya

Ada kamu yang mengatur ini semua
Tapi rasanya percuma
Ada juga yang janjikan indahnya surga
Tapi neraka terasa

Ingin bersyukur
Tapi tak semudah tutur
Canggung jalani hidup
Yang terasa hanya kewajiban saja

Cemburu pada samudera
Yang menampung segala
Cemburu pada sang ombak
Yang selalu bergerak

Di meja judi mempertaruhkan sepenggal waktu
Setengah mabuk mencoba mencuri nasib
Sebentar menang sebentar kalah itulah gelombang hidup
Di sisa hidup agar tetap hidup

Tapi mengapa
Semua seperti mimpi
Tak ada yang abadi
Kapal inipun akhirnya berhenti di dermaga sepi

Cemburu pada samudera
Yang menampung segala
Cemburu pada sang ombak
Yang selalu bergerak

Yang tercinta

Tidurlah dalam pelukanku
Lelaplah dalam mimpi indah
Biarkanlah sejenak saja
Berlalu semua luka luka

Tenanglah tenanglah
Hapuskan semua duka derita
Tenanglah sayangku
Pasti kan ada hari yang indah

Andaikan masih ada resah
Eratkan lagi dekapanmu
Dan sekali lagi kau cobalah
Meski lelah hati yang ada

Tenanglah sabarlah
Pasti kan ada hari yang indah
Dekatlah sayangku
Hapuskan semua duka derita

Biar
Kita menipu diri dengan hangatnya cinta
Oh biar
Lupakan sementara semua duka terasa

Tidurlah
Tenanglah

Tidurlah
Tenanglah


Ini Bukan Mimpi

Simaklah laguku ini
Tentang sebuah bencana
Tragedi umat manusia
Terjadi lagi
Terjadi lagi

Alampun telah bersaksi
Atas tingkah laku kita
Tuhanpun telah menyapa
Memperingati
Memperingati

Ini bukan sandiwara
Ini bukan dalam mimpi
Ini bukan sandiwara
Ini bukan dalam mimpi

Ini kenyataan mari renungi
Ini bukan sandiwara
Ini bukan dalam mimpi
Ini kenyataan yang ada mari renungi

Demi keselamatan kita bersama
Mari kita berdoa
Pada Yang Kuasa
Berjanji kembali kejalan Illahi
Berjanji kembali kejalan Illahi
Kejalan Illahi


Pulanglah

Padi menguning tinggal di panen
Bening air dari gunung
Ada juga yang kekeringan karena kemarau

Semilir angin perubahan
Langit mendung kemerahan
Pulanglah kitari lembah persawahan

Selamat jalan pahlawanku
Pejuang yang dermawan
Kau pergi saat dibutuhkan saat dibutuhkan

Keberanianmu mengilhami jutaan hati
Kecerdasan dan kesederhanaanmu
Jadi impian

Pergilah pergi dengan ceria
Sebab kau tak sia sia
Tak sia sia
Tak sia sia
Pergilah kawan
Pendekar

Satu hilang seribu terbilang
Patah tumbuh hilang berganti
Terimalah sekedar kembang
Dan doa doa

Suci sejati
Suci sejati

Masih Bisa Cinta

Hari ini kau patahkan hatiku
Kau patahkan niatku
Kau patahkan semangatku

Entah mengapa ku masih bisa cinta
Bisa cinta padamu
Kumaafkan salahmu

Berjanjilah berjanjilah untukku

Datang padaku
Lihat mataku
Akan kucoba perhatikan kamu

Datang padaku
Rasa hatiku
Akan kucoba terus cinta kamu

Air mata tak akan ku uraikan
Hanya mengelus dada
Kumaafkan salahmu

Tak Pernah Terbayangkan

Tak pernah terbayangkan
Bila harus berjalan tanpa dirimu
Tak pernah terpikirkan
Bila aku bernafas tanpa nafasmu
Nafasmu

Takdir sudah pertemukan kita
Tuk berdua dan saling menjaga
Dan tak mau aku melewati
Semua ini tanpamu

Kau hangatkan genggaman tanganku
Dan berkata akulah milikmu
Dan tak mau aku menjalani
Dunia ini tanpamu

Takdir sudah pertemukan kita


Ikan - Ikan

Ikan ikan kecil
Jadi santapan ikan ikan besar
Agar warna kulitnya berkilau
Di dalam akuarium kehidupan

Gelembung gelembung udara
Jadi syarat hidup sejahtera
Jikalau tidak mau celaka
Bikin senang hati pemiliknya

Ikan ikan kecil
Di sudut kiri peti televisi
Menjadi hiasan tersendiri
Walau tak lama mereka pergi

Ini kisah menahun
Juga tragedi bertahun tahun
Dibungkus merdu gemericik air
Jadi hiburan keluarga rukun

Ikan ikan kecil mati
Dimakan ikan ikan besar
Walau begitu adanya
Kuakui hatiku tergetar

Ikan ikan besar mati
Segala yang hidup pasti mati
Begitupun pemiliknya
Penjual dan penikmatnya

Tak ada yang lepas dari kematian
Tak ada yang bisa sembunyi dari kematian
Pasti

KaSaCiMa

Yang aku mau kau tunggu
Janganlah terburu nafsu
Pasti kudatangi kamu
Tak mungkin kau ku kibuli

Kasihku kasih terkasih
Sayangku sayang tersayang
Cintaku cinta tercinta
Manisku manis termanis

Rinduku setengah mati
Kalbuku menggebu-gebu
Mari sini dekat padaku
Kucium kau berulang kali

Hidup ini indah
Berdua semua mudah
Yakinlah melangkah
Jangan lagi gelisah

Kalau kau tak mau menunggu
Aku tak pandai merayu
Percayalah kau padaku
Percaya ya percayalah

Suka dan duka biasa
Cemburu jangan membuta
Senyumlah engkau kekasih
Problema jadi tak perih


LONTEKU
Hembusan angin malam waktu itu
Bawa lari ku dalam dekapanmu
Kau usap luka di sekujur tubuh ini
Sembunyilah-sembunyi ucapmu...
Nampak jelas rasa takut di wajahmu
Saat petugas datang mencariku

Reff.
Lonteku... terima kasih
Atas pertolonganmu di malam itu
Lonteku... dekat padaku
Mari kita lanjutkan cerita hari esok

Walau kita berjalan dalam dunia hitam
Benih cinta tak pandang siapa
Meski semua orang singkirkan kita
Genggam tangan erat-erat kita melangkah

Aku Milikmu

Kupikir kau sudah
Melupakan aku
Ternyata hatimu
Masih membara untukku

Waktu kan berlalu
Tapi tidak cintaku
Ia mau menunggu
Untukmu untukmu

Aku milikmu malam ini
Kan memelukmu sampai pagi
Tapi nanti bila ku pergi
Tunggu aku disini
1910
Apa kabar kereta yang terkapar di Senin pagi
Di gerbongmu ratusa orang yang mati
Hancurkan mimpi bawa kisah
Air mata...air mata....

Belum usai....peluit belum habis putaran roda
Aku dengar jerit dari Bintaro
Satu lagi cacat dalam sejarah
Air mata...air mata

Berdarahkah tuan yang duduk di belakang meja
Atau cukup hanya ucapan bela sungkawa
Aku bosan....

Lalu terangkat semua beban di pundak
Semudah itukah luka-luka terobati
Nusantara...tangismu terdengar lagi
Nusantara....derita bial berhenti
Bilakah...bilakah.....

Sembilan belas Oktober...tanah Jakarta berwarna merah

Meninggalkan tanya yang tak terjawab
Bangkai kereta lemparkan amarah
Air mata...air mata

Nusantara....langitmu saksi kelabu
Nusantara....terdengar lagi tangismu
Nusantara....kau simpan kisah kereta
Nusantara....kabarkan marah sang duka

Saudaraku pergilah dengan tenang
Sebab luka sudah tak lagi panjang
Saudaraku pergilah dengan tenang
Balada Orang-orang Pedalaman lyrics

He . . ya y a ya he ya ho . . . . . .
He . . . . . ya y a ya ho ya he . . . . . .
Balada orang-orang pedalaman
He . . . . . ya y a ya he ya ho . . . . . .
He . . . . . ya y a ya ho ya he . . . . . .
Di hutan di gunung dan di pesisir
He . . . . . ya y a ya he ya ho . . . . . .
Manusia yang datang dari kota
Tega bodohi mereka
Lihat tatapannya yang kosong
Tak mengerti apa yang terjadi
He . . . . . ya y a ya he ya ho . . . . . .
Tak tajam lagi tombak panah dan parang
He . . . . . ya y a ya he ya ho . . . . . .
He . . . . . ya y a ya ho ya he . . . . . .
Tak ampuh lagi mata dari sang pawang
Dimana lagi cari hewan buruan
Yang pergi karena senapan
Dimana mencari ranting pohon
Kalau sang pohon tak ada lagi . . . . . .
Pada siapa mereka tanyakan hewannya
Ya . . . . . pada siapa tanyakan pohonnya
Saudaraku di pedalaman menanti
Sebuah jawaban yang tersimpan dihati
Lewatmu . . . . . . . . . pembeli
Pada orang-orang pedalaman
Yang menari dan menyanyi
Dihalau bising ribuan deru gergaji


TIMUR TENGAH I
Ada tanya dalam kepala
Waktu lihat muak yang hingar
Disetiap sudut
Ada mati dibalik tembok
Waktu timah panas mencabik
Hati nurani............

Merah...Merah...Merah...Merah
Dilangit
Merah...Merah...Merah...Merah
Ditanah
Derap langkah bakar amarah
Kepal tangan hadirkan darah
Dibungkam diam....

Khabar angin didekat jantung
Bahwa hari sedang menangis
Tergores pedih hati
Merah...Merah...Merah...Merah

Dimata
Merah...Merah...Merah...Merah
Dilidah
Dengar...nyanyi anak kemarin
Tentang sedih tanah terkasih
Yang tak pernah habis

Doa...ibu sambil menangis
Antar....bocah agar tak sedih
Pergi ke pintu mati
Merah...dilangit
Merah...dimata
Merah...ditangan
Merah...dilidah

ADA LAGI YANG MATI
Aku lihat orang yang mati
Diantara tumpukan sampah
Lehernya berdarah membeku
Bekas pisau lawannya tadi malam
Belakang pasar dekat terminal

Pagi itu orang berkerumun
Melihat mayat yang membusuk
Tutup hidung sesekali meludah
Aku lihat orang menangis
Disela gaduhnya suasana
Segera aku menghampiri

Dengan bimbang
Kubertanya padanya
Rupanya yang mati sang teman
Teman hidam hidup sepaham
Hanya kisah yang dilewati
Ia berdua ikat tali saudara

Sementara surya mulai tinggi
Panas terasa bakar kepala
Sisa darah orang yang mati
Disimpannya di dalam hati
Lalu dia seperti batu
Sampai...malam

Sampai semuanya pergi
Belakang pasar dekat terminal
Adalagi orang yang mati
Lehernya berdarah membeku

Bekas pisau lawannya tadi malam
Sementara surya mulai tinggi
Panas terasa bakar kepala

Dendam ada dimana-mana
Dijantungku di jantungmu
Dijantung hari-hari
Dendam ada dimana-mana
TIMUR TENGAH ITULAH…Tolong Dengarkan…???
Tuhan....tolong dengarkan
Nyanyian pinggir jalan
Malam di bawah bulan
Dalam waktu yang rawan
Marah di bawah tanah
Dilangit ada merah
Menuju satu arah...bakar....
bakar.....

Di sana ada bohong
Di sana ada mayat
Di sana ada suara.....bum....
bum....
Raut muka resah
Orang-orang susah
Ada banyak mata...buta....

Resah luka kaki
S'makin...menjadi...ada
banyak kuping.....tuli

Malam hampir malam
Debu jalan datang lagi
Malam hampir pagi
Usir mesin bunyi lagi
Malam hampir pagi
Kelicikan mulai lagi
Malam hampir pagi
Teriakku hilang lagi
Engkau Tetap Sahabatku
Dia adalah sahabatku bahkan lebih
Dia adalah yang diburu...datang padaku
Sekedar lepas lelah dan sembunyi
Untuk berlari lagi

Dia adalah yang terbuang...mengetuk pintuku
Penuh luka dipunggungnya...merah hitam
Dia menjadi terbuang....setelah harapannya....
dibuang.....

Bapaknya pegawai kecil....sandal jepit
yang kini di dalam penjara...sedang bela anaknya
Untuk darah daging yang tercinta
Selesaikan sekolah

Sahabatku...coba mencari kerja
Namun yang didapat cemooh
Harga dirinya berontak
Lalu dia tetapkan hati

Hancurkan sang pembuang
Air putih aku hidangkan...aku dipersimpangan
Seribu bahkan lebih..sejuta lebih
Pagi buta dia berangkat...diam-diam

Masih sempat selimuti aku....yang tertidur
Aku terharu...doaku untukmu
Sebutir peluru yang tinggal dibawah bantalnya
Bertali jadikan kalung lalu kukenakan
yang terus berlalu
Selamat jalan kawan...
Selamat menari air mata
Hei...sahabat yang terbuang

Engkau sahabatku....tetap sahabatku

KOTA
Kota adalah rimba
belantara buas
Dari yang terbuas.....

Setiap jengkal lorong
dan pecik darah
Darah dari iri...
darah dari benci

Bahkan darah dari sesuatu
yang tak pasti....
Kota adalah rimba belantara
liar dari yang terliar....

Setiap detik lidah-lidah liar
rakus menjulur lapar...

Tangis bayi adalah lolong
srigala...di bawah bulan....

Lengking tinggi merobek
batu-batu tebing keras dan kejam

Bernafas diantara sikut
licik dan garang

Bergerak diantara ganasnya
selaksa karat.....

Kota adalah hutan belantara akal
Kuat dan berakar....menjurai....
Di depan mata...siap menjerat...
di depan mata....siap menjerat....leher kita.....
8,8 mm Dalam KuasaMu

Usai sudah kata kataku
Sendiri terkunci disini
Menatap belukar karang terjal
Arang semua mimpiku

Coba singkirkan gamang hati
Menjadi belati sendiri
Menembus dinding kelam langit hitam
Bersama geram di nadiku

Tanah oh tanah tanahku
Beri baja ragaku
Kan ku terjang semua yang menghadang
Ke batas takdir yang kupunya

Koyak sudah semua yang ada
Terkoyak ke dasar sukmaku
Sendiri tergantung di gelap malam
Berakhirkah ku disini ?

Sirna kini kesombonganku
Terhempas berkali dan luka
Diterkam beku digerus badai
Tawarkan ku tuk menyerah

Api oh api apiku
Beri bara darahku
Kan kuterjang semua yang menghadang
Ke batas takdir yang kupunya

Tuhan oh Tuhan Tuhanku
Beri mata hatiku
Tetap kusadarkan Kau pelindung diriku
PadaMu ku berserah diri


Di Bawah Tiang Bendera

Kita adalah saudara
Dari rahim ibu pertiwi
Ditempa oleh gelombang
Dibesarkan jaman
Di bawah tiang bendera

Dulu kita bisa bersama
Dari cerita yang ada
Kita bisa saling percaya
Yakin dalam melangkah
Lewati badai sejarah

Pada tanah yang sama
Kita berdiri
Pada air yang sama
Kita berjanji
Karena darah yang sama
Jangan bertengkar
Karena tulang yang sama
Usah berpencar

Indonesia…Indonesia…Indonesia

Mari kita renungkan
Lalu kita bertanya
Benarkah kita manusia
Benarkah ber Tuhan
Katakan aku cinta kau

Pada tanah yang sama
Kita berdiri
Pada air yang sama
Kita berjanji
Karena darah yang sama
Jangan bertengkar
Karena tulang yang sama
Usah berpencar
Indonesia..Indonesia…Indonesia

Balada Pengangguran

O, apa jadinya?
E, ini apa?
O, apa jadinya?
E, aku lesu?

Dibolak balik dinalar nalar
Tanpa logika oh ya!
Diraba raba diterka terka
Tidak terduga oh ya!

Misteri ijazah tidak ada gunanya
Ketekunan tidak ada artinya

Pembangunan oh!
Pengangguran ya!
Ya ha ha ha…Oh ya!

Penerangan oh!
Kegelapan ya!
Putus asa oh ya….Oh ya o!

Akan merampok takut penjara
Menyanyi tidak bisa
Bunuh diri ku takut neraka
Menangis tidak bisa

Kaki lima oh!
Kaki lima ya!
Kaki lima oh! …Oh ya!

Makan debu huh!
Makan debu iya!
Ya janji palsu…Oh ya!

Dibolak balik dinalar nalar
Tanpa logika oh ya!
Diraba raba diterka terka
Tidak terduga oh ya!

Menghutang lalu lagi menghutang
Tahu tahu menipu

Pembangunan oh!
Pengangguran ya!
Pengangguran oh!...Oh ya!

Penyuluhan oh!
Kegelapan ya!
Putus asa oh!...Oh ya!

Menghutang lalu lagi menghutang
Tahu tahu menipu

Pembangunan oh!
Pengangguran ya!
Pengangguran oh!...Oh ya!

Menghutang lalu lagi menghutang
Tahu tahu menipu

Penyuluhan oh!
Kegelapan ya!
Putus asa oh!...Oh ya!

Menghutang lalu lagi menghutang
Tahu tahu menipu

Pembangunan oh!
Pengangguran ya!
Pengangguran oh!...Oh ya!

Menghutang lalu lagi menghutang
Tahu tahu menipu

Berandal Malam Di Bangku Terminal

Sebentar lagi pagi kan datang
Walau sang bulan malas untuk pulang
Di bangku terminal benakmu bertanda
Gelisah seorang merasa terbuang

Sedetik ingatnya seribu angannya
Dambakan malam terus berbintang
Di bawah sadarnya nasib bercerita
Hangatnya surya bara neraka

Sampai kapan kau akan bertahan
Dicaci langit tak sanggup menjerit
Hitam awan pasrah kau jilati
Kusam kau dekap dengan muak kau lelap
Pagi yang hingar dengan sadar engkau gentar

Jangan jangan pagi kau hadirkan
Biarkan malam terus berjalan
Jangan jangan mentari kau terbitkan

Jangan jangan pagi kau datangkan
Kumohon dan aku harapkan
Jangan jangan mentari kau terbitkan

Dengarlah tuhan apa yang dibisikkan
Berandal malam di bangku terminal


Damai Kami Sepanjang Hari

Hangat mentari pagi ini
Antar ku pulang dari bermimpi
Ramah tersenyum matahari
Inginkan aku tuk bernyanyi

Indah pagi ini
Nada sumbang enyahlah kau
Biarkan kami

Perlahan kau bangunkan aku
Antarkan segelas kopi ( kopi susu )
Dengar canda adik adikmu
Inginkan aku segera bersatu

Indah pagi ini
Nada sumbang enyahlah kau
Biarkan kami

Semoga akan tetap abadi
Pagi ini
Pagi esok
Esok hari
Hari nanti

Semoga tak kan pernah berhenti
Canda hari ( pagi )
Canda pagi ( hari )
Damai kami Sepanjang hari


Bunga Bunga Kumbang Kumbang

Apa memang harus layu
Bunga bunga
Setelah sang kumbang
Menghisap manisnya madumu

Apa memang harus ingkar
Kumbang kumbang
Setelah sang bunga
Terkulai layu tak berbunga

Bunga bunga dilahirkan
Untuk dihisap sang kumbang
Kumbang kumbang dilahirkan
Untuk menghisap sang bunga

Bunga bunga dimekarkan
Untuk digoda sang kumbang
Kumbang kumbang diterbangkan
Untuk menggoda sang bunga

Mengapa bunga harus layu?
Setelah kumbang dapatkan madu
Mengapa kumbang harus ingkar?
Setelah bunga tak lagi mekar

Mungkin tuhan telah takdirkan
Kumbang kumbang
Campakkan sang bunga
Setelah layu tak berguna

Bunga bunga dilahirkan
Untuk dihisap sang kumbang
Kumbang kumbang dilahirkan
Untuk menghisap sang bunga

Bunga bunga dimekarkan
Untuk dicampakkan kumbang
Kumbang kumbang diterbangkan
Untuk mencampakkan bunga

Mengapa bunga harus layu?
Setelah kumbang dapatkan madu
Mengapa kumbang harus ingkar?
Setelah bunga tak lagi mekar

Diet

Susahnya menghadapi godaan
Mencium harum lezat makanan
Rasanya lidah ingin cicipi
Melihat balado kacang dan teri

Kau lupakan semua aturan
Ahli gizi yang tampan
Resiko soal belakang
Asalkan sang perut kenyang

Delapan puluh dua kilogram
Mengundang mata untuk memandang
Menyesal benci pada sang perut
Sedangkan lapar terus menuntut

Jikalau engkau sadar
Nafsu makan dilawan
Bangun tidur pagi buta
Lincahnya senam irama

Seminggu engkau jalani
Nasehat sang ahli gizi
Namun tak lama berselang
Godaan goyahkan iman

Majalah yang sedang engkau baca
Tawarkan resep gulai buaya
Nikmatnya engkau lama berhayal
Tak tahan kau makan tanpa sesal

Cik

Cepat kemari calon istriku
Ajarkan aku setiap pagi
Kucium mesra bibirmu

Larilah dekap tubuhku erat
Otakku buntu aku tak tahu
Hadapi soal serupa itu
Nona cantik calon istriku tolonglah aku

Pikat hatiku dengan tingkahmu
Sebelum kita siap arungi
Lautan luas penuh tantangan
Tampak perahu kecil kita menunggu di dermaga

Riak gelombang suatu rintangan
Ingat itu pasti kan datang
Karang tajam sepintas seram
Usah gentar bersatu terjang

Ulurkan tanganmu
Pasti kugenggam jarimu
Kecup mesra hatiku
Rintangan kuyakin pasti berlalu

Ulurkan tanganmu
Pasti kugenggam jarimu
Kecup mesra hatiku
Rintangan kuyakin pasti berlalu

Riak gelombang suatu rintangan
Ingat itu pasti kan datang
Karang tajam sepintas seram
Usah gentar bersatu terjang

Cepat kemari calon istriku
Ajarkan aku setiap pagi
Kucium mesra jidatmu

Larilah dekap tubuhku erat
Otakku buntu aku tak tahu
Hadapi soal serupa itu
Nona cantik calon istriku tolonglah aku

Pikat hatiku dengan tingkahmu
Sebelum kita siap arungi
Lautan luas penuh tantangan
Tampak perahu kecil kita menunggu di dermaga


14 – 04 – 84

Tahukah kau
Kurindu dirimu
Tahukah kau

Rasakah kasih
Cintaku putih
Rasakah kasih

Saat gelisah begitu buas hancurkan jiwa
Saat tak kuat lagi memendam marah

Sungguh aku cinta (sayang) kau

Jangan didik anak kita penakut
Jangan ajar anak kita pengecut
Tolong kabarkan tinjuku untuknya
Demi kebenaran yang nyata

Istriku manis senyum yang manis
Anakku jantan tertawalah lantang
Istriku manis jangan menangis
Anakku jantan murkalah jantan

Cantik Munafik

Dia adalah gadis jelita
Tak pernah banyak tingkah
Didalam kelas dialah ratu
Tak ada bandingannya

Hingga semua murid pria
Banyak yang menggodanya
Sampai pak guru Umar tertarik
Oleh goyang pinggulnya

Aku pun juga malu tak malu
Jatuh cinta padanya
Sembunyi sembunyi kukirim surat
Lewat teman baiknya

Tapi ternyata setelah kuterima
Balasan suratnya
Tak aku duga dari semula
Cintaku ditolak dia

Hei hei hei
Apa sih kekuranganku ?
Padahal
Banyak orang bilang aku ganteng

Hei hei hei
Apa sih keinginannya ?
Rumahku megah
Mobilku banyak
Sayang milik orang tua

Ku tak mengerti dia begitu
Membuatku penasaran
Korban yang lain juga berkata
Sama seperti aku

Tapi ternyata ketika kuintip
Tepat di malam minggu
Dia gandengan sama bapakku
Yang kepala tak berbulu

Hei hei hei
Dialah gadis panggilan
Yang masih
Duduk dibangku sekolah

Hei hei hei
Pantesan sedikit susah
Karena dia tahu
Anak sekolah
Tak pernah berkantong basah

Dasar bapakku
Tak tahu malu
Punya hobi meneguk madu

Sebelum Kau Bosan

Sebelum kau bosan sebelum aku menjemukan
Tolonglah ucapkan dan tolong engkau ceritakan
Semua yang indah semua yang cantik
Berjanjilah

Ciptakanlah lagu yang kau anggap merdu dik
Nyanyikan untukku sungguh aku perlu itu
Bila kau tak suka bilang saja suka
Berjanjilah

Pergilah kau pergi
Dan janganlah kembali
Bila itu kau ingini
Kumohon jangan katakan pergi

Jarak telah jauh yang sudah kita tempuh dik
Coba pikir itu sebelum tinggalkan aku
Teruslah berdusta sampai engkau muak
Berjanjilah

Dimana

Sempat aku goyah
Sekejap terjatuh
Didalam arungi perjalanan

Pada kelam hari
Akupun bersujud
Nikmati semuanya tanpa tanya

Kucoba selami
Dalamnya samudera
Ikuti gelombang terjang karang

Tetap tak kudapat
Apa yang ku mau
Hanya bimbang yang singgah dera jiwa
Cakar hati
Penat semakin selimuti

Dimana senyummu ?
Yang sanggup memberi rasa damai
Dimana belaimu ?
Yang hangatkan nadiku yang beku

Hampir ku tak kuat
Hampir ku tak mampu
Lewati jalan keringb erdebu

Dahaga meronta
Letihku menggila
Namun jarak masihlah
Teramat jauh

Batinku terapung
Bosan ku melangkah
Engkau tetap saja tak bergeming

Otakku berderak
Lontarkan kecewa
Tak mau percaya yang kau janjikan
Pada waktu
Detak jantung semakin melemah

Dimana senyummu ?
Yang sanggup memberi rasa damai
Dimana belaimu ?
Yang hangatkan nadiku yang beku

Setetes air
Yang kau beri
Kan berarti bagiku

Seulas senyum
Di sisa hari
Kan berarti bagiku

Lho

Kuberlari bersama hati
Memandang sejuta pilihan
Kuikuti kehendak hati
Bersama tawa antara kita
Yang seakan lupa diri
Kumemilih kaupun pilih...
sendiri...
Tanpa kompromi dan kita
ingin.....

Aku dapati yang 'kan kucari
Dan sore s'galanya mimpi
Sejuta selera yang tak
berbeda
Tak akan juga berbunga nyata
Pikirlah lagi sebelum
kau jadi
Banyak hari yang 'kan pasti
Dan hari terus berganti
silakan cari....

Frustasi

Generasiku banyak yang frustasi
Broken home istilah bule bule luar negeri
Mereka muak lihat papi mami bertengkar
Mereka jijik lihat papi mami slalu keluar

Ada urusan yang tak masuk di akal
Mami sibuk cari bujangan
Papi sibuk cari perawan
Timbang kesal lebih baik aku berhayal

Jadi orang besar
Seperti Hitler yang tenar
Jadi orang tenar
Persis Carter juragan kacang

Mata cekung badan persis capung
Tingkah sedikit bingung
Pikiran mirip mirip orang linglung
Rambut selalu kusut

Disuruh selalu manggut-manggut
Duduk di sudut hei kasihan itu tubuh
Tinggal tulang sama kentut


Hei Mr. Gelek loe tega
Mata gua kok nggak bisa melek
Hei Mr. Gelek
Duit gopek gua kira cepek
Hei Mr. Gelek perut laper ada tape
Pas gua sikat asem-asem nggak tahunya telek




Iya Memang Kamu

Bukan lagi cermin
Bedak gincupun tak perlu

Kamu memang masih kamu
Dari dulu memang itu kamu

Waktu jiwamu lelah
Tanganku tak mampu tengadah
Seberang bumi sana
Keluh semakin membara

Beri ramahmu
Sementara tempatku teduh disini

Bukakan aku pintu
Agar bisa memuji dirimu

Cerita tentang merdeka
Lewat mantera sang pujangga

Kamu memang masih kamu
Dari dulu masih tetap kamu

Kata hati bertanya
Masih tegarkah jiwamu ?

Kini kunyanyikan rasa
Lewat suasana yang ada

Kamu memang tetap kamu
Kamu dari dulu kamu
Kamu memang masih kamu
Dari dulu kamu tetap kamu

Haruskah Pergi

Sering aku merasa
Tak mengerti dengan apa yang ada
Melihat dari kegelapan
Mencoba mengurai makna

Begitu banyak yang terjadi
Begitu banyak yang tak kupahami
Orang saling membenci
Membunuh dan melukai

Perang masih terjadi
Bencana bertubi tubi
Kerinduan tercampak
Kesepian merajai

Aku ingin pergi
Meninggalkan ini semua
Menemani senja
Yang sedang berduka

Aku harus pergi
Meninggalkan semua ini
Menemui kamu
Yang mengajak bercinta

Air mata nyaris jatuh
Di pelataran rumah yang teduh
Ayat-MU terkapar
Di lemari lemari berdebu

Ada apa gerangan
Mengapa mesti tergesa gesa
Tak bisakah tenang
Menikmati bulan penuh dan bintang

Lalu mengarungi waktu
Dengan lapar yang menyakitkan
Menyikapi semua
Dengan kesabaran

Aku ingin pergi
Meninggalkan ini semua
Menemani senja
Yang sedang berduka

Aku harus pergi
Meninggalkan semua ini
Menemui kamu
Yang mengajak bercinta
Oh oh oh

Angan Dan Ingin

Sambil tersenyum dan tanpa beban
Sepanjang jalan menarik perhatian
Rambutnya panjang
Rampingnya pinggang
Celana blue jeans mengukir tubuhnya sempurna

Tua muda berangan melihatnya
Seperti aku ingin bersamanya
Tapi sayangnya
Angan dan ingin
Seperti angin

Tiada habisnya
Tiada hentinya
Melayang

Tiada habisnya
Tiada hentinya
Menggoyang

Tiada habisnya
Tiada hentinya
Menantang

Tiada habisnya
Tiada hentinya
Sehingga hujan turun mengecewakan
Intermezo

Katanya malam sepi
Ternyata malam tak sepi
Malam katanya sama
Ternyata malam tak sama

Didesaku dikotamu
Memang ada malam
Dihatimu dihatiku
Malam memang ada

Namun malammu tak sama malamku
Namun hatimu tak sama hatiku
Pahamkah kau ceritaku tantang malam

Malam didesaku nyanyi jangkrik merdu
Malam dikotamu keluh kesah bertalu
Malam dihatiku tetap gelap tak terang
Malam dihatimu gelap jadi bumerang
Sukur...

Oh ya, disini jurang kita
Dalam...dalam teramat dalam
Seperti gelapnya malam

Di heningnya malam
Di redupnya sinar
Satu rembulan berjuta bintang

Ayun kaki membelah sepi
Iring angan hidup punya arti
Seorang lelaki coba sembunyi

Kala keseribu teguk
Hanguslah problema yang menghimpit dada
Berbisik seorang pemabuk
Kepada dunia yang remehkan dia
Kepada dunia yang remehkan dia

Hembus angin lewat
Belai tubuh penat
Seorang lelaki bergumul pekat

Bosan kadang singgah
Di jiwa yang lelah
Kadang ada jemu
Sekejap berlalu

Kala keseribu teguk
Hanguslah problema yang menghimpit dada
Berbisik seorang pemabuk
Kepada dunia yang remehkan dia
Kepada dunia yang remehkan dia

Kereta Tua

Hitam warnamu seperti malam
Kekar roda roda melingkar
Kau kereta lama parkir di stasiun tua

Dulu kakekku pernah cerita
Dia banyak berikan jasa
Saat gejolak perang melanda negeri kita

Kau kereta tua penuh sembunyikan misteri
Waktu pun berlalu orde pun berganti
Oh kereta tua kau nampak semakin asing

Kini dia tak lagi berlaga
Namun masih bisa tertawa
Semoga tidurmu nanti mimpikan masa lalu
Semoga tidurmu nanti mimpikan masa lalu

Kota II

Kota yang kutinggali
Kini tak ramah lagi
Orang orang yang lewat
Beri senyumpun enggan

Disini aku lahir
Disini aku besar
Disini aku merasa
Bodoh

Kota yang kudambakan
Tawarkan kekerasan
Nyeri merobek hati
Tak dapat aku hindari

Sombongnya engkau berjanji
Kau lambungkan anganku
Mimpiku singgah di langit
Kau bohong

Hari ke hari
Waktu ke waktu
Semakin muak
Dengar celotehmu
Durjana

Namun aku tak kuasa
Lepas dari rayuanmu
Roda roda berputar
Menggilas batin dan otakku

Hari ke hari
Waktu ke waktu
Aku menggapai
Menjerit lunglai

Ingin aku lari pergi
Sembunyi tak bernyanyi
Namun kerasnya belenggu
Begitu kuat

Hari ke hari
Waktu ke waktu
Aku terbuai
Oleh janjimu

Otakku yang kini hingar
Akan dengki meraja
Bisakah aku tinggalkan ?
Entah

Hari ke hari
Waktu ke waktu
Aku menggapai
Menjerit lunglai

Otakku yang kini bising
Akan sirik menggila
Bisakah aku tinggalkan ?
Entah


Kontrasmu Bisu

Tinggi pohon tinggi berderet setia lindungi
Hijau rumput hijau tersebar indah sekali
Terasa damai kehidupan di kampungku
Kokok ayam bangunkan ku tidur setiap pagi

Tinggi gedung tinggi mewah angkuh bikin iri
Gubuk gubuk liar yang resah di pinggir kali
Terlihat jelas kepincangan kota ini
Tangis bocah lapar bangunkan ku dari mimpi malam

Lihat dan dengarlah riuh lagu dalam pesta
Diatas derita mereka masih bisa tertawa
Memang ku akui kejamnya kota Jakarta
Namun yang kusaksikan lebih parah dari yang kusangka

Jakarta oh Jakarta
Si kaya bertambah gila dengan harta kekayaannya
Luka si miskin semakin menganga

Jakarta oh Jakarta
Terimalah suaraku dalam kebisinganmu
Kencang teriakku semakin menghilang

Jakarta oh Jakarta
Kau tampar siapa saja saudaraku yang lemah
Manjakan mereka yang hidup dalam kemewahan

Jakarta oh Jakarta
Angkuhmu buahkan tanya
Bisu dalam kekontrasannya

Jakarta oh Jakarta
Jakarta oh Jakarta
Jakarta oh Jakarta
Jakarta oh Jakarta
Jakarta oh Jakarta

Gali Gongli

Lelaki kecil usia belasan
Rokok ditangan depan kedai tuak
Disela gurau tiga temannya
Di atas koran asyik main domino

Di lokalisasi pinggiran kota
Yang nama dosa mungkin tak bicara
Neraka poster indah
kamar remang
Engkau lahir lelaki
kecil malang

Reff:
Gali gongli bocah karbitan
Besar dari belaian
Ribuan bapak
Gali gongli anak rembulan
HIdup dari bibir yang
Iklankan tubuh mulus
Ibunya.......

Lelaki kecil usia belasan
Usai berjudi pagi habis subuh
Kembali....ia ditelan sepi
Entah esok apalagi
Hari depan........
Hari depan.......

Nenekku Okem

Nenekku manis umur setengah abad
Masih lincah bagai bola bekel
Rambutnya panjang hitam ikal dipikok
Di salon lisa asal Rangkasdengklok

Paling tak suka pakai kain kebaya
Atau rambut digulung konde
Sebab katanya tak bebas dia bergerak
Gerah sebuah alasan

Nenekku orang hebat
Sanggup koprol bagaikan atlet
Napasnya panjang bak napas kuda
Lari Jakarta - Bandung setiap pagi pulang pergi

Main bola sehari tiga kali
Tari kejang menambah energi

Kalau kubilangin jangan terlalu agresif
Namun malah ngeledek kuno
Nenekku makin hot menari sambil salto
Hampir hampir setiap menit

Di rumah atau di jalan
Di pasar atau di trotoar
Hi hi hi hi hi hi hi hi

Habis ambil pensiun mampir ke toko kaset
Cari lagu baru yang ‘up to date’
Kuping pakai headphone badan tak bisa diam
Ikuti tempo ‘break dance’ tersayang

Persetan orang lihat masa bodo nyengir
Konsentrasi dia tak goyah
Setelah selesai dengar lagu sekaset
Lalu dia menuju kasir

Bayar satu bawa tiga
Yang dua mampir di jaket
Yang dua mampir di jaket

Nenekku okem
Nenekku okem
Nenekku okem
Nenekku okem

O Ea Eo

Orang pinggiran...o ea eo...o ea eo...
Ada di trotoar...o ea eo...o ea eo...
Ada di bis kota...o ea eo...o ea eo...
Ada di pabrik-pabrik...o ea eo...o ea eo...

Orang pinggiran...o ea eo...o ea eo...
Di terik mentari...o ea eo...o ea eo...
Di jalan becek...o ea eo...o ea eo...
Menyanyi dan mentari...o ea eo...o ea eo...

Lagunya nyanyian hati
Tarinya tarian jiwa
Seperti tangis bayi dimalam hari

Sepinya waktu kala sendiri
Sambil berbaring meraih mimpi
Menatap langit-langit tak perduli
Sebab esok pagi kembali

Orang pinggiran...o ea eo...o ea eo...
Didalam lingkaran...o ea eo...o ea eo...
Berputar-putar...o ea eo...o ea eo...
Kembali ke pinggiran...o ea eo...o ea eo...

Orang pinggiran buakan pemalas
Orang pinggiran pekerja keras
Orang pinggiran tidak mengeluh
Orang pinggiran terus melangkah

Nelayan

Bocah telanjang dada di pesisir
Tunggu kembalinya bapak tercinta
Yang pergi tebarkan jala disana
Berjuang diatas perahu tunggakan KUD

Ibu dengan kebaya yang kemarin
Setia dari balik dapur menanti
Suaminya telah seminggu pergi
Tinggalkan rumah tinggalkan sejengkal harapan

Langkah waktu lamban
Bagai kura kura
Ikan ikan datang mimpi

Siang ganti malam
Tetap sabar
Suamipun pulang lelah

Sambil berlari sang bocah hampiri bapak
Tagih janji yang dipesan ketika pergi
Sementara istrinya
Hanya memandang dengan senyum pasti

Sekilas terlintas hutang hutang yang membelit

Sang bocah tak peduli
Menangis keras tetap tagih janji

Perahu tunggakan KUD belum terbayar
Belum lagi tagihan rentenir seberang jalan
Nelayan kecil hasil kecil nasibpun kecil
Menjerat jala dihantam kerasnya gelombang
Perahu tunggakan KUD belum terbayar

Libur Kecil Kaum Kusam

Nikmat kau hisap asap tembakau
Di bangku rumah kontrakan
Sore selesai kerja sehari
Tunggu istri berdandan
Janji pergi berkencan

Tak kalah dengan orang gedean
Dalam rasakan senang
Walau lembaran gaji sebulan
Hanya cukup untuk kakus
Soal rekreasi sih harus

Setianya anak istri
Menantikan bahagia
Sehari bagaikan sang raja

Selesai anak istri berdandan
Tembakau kau matikan
Jendela pintu lalu kau kunci
Tentu tak sabar mereka pergi
Stop bis kota dengan pasti

Libur kecil kaum kusam
Yang teramat manis begitu romantis
Walau sekali setahun

Tuhan rangkullah
Jangan kau tinggalkan
Waktu mereka

Pergilah derita ini hari

Berilah tawa yang terkeras
Untuk obati tangis lalu
Limpahkan senang paling indah
Agar luka tak nyeri
Agar duka tak menari

Merdeka

Merdeka …Merdeka …Merdeka
Merdeka …Merdeka…Merdeka

Hatiku Merdeka
Pikiranku Merdeka
Hati Dan Pikiranku Merdeka

Merdeka…Merdeka …Merdeka

Dari Kebodohan
Dari Kemiskinan
Dari Ketakutan

Merdeka…Merdeka …Merdeka
Merdeka …Merdeka …Merdeka

Usiamu tak lagi muda
Untuk terus-terusan terjaga
Jangan lagi membungkuk-bungkuk
Agar dunia mengakuimu
Kami tak butuh Itu

Berdirilah di kaki sendiri
Kami pasti menyertaimu
Merdekalah kamu
Merdeka yang sesungguh-sungguhnya

Merdeka…Merdeka …Merdeka
Merdeka …Merdeka …Merdeka

Selamat Ulang tahun
Kami Doakan
Selamat Kurang umur
Sejahterahlah
Selamat Kurang tahun
Tumpah darahku
Selamat Kurang umur
Sejahterahlah
Selamat Ulang tahun
Bahagialah
Selamat Kurang Umur
Sejahterahlah

Merdeka…Merdeka…Merdeka
Merdeka…Merdeka…Merdeka

Mata Hati

Dalam ku sendiri
Coba mengerti
Perjalanan ini
Tak terasa disini

Aku disampingmu
Begitu pasti
Yang tak kumengerti
Masih saja terasa sepi

Matahari yang berangkat pulang
Tinggal jingga tersisa di jiwa
Bintang bintang menyimpan kenangan
Kita diam tak bisa bicara

Hanya mata
Hanya hati
Hanya kamu
Hanya aku

Lagu Pemanjat

Antara hidup dan mati
Tak kan pernah aku kembali
Niatku sudah terpatri
Antara hidup dan mati

Darah keringat di batu
Terikat tali kehidupan
Rasa takut dan ragu-ragu
Mengundang dewa kematian

Berada di ketinggian
Menjawab segala tekanan
Angin kencang sebagai godaan
Kita harus mampu bertahan

Lagu pemanjat
Bukan lagu orang sekarat
Lagu pemanjat
Lagu orang yang kuat

Lagu pemanjat
Bukan hanya sekedar kuat
Lagu pemanjat
Lagu jiwa yang liat

Dinding dingin tebing terjal
Terus melambai lambaikan tangannya
Memanggil aku untuk tetap memanjati
Kehidupan yang penuh dengan misteri

Sang jari menari
Jangan berhenti
Kupasrahkan diriku
DigenggamanMu

Sang nyali bernyanyi
Di ujung kaki
Kuikhlaskan hidupku
Ya kuikhlaskan

Pada Batu Dalam Diam

Ketamakan membius jalan hatiku
Ribuan tegak batu bangkitkan geram
Kurasakan betapa angkuh diriku

Dari beku cengkeramku
Getar ujung pijakku
Hampir tak ku kenali diriku

Keberanian terasa sangat menyiksa
Dasar jurang mengusik mata langkahku
Kusaksikan betapa rapuh jiwaku

Dari beku cengkeramku
Getar ujung pijakku
Hampir tak ku kenali diriku

Ya aku di puncak ini
Terikat pada batu
Hampir tak kulihat apa-apa

Kesabaran membasuh hari-hariku
Hitamnya batu hitam dasar sukmaku
Kurasakan kuasaMu dalam diam

Dari beku cengkeramku
Getar ujung pijakku
Hampir tak ku kenali diriku

Lagu Lama Gaungnya Rata

Dari arah mana aku menyapa
Terhalang bukit dinding berbatu
Irama lama membawa berita
Ceritanya tak semerdu dulu

Tetabuhan gendangmu bertalu
Merayapi tebing gaungnya bergema
Menangkap keluhmu kisahnya rindu
Dendangmu biru rindukan kerja

Berbondong-bondong awan berarak
Mengusik langitku rautnya kelabu
Orang berarak tebarkan berita
Mengajak sadar ku mencari tahu

Lagunya bukan lagu yang baru
Nyanyiannya masih yang dulu
Lagunya bukan lagu yang baru
Cerita lama rindu kerja memang telah sampai di hulu

Nyanyian rindumu nyanyian duka
Semakin merdu makin menyiksa

Merantau tak mereka duga
Menyeberang tak mereka suka
Menganggur tak mereka pinta
Suara biru gaungnya rata

Nyanyian rindumu nyanyian duka
Semakin merdu makin menyiksa

Lagunya bukan lagu yang baru
Nyanyiannya masih yang dulu
Lagunya bukan lagu yang baru
Cerita lama rindu kerja memang telah sampai di hulu

Irama lamaku bawa berita
Ceritanya tak semerdu dulu
Menangkap keluhmu kisahnya rindu
Dendangmu biru rindukan kerja

Lagunya bukan lagu yang baru
Nyanyianmu masih yang dulu
Lagunya bukan lagu yang baru
Cerita lama rindu kerja memang merata

Lagunya bukan lagu yang baru
Nyanyianmu masih yang dulu
Lagunya bukan lagu yang baru
Nyanyian cinta rindu kerja kini sudah sampai di hulu

Yang Tersendiri

Terhempas ku terjaga
Dari lingkar mimpi
Pada titik sepi

Suaramu terngiang
Menembus khayalku
Yang juga tentangmu

Dan ku akui tanpa kemunafikan
Ku cinta kau
Bahwasannya keakuanku bersumpah
Ku cinta kau

Bayangmu menghantui
Setiap gerakku
Dan kemauanku

Dahagaku akanmu
Matikan emosi
Juga ambisiku


Peniti Benang

Lagu anak rimba yang dibawa teman sejalan
Sampai hatiku terdalam
Ia titipkan salam
Ia doakan kesehatan dan keselamatan
Ia harapkan kebebasan saling hormat saling membantu

Lagu anak rimba yang kebingungan
Karena hutannya di jarah orang
Bagaimana kok bisa begini ?
Bagaimana mengatasi masalah ini ?
Taman-tamannya banyak yang pergi

Lagu anak rimba yang haus akan pendidikan
Kalau pandai ia bisa atasi permasalahan
Begitu banyak yang ingin ia ketahui
Agar hutannya terjaga dan tidak dijarah orang

Lagu anak rimba yang pergi ke kota
Melihat begitu banyak ketidakadilan
Orang miskin berkubang sampah dan penyakitan
Karena tidak bebas dan tak punya hutan

Lantas ia cerita tantang masa lalunya
Saat di hutan masih utuh
Ia merasa hanya ia manusia di bumi
Walau ternyata tidak

Dan satu persoalan lagi
Adalah dengan orang desa
Karena lahan mereka lebih banyak daripada orang rimba

Orang tuanya cerita
Orang luar banyak yang jahat
Sering tidak bertanggung jawab terhadap perempuan
Itu sebabnya perempuan rimba jarang yang keluar hutan

Lagu orang rimba yang tak mau di rumahkan
Karena hidupnya lebih bebas
Banyak air dan makanan
Lagi pula ia tak rugikan orang lain
Berburu binatang yang diizinkan

Lagu orang rimba bicara tentang Tuhan
Tuhan itu milik kita semua bagi yang baik
Saling hormat sopan santun
Dan bukan untuk yang tidak baik
Yang terpenting baik budi sabar dan saling memaafkan
Bagi yang muda janganlah mudah terpengaruh
Sadarlah

Nasihat orang rimba
Jangan melawan orang tua
Terutama ibu kandung
Yang membuat kita lahir ke dunia
Meskipun mereka galak dan pemarah
Tapi sebenarnya marahnya itu karena ulah kita sendiri

Lagu orang rimba tentang TV dan berita-berita
Ia sedih melihat pelacur dan orang-orang miskin
Mengamen hanya untuk dapat uang buat makan

Kolong jembatan rumah kardus untuk tempat tinggal
Dan banyak orang buang sampah sembarangan
Hingga penyakit datang
Ia sedih rumah-rumah penuh sampah

Lagu orang rimba yang mengkritik pemerintah
Karena kebodohanlah
Kemiskinanlah dan kejahatan muncul
Pemerintah juga harus memberantas narkoba
Dan kenapa yang jadi pejabat hanya orang kaya dan pintar saja ?
Tapi tak pikirkan orang kecil

Peniti Benang namamu
Ia ingin menangis
Diluar begitu banyak ketidakadilan

Kenapa manusia berlomba-lomba mencari uang ?
Kenapa manusia merasa dirinya paling adil dan benar ?
Kenapa selalu membeda-bedakan berdasarkan harta ?
Bukankah semua itu sama ?
Semua yang milik kita adalah milik Tuhan juga

Tak lama ia dikota
Tak betah karena bising
Begitu banyak suara mesin merasa seperti di neraka

Ia rindu hutannya
Ia rindu teman-temannya
Ia pun khawatir hutannya habis

Ia mengadu pada Tuhan agar menjaga hutannya
Ia tak mau hidup di luar
Ia mau hidup di alam bebas

Sang pohon memberikan nyawa padanya
Teman-temannya yang baik tak bisa ia lupakan

Peniti Benang minta di ajari komputer
Karena malu pada pemipinnya
Dan orang-orang mulai mempertanyakannya
Apa yang bisa ia lakukan untuk menjaga hutan dan melindungi ?

Ia sekolah dan belajar baca tulis dan berhitung
Agar tak di tipu
Soal surat perjanjian tanah misalnya

Menjaga hutan memang sulit sekali
Orang pemerintah saja tak bisa
Apalagi saya yang baru bisa baca tulis dan hitung

Percayalah Kasih

Engkau datang saat bintang-bintang ramah tersenyum
Malampun terasa hangat, kurasakan ini didalam hati
Percayalah

Engkau datang saat sinar rembulan menyentuh tubuhku
Belaian lembut angin malam membawa sejuta kisah cinta
Percayalah kasih

Hadirlah kau saat diriku tak mampu berpikir
Senyummu membawa damai
Segala rasa gundah dihati
Menghilang pergi

Buang segala keraguan itu, dan lupakan saja
Dengarkan bisik hati terdalam, demi kepastian

Tak terasa begitu cepat waktu berlalu
Buahkan cerita indahJangan kita hancurkan
Mimpi-mimpi yang hampir menjelma nyata

Tak kusangka
Engkau yang biasanya diam pasrah
Ternyata mampu berkata:
"Pergilah kau pergi dari sisiku, lupakan aku"

Maaf kasih
Sudah terlalu lama kita saling dusta
Maaf kasih
Tak mungkin kubertahan, semoga kau mengerti

Apapun yang telah kau katakan
Tak mudah bagiku
Untuk begitu saja percaya
Akan semua katamu

Bila itu maumu, tak mungkin kuhalangi
Apa yang kau kan ingini
Hanya satu pintaku, sudahkah kau sadari
Betapa sia-sia nya waktu
Yang selama ini telah kita lalui
Penuh rasa........cinta

Sentuhan

Lonceng menandakan pukul satu malam tiba
Bisingnya jalan dimuka rumahku tampak semakin reda
Lengking suara kota satu persatu pulas
Dibelai udara malam yang semakin dingin

Kantuk yang kuharap menyergapku tak kunjung datang
Sedangkan malam semakin larut
Sementara dari jauh jelas kudengar
Suara roda kereta menggilas rel semakin keras

Kini aku teringat
Pada desaku yang masih terpencil
Dengan mayoritas petani yang ramah tamah
Bila menyambutku datang dari kota

Sementara saja timbul dibenakku
Aku buat rencana pergi kesana
Dengan kereta kan kujumpa desaku

Sebab aku telah rindu
Bau lumpur sawah
Dan aroma pepohonan

Pohon Untuk Kehidupan

Hari baru telah datang menjelang
Kehidupan terus berjalan
Pohon-pohon jadikan teman
Kehidupan agar tak terhenti

Bukalah hati
Rentangkan tanganmu
Bumi luas terbentang

Satukan hati
Tanam tak henti
Pohon untuk kehidupan

Di hatiku ada pohon
Di hatimu ada pohon
Pohon untuk kehidupan

Tentram damai
Hidup rukun saling percaya
Hijau rindang sekitar kita

Andai esok kiamat tiba
Tanam pohon jangan di tunda
Terus tanam jangan berhenti

Alam lestari
Hidup tak bakal berhenti

Kudatangkan TubuhMu

Langkahku semakin karam
Diantara basah humus
Arungi belukar paya
Belantara surutkan hatiku

Hari demi hariku
Sibakkan jalan
Kuterjang kegelapan
Turuti berkas sinar
Temukan wajahMu

Terjerat sudah tubuhku
Diantara duri rotan
Turuni jeram berkabut
Kerinduan merampas pikiranku

Aku harus jalani
Paruh lakon ini
Ditengah bias angan
Dan kenyataan hidup
Kugenggam parangku

Di sini
Di belantara
Di lingkar garis bumi
Kudatangkan tubuhmu
Lewat bara api unggun

Yayaya Oh Ya

Lagi sebuah kenyataan
Telah kutemui
Dan kini...kuhadapi
Di malam gelap ini
Kebencian....dalam hatiku
Yang akrab denganmu
Akhirnya menipuku
Hingga lahirkan rindu
Yayaya....oh ya

Nafsuku....yang membunuh
Dendamku
Gerakku...akalku
Ternyata banyak hal
Yang tak selesai
Hanya...dengan amarah....
Bagaikan senyummu yang
Sanggup menahan
Gemuruh hatiku....

Kehangatan damai kasihmu
Terbukti t'lah mampu
Tundukkan...gangguan....
Diriku....selama-lamanya
Yayaya.....oh ya.....

Serutu.....kesadaran diriku
Cintaku....untukmu

Yang Mana Jalan Kesitu

Saat dipersimpangan melangkah ku terhenti
Sementara di situ jalan untuk mencari
Kenyataannya ada kadang harus berbeda
Agar sampai disana aku harus mengalami

Sementara yang kurasa
Persoalan ada memang terjadi

Suara kecil disini mengajak ku mencari

Detak waktu memacu tak pernah mau berhenti
Mengiringi langkahku membawaku bernyanyi

Nyanyian keraguan kadang memang terjadi
Kenyataannya ada tak semerdu disini
Detak waktu berlalu tak lelah mau berhenti
Diiringi napasku yang melangkah mencari

Sementara yang kurasa
Persoalan ada memang terjaga

Nyanyian persoalan memang harus terjaga
Nyanyian keraguan kadang memang terjadi


Yakinlah

Nyanyikanlah lagu indah
Hanyalah untukku
Saat temaram datang ketuk hati

Tolong kau dendangkan
Usaplah nurani
Agar tak kelam

Sekali lagi kuminta
Coba kau nyanyikan
Semoga dapat kurasa ikhlasmu

Pasti kan kudengar
Pasti kuresapi
Kasih yakinlah

Bukan ku tak mau mengalunkan laguku
Kutakut menyakiti telingamu
Bukan aku enggan memainkan gitarku
Sebab cinta bukan hanya nada

Kalau kita saling percaya
Tak perlu nada tak perlu irama
Berjalanlah hanya dengan diam

Sekali lagi kuminta
Coba kau nyanyikan
Semoga dapat kurasa ikhlasmu

Pasti kan kudengar
Pasti kuresapi
Kasih yakinlah

Bukan ku tak mau mengalunkan laguku
Kutakut menyakiti telingamu
Bukan aku enggan memainkan gitarku
Sebab cinta bukan hanya nada

Kalau kita saling percaya
Tak perlu nada tak perlu irama
Berjalanlah hanya dengan diam
Melangkahlah hanya dengan diam

Ya Hui Ha He Ha

Ringkik kuda betina tak
Melihat lawan jenisnya
Menari di depan kaca
Bandingkan cantik wajahnya
Oleskan gincu di bibir cibir
Dan senyum menyindir....
Ya hui....ha he ha ya ha hui

Sepintas terdengar samar
Lengking suara biola
Ringkik kuda betina melirik
Rayu telinga
Meluncur s'gala rayuan
Dari mulut kuda jantan
Ya hui ha he ya ha hui

Betina pura bodoh...
Betina pura-pura pikun
Nyanyikan jampi-jampi
Menjala jantan jadilah jodoh
Uu...hui....

Ringkik kuda betina
Membuat sang jantan gila...
Tak sadar kalau dirinya
Hanya seperti sebuah bola
Oleskan gincu di bibir cibir
Dan senyum menyindir....
Ya hui ha he ha ya ha hui....

Willy

Si anjing liar dari Jogjakarta
Apa kabarmu ?
Kurindu gonggongmu
Yang keras hantam cadas

Si kuda binal dari Jogjakarta
Sehatkah dirimu ?
Kurindu ringkikmu
Yang genit memaki onar

Dimana kini kau berada ?
Tetapkah nyaring suaramu ?

Si mata elang dari Jogjakarta
Resahkah kamu ?
Kurindu sorot matamu
Yang tajam belah malam

Dimana runcing kokoh paruhmu ?
Tetapkah angkuhmu hadang keruh ?

Masih sukakah kau mendengar ?
Dengus nafas saudara kita yang terkapar
Masih sukakah kau melihat ?
Butir keringat kaum (orang) kecil yang terjerat
Oleh slogan slogan manis sang hati laknat
Oleh janji janji muluk tanpa bukti

Dimana kini kau berada ?
Tetapkah nyaring suaramu ?
Dimana runcing kokoh paruhmu ?
Tetapkah angkuhmu hadang keruh ?


Tince Sukarti Binti Mahmud

Tince sukarti binti mahmud
Kembang desa yang berwajah lembut
Kuning langsat warna kulitnya maklum
Ayah arab ibunda cina

Tince sukarti binti mahmud
Ikal mayang engkau punya rambut
Para jejaka takkan lupa
Kerling nakal karti memang menggoda

Jangankan lelaki muda terpesona yang
Tua jompopun gila
Sejuta cinta antri dimeja berada
Sukarti hanya tertawa

Bibirmu hidungmu indah menyatu
Tawamu suaramu terdengar merdu
Tince sukarti hooby memang dia
Bernyanyi
Qasidah rock & roll
Dangdut keroncong ia kuasai...

Tince sukarti ingin menjadi
Seorang penyanyi
Primadona beken neng karti selalu
Bermimpi

Ibu bapaknya enggan memberi restu
Walau sang anak merayu
Tince sukarti dasar kepala batu
Kemas barang dan berlalu

Tince sukarti berlari mengejar mimpi
Janji makelar penyanyi orbitkan sukarti
Jani sukarti hati persetan harga diri
Kembang desa layu tak lagi wangi
Seperti dulu

Untukmu Terkasih

Kasih
Ketika hati
Rasa dan jiwa
Serta apa saja yang tersembunyi
Di dada ini mulai tergetar
Karena keindahan matamu
Karena kelembutan senyummu
Karena taburan kasihmu
Justru bayang hatimu sulit kurenggut
Sementara gelombang rindu
Gelombang kasih sayang terus mengalir
Bagai air di musim penghujan
Bagai gelombang samudra
Yang mengguncang pantai kehidupan

Kasih ini nyanyian cinta untukmu
Yang entah ada di mana kini
Biar engkau mengerti apa yang terjadi
Dalam hidupku
Kabut sunyi mulai merayap di hati
Bayangmu semakin sulit ku cari
Aku tak tahu harus berbuat apa
Angin dan burung-burung pun membisu
Ketika ku tanya tentang
Tentang getaran hatimu
Tentang apa saja yang bertalian dengan jiwamu

Kasih ini nyanyian cinta untukmu
Yang entah ada di mana kini
Biar engkau mengerti apa yang terjadi
Dalam hidupku
Kabut sunyi mulai merayap di hati
Bayangmu semakin sulit ku cari
Aku tak tahu harus berbuat apa
Angin dan burung-burung pun membisu
Ketika ku tanya tentang
Tentang getaran hatimu
Tentang apa saja yang bertalian dengan jiwamu

Kabut sunyi mulai merayap di hati
Bayangmu semakin sulit ku cari
Aku tak tahu harus berbuat apa
Angin dan burung-burung pun membisu
Ketika ku tanya tentang
Tentang getaran hatimu
Tentang apa saja yang bertalian dengan jiwamu

Kuli Jalan

Derap langkah dan reringat kuli pembuat jalan
Dengan pengki ditangan kiri, pacul di pundak kanan
Dengus nafasnya, terdengar bagai suara kereta
Keringat mereka menyengat aroma penderitaan

Berjalan gontai perlahan

Berbaris bagai tentara yang kalah perang
Kerja keras kau lakukan
Walau upah tak berimbang
Bak sapi perahan


Kuli jalan kerja siang dan malam
Kuli jalan peduli curah hujan
Kuli jalan panas tak dihiraukan
Kuli jalan upah jauh berimbang
Kuli jalan pahlawan terlupakan
Kuli jalan menangis di lubang galian
Kuli jalan resah di kaki tuan
Kuli jalan anak isteri menunggu bimbang

Terminal

Hangatnya matahari
Membakar tapak kaki
Siang itu disebuah terminal
Yang tak rapi

Wajah pejalan kaki
Kusut mengutuk hari
Jari jari kekar kondektur
Genit goda daki

Dari sebelah warung
Sebuah WC umum
Irama melayu terdengar
Akrab mengalun

Iringi deru mesin mesin
Iringi tangis yang kemarin

Bocah kurus tak berbaju
Yang tak kenal bapaknya
Tajam matamu
Liar mencari mangsa

Ramai para pedagang
Datang tawarkan barang
Ratap pengemis
Bak meriam dalam perang

Iringi deru mesin mesin
Iringi tangis yang kemarin
Iringi deru mesin mesin
Iringi tangis yang kemarin

Aku datangi kamu lewat lagu
(Kudatangi lewat lagu)
Kudatangi kamu
Langitku masih biru

Nyanyian duka nyanyian suka
Tarian duka tarian suka
Apakah ada bedanya?

Tanam Tanam Siram Siram

Tanam tanam tanam kita menanam
Tanam pohon kehidupan
Kita tanam masa depan

Tanam tanam tanam kita menanam
Jangan lupa disiram
Yang sudah kita tanam

Siram siram siram yo kita siram
Apa yang kita tanam
Ya mesti kita siram

Tanam tanam pohon kehidupan
Siram siram sirami dengan sayang
Tanam tanam tanam masa depan
Benalu benalu kita bersihkan

Biarkan anak cucu kita belajar dibawah pohon
Biarkan anak cucu kita menghirup udara segar
Biarkan mereka tumbuh bersama hijaunya daun
Jangan biarkan mereka mati dimakan hama kehidupan

Tanam tanam tanam ... siram
Tanam tanam tanam ... oi
Tanam tanam tanam ... siram
Tanam tanam tanam

Tengkulak

Tengkulak
Disebut apa orang yang semacam dia
Menawarkan jasa lalu meminta sumbangan
Perlakuan orang kaya mungkin juga
Tengkulak namanya itu pun hanya kataan

Kapankah engkau kan menjadi pahlawan
Menolong umat manusia tak minta imbalan
Mungkin dahulu jaman perang keluargamu
Pernah tertolong oleh orang yang engkau tekan

Didunia ini katanya
Tak pernah ada yang abadi
Semuanya akan berganti
Apa engkau tak menyesal

Bila dia nanti
Kaya dan dermawan
Sadarlah
Tengkulak
Sekarang

Sesaat memang engkau mendapat pujian
Selangit dari orang yang baru engkau kenal
Karena mulut manismu yang selalu didepan
Memang lidah tak bertulang kau praktekan itu

Pasti semua orang nantinya kan tau
Dan maafkan saja kalau dia membalasmu
Tinggalkan gelar yang kau dapat dari mangsa
Kalau kau masih mau kumpul dengan manusia

Didunia ini katanya
Tak pernah ada yang abadi
Semuanya akan berganti
Apa engkau tak menyesal

Bila dia nanti
Kaya dan dermawan
Sadarlah
Tengkulak
Sekarang………!

Semoga Saja Kau Benar

Berbondong-bondong orang cumbui angan
dibibir pelabuhan....
Tinggalkan tanah lahirdesa tercinta
Menuju pulau sura...
Selamat tinggal semua bukan aku tak cinta
Tiada lagi tersisa...bahkan mimpi kubawa
(Isak tangisan bayi dalam gendongan
Tak goyahkan lamunan)

(Kaum suri) kapal jangkar diangkat
Segeralah berlayar....
Selamat tinggal semua bukan aku tak cinta
Tiada lagi tersisa...bahkan mimpi kubawa

Perlahan-lahan kapal jauhi tepi
Malas mengangkut mimpi
Mercusuar dermaga dan burung camar

Selamat jalan kawan....bukan aku tak cinta
Mungkin saja kau benar.....s'moga saja kau benar

Selamat Tinggal Malam

S'lamat tinggal malam.......
Yang hitam
Antara kupergi ikhlaskan
Rumah memang....
Kita berteman
Tempuh jalan yang kelam
Terima kasih malam....
Yang hitam
Banyak kauajarkan....padaku
S'gala dosa....s'gala cela...
S'gala.....galanya


Pernah kau kecewa padaku
Sebab kutak percaya padamu
Bahwa hari ada malam
Hari ada siang
Hari...ada pagi...hari adalah
Hari


Engkau hanya diam
Dengarkan
Bahwa 'ku yang keras cemooh
Dengar ucapmu....

Dengar katamu...dengar....
Khotbahmu.....
Dengar bohongmu

Oh malam maafkan aku...
Yang lupa saat itu
Oh malam maafkan aku
Tak percaya padamu


Hari ada pagi...
Hari ada malam
Hari ada siang...
Dalam hati s'lalu ada
Kemungkinan

Teman Kawanku Punya Teman

Kawanku punya teman temannya punya kawan
Mahasiswa terakhir fakultas dodol
Lagaknya bak professor pemikir jempolan
Selintas seperti sibuk mencari bahan skripsi

Kacamata tebal maklum kutu buku
Ngoceh paling jago banyak baca Kho Ping Hoo
Bercerita temanku tentang kawan temannya
Nyatanya skripsi beli oh di sana

Buat apa susah susah bikin skripsi sendiri
Sebab ijazah bagai lampu kristal yang mewah
Ada di ruang tamu hiasan lambang gengsi
Tinggal membeli tenang sajalah

Saat wisuda datang
Dia tersenyum tenang
Tak nampak dosa di pundaknya

Sarjana begini
Banyakkah di negeri ini
Tiada bedanya dengan roti

Menangis orang tua
Lihat anaknya bangga
Lahirlah sudah si jantung bangsa

Aku hanya terdiam
Sambil kencing diam diam
Dengar kisah temanku punya kawan

Selancar

Persoalan hidup kalau diikuti tak ada habisnya
Soal lama pergi soal baru datang
Bagai ombak bergulung sepanjang waktu
Kita mesti berselancar diatasnya atau tenggelam

Tak bisakah kita menerimanya
Sebagai satu kenyataan yang harus dihadapi
Tak bisakah kita bergembira karenanya
Agar hidup yang singkat ini jadi berarti

Selancari hidup sepanjang hari
Tarian maut bermahkota matahari

Menuju pantai kebahagiaan
Bersama hati yang suci

Kita rindukan ini semua
Lantas kenapa kita mesti bersedih

Bukankah ini yang kita cari
Semenjak purba hingga kini

Persoalan hidup kalau diikuti tak ada habisnya
Persoalan hidup kalau diikuti tak ada habisnya

Oh oh oh
Oh oh oh oh
Oh oh oh

Oh oh oh
Oh oh oh oh
Oh oh oh

Persoalan hidup kalau diikuti tak ada habisnya
Soal lama pergi soal baru datang
Bagai ombak bergulung sepanjang waktu
Kita mesti berselancar diatasnya atau tenggelam

Oh oh oh
Oh oh oh oh
Oh oh oh

Oh oh oh
Oh oh oh oh
Oh oh oh

Potret Panen + Mimpi

Panen tiba petani desa
Memetik harapan
Bocah bocah berlari lincah
Dipematang sawah

Padi menguning lambai menjuntai
Ramai dituai
Riuh berlagu lesung bertalu
Irama merdu

Senja datang mereka pulang
Membawa harapan
Pesta pora hama dilumbung
Nyanyikan tralala

Balai reot bambu rapuh
Menyambut tubuh
Penat raga
Sarat peluh luruh

Mata belum sempat pejam
Terbayang cemas
Gaung hama
Semakin mengganas